Ia menilai tujuan dari RUU Boikot Produk Israel ini lebih pada penguatan desakan agar perusahaan yang 'complicit' segera menghentikan dukungannya kepada pemerintah apartheid teroris Israel.
Hidayat menambahkan diskursus mengenai pembentukan RUU Boikot Produk Israel ini memang bukan yang pertama. Sebelumnya, pada 2018, Senator asal Irlandia Frances Black juga mengusulkan RUU serupa, yakni 'control of Economic Activity (Occopied Territories) Bill 2018'.
"RUU itu memang sebatas boikot impor produk dari Israel ke Irlandia, dan belum berhasil disahkan. Namun, ini menunjukkan gagasan ini sudah pernah diwacanakan di negara lain," ucap Hidayat.
Hidayat menyadari ada tantangan secara teknis dalam mengusulkan RUU ini karena belum dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional long-list (2019 - 2024). Namun, bukan berarti hambatan teknis ini tidak bisa diatasi. Ia merujuk kepada aturan Tata Tertib DPR RI yang menyatakan bahwa pengusulan RUU di luar prolegnas masih sangat memungkinkan.
Hidayat mengutip pasal 114 ayat (4) Tata Tertib DPR bahwa dalam keadaan tertentu, DPR atau Presiden dapat mengajukan RUU di luar Prolegnas mencakup: (a) untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam; dan keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu RUU yang dapat disetujui bersama oleh Baleg dan Menteri Hukum dan HAM.
Sumber: inilah
Artikel Terkait
Gus Ipul Gelar Doa Bersama Pemulung Bantargebang, Apresiasi Pahlawan Keluarga
KAI Daop 1 Jakarta Tertibkan Bangunan Ilegal di Atas Lahan Miliknya di Bogor
Waspada Puncak Musim Hujan 2025-2026: BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem & Ancaman Banjir-Tanah Longsor
Modus Pura-pura Tanya Guru, Pelaku Curi Motor di SDN Lebak