GELORA.ME - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai telah menjadikan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto sebagai tumbal politik balas dendam kekuasaan. Hal itu terlihat setelah KPK menyita handphone (HP) milik Hasto dari stafnya yang dinilai dengan cara menjebak.
"Pemanggilan dan pemeriksaan Hasto Kristiyanto (Hasto), Sekjen PDIP, sebagai saksi untuk tersangka Harun Masiku oleh Penyidik KPK, pada hari Senin, 10 Juni 2024, merupakan suatu akrobat politik yang sangat tidak elok dipertontonkan oleh KPK," kata Koordinator TPDI (Tim Pembela Demokrasi Indonesia) dan Advokat Perekat Nusantara Petrus Selestinus kepada wartawan, Rabu (12/6).
Petrus menyebut, dalam kasus penyitaan HP dan tas milik Hasto, KPK melakukan penyitaan itu tidak dari tangan Hasto. Tetapi dari seorang staf Hasto yang diduga dengan cara menjebak.
"Namun apa yang dihadapi oleh Hasto, ketika bertemu dengan penyidik KPK, ternyata KPK menunjukan sikap dan perilaku yang arogan, pemer kekuasaan bahkan memperlakukan Hasto sebagai seorang tersangka, karena KPK serta merta melakukan upaya paksa dengan menyita HP dan tas tangan milik Hasto di luar prosedur hukum," ucap Petrus.
Ia menilai, penyitaan HP dan tas tangan milik Hasto akan dijadikan KPK sebagai bagian dari alat bukti permulaan yang cukup bagi penyidik dalam menetapkan Hasto sebagai tersangka. Padahal Hasto statusnya merupakan saksi bukan tersangka.
Ia menyebut, sesuai prinsip hukum acara tentang penyitaan terhadap suatu barang dari seseorang, barang itu harus merupakan hasil dari kejahatan atau alat untuk melakukan kejahatan serta dilakukan berdasarkan KUHAP dan ketentuan pasal 46 dan 47 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 Tentang KPK.
"Hanya barang milik Tersangka, atau barang yang digunakan oleh tersangka untuk melakukan tindak pidana korupsi atau barang hasil kejahatan korupsi yang dimiliki oleh tersangka, maka KPK dapat melakukan penyitaan di luar mekanisme KUHAP, artinya penyitaan itu cukup dilakukan dengan izin dari Dewas KPK atau dapat dimintakan izin segera setelah penyitaan terjadi (pasal 46 dan 47 ayat (3) dan ayat (4) UU No. 19 Tahun 2019)," cetus Petrus.
Petrus meyebut, tindakan KPK menyita ponsel dan tas tangan milik Hasto berimplikasi kepada tindakan sita KPK menjadi tidak sah. Karena itu, KPK harus segera mengembalikan kedua barang milik Hasto tersebut.
"Implikasi hukum lainnya adalah KPK bisa digugat praperadilan dan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) ke Pengadilan berdasarkan ketentuan pasal 66 UU No.19 Tahun 2019 Tentang KPK. Sejalan dengan KPK dilaporkan ke Dewas KPK sebagai pelanggaran Etik, semata-mata karena KPK tidak cermat membaca ketentuan pasal 46 dan 47 UU Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 20 Tahun 2002 Tentang KPK," tegas Petrus.
Artikel Terkait
Korban Pembunuhan Klien, Anti Puspitasari Tewas Usai Pernah Klarifikasi Soal Open BO
Prabowo Siapkan Sjafrie-Purbaya Masuki Poros Kekuasaan Jokowi, Ini Strategi Setahun Pertama
Viral Tragedi Timothy Anugerah Mahasiswa Unud: Diduga Bunuh Diri Akibat Tekanan Bullying
Ibu Hamil Tewas Dibunuh di Hotel Palembang, Kronologi dan 5 Fakta Mengejutkan dari Teman Pria