Dengan demikian, maka komposisi timses Amin harus seimbang antara kelompok oposisi dan parpol pendukung. Kecuali Amin berani mengambil risiko kehilangan suara rakyat yang ingin perubahan.
Tentu saja timses harus diisi juga oleh berbagai perwakilan golongan yang ada di Indonesia. Sebab, warna keberagaman Amin harus mencapai wawasan nusantara. Jika terlalu Jawa Sentris, rakyat luar Jawa akan menggerutu.
3. Ketua Timses adalah hal ketiga yang vital. Ketua tim harus juga merepresentasikan sosok pemimpin perang yang kokoh. Sebagai pemimpin dia harus mengerti strategi perang, mampu mengonsolidasikan kekuatan dalam waktu 100-an hari lagi dan banyak jaringan untuk mendapatkan dukungan, baik material maupun nonmaterial. Kekuatan yang harus dikonsolidasikan tentu terkait dengan visi misi perubahan.
Mengapa Gatot Nurmantyo?
Gatot Nurmantyo adalah sosok Jenderal oposisi yang 5 tahun belakangan ini mengemban isu perang global, yakni antikomunis. Isu ini mengena pada 50 juta lebih masyarakat Indonesia usia di atas 50 tahun. Secara strategis isu ini diametral dengan Jokowi dan rezimnya yang mengusung rehabilitasi sepihak pada korban/pelaku G30S PKI melalui Keppres 17/2022.
Jumlah suara pendukung Gibran, jika diasumsikan paralel dengan isu Keppres 17/2022 tersebut berjumlah sekitar 15 juta jiwa dan itu akan mendukung Prabowo-Gibran. Sebaliknya, jika Gatot menjadi Ketua Timses Anies, sedikitnya jumlah yang sama akan mendukung Amin, sebuah jumlah korban kekejaman G30S dulu.
Kedua, Gatot Nurmantyo merupakan jenderal penuh dengan kedekatan luar biasa pada Islam. Guru ngaji Gatot dan Muhaimin Iskandar, salah satunya adalah KH Thoyifur di Purworejo. Namun, Gatot yang gandrung berguru ke kiai-kiai dan ulama, mempunyai jaringan yang kuat dengan tokoh masyarakat.
Sebagai orang Solo asli (bukan Tegal) maupun mantan Danrem Bogor dan Panglima di Jawa Timur, Gatot memiliki pengetahuan bagaimana mengorganisir kekuatan di sana.
Ketiga, Gatot dipersepsikan dekat dengan Tommy Winata. Tommy Winata kabarnya adalah salah satu dari 9 naga yang paling disegani di Indonesia. Namun, bagi Gatot, Tommy adalah sosok nasionalis yang menjadi supporter seumur hidup bagi eksistensi tentara nasional.
Kepada saya, Gatot pernah mengatakan bahwa dia mengenal Tommy ketika masih naik sepeda motor dan antre untuk ketemu Jenderal Edi Sudrajat. Sekali lagi Gatot bukan anak buah Tommy. Bahkan, Gatot mendukung ide negara di atas kekuatan dan kepentingan konglomerat.
Sosok yang demikian kokoh pada Gatot Nurmantyo adalah pilihan utama bagi Amin jika mau menang. Hal ini pun saya ungkap di publik karena beberapa hari lalu saya membaca di media, Gatot bersedia mundur dari KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) jika dilamar Amin sebagai timses.
Tentu saja banyak kekhawatiran bahwa rezim akan memblokade Amin jika bergandengan dengan Gatot. Namun, sebagai ahli strategi, saya meyakini "perang segitiga" capres-cawapres bukan era lalu lagi.
Sejak pendaftaran capres-cawapres ke KPU, maka situasi berubah. Kekuatan rezim terbelah. Fokus semua adalah masing-masing memenangkan calonnya.
Demikianlah pikiran saya ini. Salam Perubahan dari Danau Toba.
(Penulis adalah Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle)
 
                         
                                 
                                             
                                             
                                             
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                
Artikel Terkait
Apple Proyeksikan Penjualan iPhone Tumbuh Dua Digit di Kuartal Liburan, Saham Melonjak
Golden Dome AS Tak Berkutik: Pakar Beberkan Alasan Rudal Nuklir Burevestnik Rusia Tak Terkalahkan
Demo Toba PKL Tuntut Klarifikasi Pendeta Victor Tinambunan, Bupati Turun Tangan
3 Tersangka Penipuan Trading Kripto Rugikan Korban Rp 3 Miliar, Ini Modusnya