Isi di dalam amandemen tersebut lebih banyak muatan dendam politis ketimbang kekuatan ideologis NKRI. Dan semakin menuju ke penghujung kekuasaan Jokowi, semakin nyata implementasi buruknya. Sehingga kembali ke UUD 1945 asli menjadi tugas kewajiban kita semua.
Di sisi lain, Jokowi seperti menunjukan gejala 'ketagihan berkuasa' atau 'addiction reigns supreme'. Yakni suatu sindrom psikologis yang tentunya cukup berbahaya bilamana instrumen demokrasi yaitu partai politik dan lembaga tinggi negara lainnya justru memberikan akses legalisasi pada cara kekuasaan itu.
Situasi ini tentu saja sangat amat tidak sesuai marwah demokrasi Pancasila, dimana sangat menjauhi cara-cara nepotisme bernapas kolusi bernuansa koruptif terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara yang sehat dan kuat.
Kini, dengan telah terjadinya perilaku tidak tahu malu dan tidak tahu diri oleh Hakim MK itu, merujuk keterlibatan jajaran keluarga menjadi catatan yang penuh kontroversi dan akibatnya terganggunya sistem kepercayaan mulia rakyat terhadap individu penguasa serta lembaga hukum tertinggi yang bertugas menjaga konstitusi bersama.
Bagaimanapun sepak terjang perpolitikan Tanah Air yang terjadi beberapa tahun terakhir ini menunjukan stagnansi kemandirian lembaga negara terhadap pihak Istana. Sehingga tentu saja Presiden Jokowi tidak dapat disalahkan sepenuhnya karena seperti tercatat dalam banyak sejarah kepemimpinan suatu negara.
Dan meskipun langkah-langkah yang diperankan Presiden Jokowi demi maksud suksesi kepemimpinan, namun tanpa sadar situasi yang tercipta selain dapat membahayakan dirinya sendiri tapi juga bangsanya bilamana tidak dpulihkan secara 'rule of the law' bagi rasa keadilan rakyat banyak.
*(Penulis adalah pemerhati sosial politik)
Artikel Terkait
Trump Yakin Arab Saudi Akan Ikut Perjanjian Abraham, Meski Saudi Tegaskan Syarat Palestina
Strategi Nova Arianto Atasi Tekanan Mental Timnas Indonesia U-17 di Piala Dunia 2025
Komisaris Transjakarta Ainul Yaqin Didesak Mundur, Kecaman Internasional hingga Ancaman Gorok Leher
Komisaris Transjakarta Ainul Yaqin Didesak Mundur, Kecaman Internasional Bergema