GELORA.ME - Dulu Presiden Joko Widodo (Jokowi) dianggap memiliki kekuatan politik nyaris tak tertandingi.
Ia didukung kabinet yang solid, partai-partai besar, hingga mesin negara yang bergerak seirama.
Namun, peta politik kini berubah.
Satu per satu pilar penopang itu runtuh, menyisakan relawan sebagai kekuatan terakhir yang masih bertahan.
Pertanyaannya, apakah dukungan relawan saja cukup untuk menjaga pengaruh Jokowi di tengah pusaran politik yang kian keras?
Berikut empat tandanya:
1. Loyalis Disingkirkan dari Kabinet
Pencopotan Budi Arie, sosok yang dikenal sebagai loyalis sejati dan lahir dari rahim relawan, menjadi sinyal tegas.
Selama ini, Budi Arie adalah simbol kedekatan personal Jokowi sekaligus representasi jaringan relawan di lingkar kekuasaan.
Keputusan itu memperlihatkan bahwa kendali Jokowi atas kabinet tidak lagi mutlak, bahkan di dalam rumahnya sendiri.
2. Partai Politik Mulai Berpaling
Selama dua periode, Jokowi adalah pusat gravitasi politik.
Hampir semua partai, termasuk yang awalnya berseberangan, akhirnya merapat ke koalisi pemerintah.
Kini situasinya berbalik: partai-partai besar justru berbondong-bondong mendekat ke Presiden Prabowo Subianto.
Jokowi kehilangan daya tarik politik, dan dukungan partai yang dulu kokoh kini tampak rapuh.
3. Mesin Kekuasaan Melemah
Pengaruh Jokowi atas birokrasi dan aparat negara juga meredup.
Jika dulu restu Jokowi dianggap sebagai lampu hijau, kini pejabat tinggi dan elite politik lebih memilih membaca arah dari poros kekuasaan baru.
Mesin negara yang dulu bergerak rapi di bawah kendali Jokowi kini terlihat macet dan kehilangan koordinasi.
4. Relawan Jadi Penopang Terakhir
Di tengah melemahnya dukungan kabinet, partai, dan birokrasi, relawan masih setia berdiri di belakang Jokowi.
Mereka aktif di jalanan, di media sosial, dan dalam berbagai deklarasi dukungan.
Namun, relawan tidak punya kekuatan struktural untuk menentukan arah kebijakan atau menjaga warisan politik di meja elit.
Dukungan mereka lebih bersifat simbolik daripada strategis.
Kekuatan Jokowi kini bertumpu pada loyalitas relawan yang militan, tetapi terbatas.
Tanpa dukungan struktural dari kabinet, partai politik, dan birokrasi, relawan hanya mampu memberi gema simbolis, bukan kekuatan nyata di panggung kekuasaan.
Sejarah politik Indonesia menunjukkan, cinta relawan bisa melambungkan seorang tokoh, namun jarang cukup untuk mempertahankannya di puncak kekuasaan.
Jokowi masih punya nama besar, tapi apakah nama besar tanpa mesin politik bisa menjaga warisan yang ia tinggalkan?
Sumber: porosjakarta
Artikel Terkait
Tutup Akses Dokumen Ijazah Capres dan Cawapres ke Publik, KPU Bilang untuk Perlindungan Data Pribadi
Adhie M Massardi Yakin 100% Menag Yaqut Tak Berani Lego Kuota Haji Tanpa Perintah Jokowi
Kasus Korupsi Kuota Haji, Sekretaris LP PBNU Mangkir dari Panggilan KPK
Roy Suryo Klaim Punya Bukti Gibran Hanya Kursus 6 Bulan di Australia: Bukan Sekolah Setara SMA/SMK Selama 3 Tahun!