OLEH: EDDY JUNAIDI
KITA mengikuti dan prihatin terhadap kinerja Sri Mulyani Indrawati (SMI) selama hampir sembilan tahun belakangan ini dalam pengelolaan keuangan negara. Pembangunan, khususnya infrastruktur, yang merupakan ambisi Joko Widodo dengan risiko utang jumbo, risikonya sudah terjadi dengan menurunnya peringkat utang Indonesia versi Morgan Stanley (JP Morgan), lembaga keuangan dengan jaringan terbesar di dunia.
Seperti kita ketahui dan kita hadapi, sekarang telah terjadi “market distrust”. Investor tentu akan “kabur” karena risiko investasi di Indonesia menjadi underweight (istilah yang menunjukkan saham atau indeks tertentu rentan memiliki performa yang lebih rendah dari rata-rata saham atau indeks di lingkup yang sama).
Kejamnya Hukum Pasar
Kita terlanjur masuk ke pasar bebas tanpa kendali, karena pada era Joko Widodo melepas prinsip nilai kehati-hatian (prudent value) dalam pengelolaan keuangan negara.
Bayangkan, pada era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hanya menyisakan utang luar negeri Indonesia sebesar Rp 2.500 triliun, dan kewajiban dalam negeri relatif kecil, BUMN juga belum “jor-joran” berutang.
Saat ini angka utang luar negeri Indonesia (mayoritas Surat Utang Negara) mencapai hampir Rp 9.000 triliun. Utang BUMN juga mendekati Rp 8.350 triliun. Sedangkan kewajiban/utang domestik pemerintah yang juga menggunakan dana publik, seperti BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji), Taspen, Bakti Telkom, dana reboisasi, dan LPS (Lembaga Penjamin Simpanan), dan contingency debt (utang darurat) juga mencapai Rp 4.500 triliun.
Dahsyat, SMI berkilah: “Masih aman, rasionya masih sesuai ketentuan. Utang kita masih di bawah 60% PDB (Produk Domestik Bruto)”.
PDB kita pada dua tahun yang lalu (tahun 2022) mencapai Rp 19.588 triliun, dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5% tentu hampir sekitar Rp 22.000 triliun di tahun 2024.
SMI berkilah bahwa, secara normatif utang kita (utang luar negeri) masih di bawah 60%, karena hanya utang luar negeri yang sesuai dengan standar moneter IMF, padahal belum termasuk utang dan kewajiban dalam negeri. Karena pengelolaan “ugal-ugalan”, bukan tidak mungkin pembukuannya tidak masuk (lolos) pengawasan DPR.
Menurut logika SMI, BUMN secara hukum terikat Undang-Undang Perusahaan Terbatas(PT), jadi bukan tanggung jawab pemerintah.
Loh, BUMN milik siapa? Jika suatu perusahaan BUMN bangkrut, pemilik (negara) harus bertanggung jawab. Toh Asuransi Jiwasraya, PT Dirgantara Indonesia, Merpati Nusantara Airlines, dan lainnya ditanggung negara, termasuk kategori Contingency Debt.
Lalu penggunaan dana publik yang sewenang-wenang apakah bukan tanggung jawab negara? Konon dana Taspen untuk pensiunan Aparatur Sipil Negara (ASN) sudah kering, dan bayar bulanan menggunakan APBN. Dahsyat, kan?
Sri Mulyani Indrawati dan Joko Widodo dalam proses cut off harus jelas secara akuntansi, karena mulai 20 Oktober 2024 sudah menjadi tanggung jawab Prabowo Subianto secara politik dan teknokratis, walau secara hukum tetap menjadi tanggung jawab Joko Widodo dan Sri Mulyani Indrawati.
Utang untuk Sektor Produktif dan Layak
Banyak proyek infrastruktur, seperti jalan tol dan kereta api cepat yang dibangun tanpa studi kelayakan terlebih dahulu, karena dibiayai dengan utang, sehingga saat ini BUMN pengelola tol dibebani utang jumbo. Terkesan membangun infrastruktur dengan ambisi, bukan kelayakan akuntansi selayaknya suatu korporasi.
Kita lihat, beberapa ruas tol di pulau Jawa terpaksa dijual. Pertanyaannya, siapa yang membeli? Ya, investor Cina lagi. Sebagian ruas tol di pulau Jawa saja, khususnya ruas tol Semarang–Surabaya, tidak layak karena harganya mahal.
Kita tahu dampak infrastruktur pada ekonomi memakan waktu lama. “Tujuan jangka pendek dan menengahnya adalah memperkecil biaya logistik”, kata Joko Widodo.
Berhasil atau tidak? Nyatanya transportasi logistik tidak memilih jalan tol (karena mahal). Mereka tetap lewat jalur pantai utara, walaupun macet dan beberapa bulan ini dilanda banjir.
Artikel Terkait
Arab Saudi Cetak Rekor 4 Juta Visa Umrah dalam 5 Bulan, Begini Aturan Barunya
Nanang Gimbal Dituntut 15 Tahun Penjara, Ini Kronologi Pembunuhan Sandy Permana
SIM Keliling Bandung Hari Ini 2025: Lokasi, Syarat & Biaya Perpanjangan
Kasus Misteri Kematian Terapis RTA di Pejaten: Pencabutan Laporan & 22 Saksi Diperiksa