Dia menyebut kembali kasus-kasus klasik yang kerap dikaitkan dengan Firli, yaitu soal pertemuan Firli dengan Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Bahrullah Akbar dan Gubernur Nusa Tenggara Barat M. Zainul Majdi yang kerap disapa Tuan Guru Bajang (TGB).
Agus tidak menjelaskan konteks pertemuan-pertemuan itu, dan penjelasan-penjelasan yang telah disampaikan Firli dalam berbagai kesempatan, terutama saat Firli mengikuti uji kelayakan dan kepatutan sebagai pimpinan KPK RI di hadapan Komisi III DPR RI, 12 September 2019.
Karena di dalam wawancara tidak menjelaskan secara utuh pertemuan Firli Bahuri dengan Bahrullah Akbar dan TGB, maka semakin bertambahlah opini publik yang memberatkan Firli Bahuri di tengah serangan yang dihadapinya.
Padahal kepada anggota Komisi III DPR RI yang mengujinya di bulan September 2019 itu, Firli telah menjelaskan secara utuh konteks pertemuan dirinya baik dengan Bahrullah Akbar maupun dengan TGB.
Untuk pertemuan dengan Bahrullah Akbar, kata Firli, dirinya menjemput di lobi karena diminta oleh auditor utama Nyoman Wara. Dia lalu membawa Bahrullah Akbar ke ruang kerjanya di lantai 12. Tetapi tidak menutup pintu agar dapat didengarkan oleh stafnya.
Firli juga meminta stafnya untuk mencari tahu penyidik mana yang akan memeriksa Bahrullah Akbar. Sekitar lima menit kemudian penyidik KPK pun datang untuk membawa Bahrullah Akbar ke ruang pemeriksaan.
Adapun pertemuan dengan TGB terjadi karena Firli Bahuri yang pernah menjadi Kapolda NTB (2017-2018) memenuhi undangan Danrem 162/Wira Bhakti untuk menghadiri turnamen tenis. Adapun TGB hadir ketika Firli sedang bermain tenis.
Agus Sosok Bersih?
Cerita yang disampaikan Agus Rahardjo dalam wawancara di Kompas TV mau tidak mau akan mendorong orang yang sungguh-sungguh peduli dengan pencegahan dan pemberantasan korupsi, membuka-buka kembali catatan lama.
Terutama catatan mengenai sepak terjang Agus Rahardjo saat memimpin lembaga anti rasuah ini.
Informasi yang pernah diperoleh mengatakan bahwa Agus Rahardjo memiliki persoalan yang jauh lebih serius dari sekadar menjemput tamu di lobi gedung KPK dan memenuhi undangan turnamen tenis dari pimpinan TNI di satu wilayah.
Agus misalnya pernah secara serampangan dan sendiri menandatangani surat penyidikan kasus pengadaan 26 kapal di Ditjen Bea Sukai dan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Surat penyidikan ditandatangani Agus sendirian, tidak melibatkan pimpinan KPK lainnya. Bahkan kasus itu pun tidak diusut melalui prosedur yang semestinya. Deputi Penindakan KPK pun tidak tahu.
Kasus lain yang juga memperlihatkan kelemahan Agus Rahardjo dalam penanganan kasus korupsi adalah dalam kasus mantan Direktur Utama PLN Sofyan Basir dan PLTU Riau-1.
Kasus ini dinilai tidak memenuhi unsur untuk ditingkatkan menjadi penyidikan dan apalagi penuntutan sebab hanya mengandalkan kesaksian Wakil Ketua Komisi VII Eni M. Saragih.
Untuk kasus ini Agus Rahardjo mengabaikan satu prinsip penting dalam penegakan hukum yakni unus testis nullus testis yang artinya, keterangan seorang saksi yang berdiri sendiri tanpa didukung alat bukti lain tidak memiliki kekuatan dalam pembuktian.
Singkatnya, memperhatikan dan mencermati hal-hal yang disampaikan Agus Rahardjo di Kompas TV seperti melihat seseorang yang sedang menepuk air di dulang, dan wajahnya pun terpercik sendiri.
Sumber: RMOL
Artikel Terkait
TNI Gagalkan Aksi Begal & Tabrak Lari di Tol Kebon Jeruk, 3 Motor Curian Disita
Kalah Telak! Mr J PSI Tumbang di Tangan Anak Buah Prabowo
Pemkot Surabaya Gandeng Densus 88, Ini Tujuan dan Langkah yang Akan Dilakukan
Prabowo Izinkan Jokowi Diadili? Ini Kata Pengamat Soal Sinyal Purbaya