GELORA.ME - Pakar forensik digital, Dr Rismon Hasiholan Sianipar, menantang Kejaksaan Agung untuk tidak berhenti pada mantan Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim, dalam pengusutan dugaan korupsi pengadaan laptop merah putih.
Rismon menegaskan, Kejagung juga harus memeriksa nama besar lain yang disebut-sebut terkait, termasuk Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.
“Berani memeriksa Luhut, memangnya Luhut siapa? Kok bisa seperti kayak takut semua,” kata Rismon dalam keterangannya dikutip pada Rabu (10/9/2025).
Dikatakan Rismon, kasus ini tidak boleh hanya berhenti pada sosok Nadiem.
Apalagi, nilai anggaran pengadaan laptop merah putih disebut mencapai Rp9,9 triliun atau hampir Rp10 triliun.
Dari jumlah tersebut, kerugian negara diperkirakan mencapai Rp1,98 triliun.
“Dulu seringkali Luhut bilang pengadaan laptop merah putih. Harusnya Kejaksaan tidak berhenti di situ (pada Nadiem),” tegasnya.
Rismon juga meminta agar Nadiem tidak mau menjadi korban sendirian.
“Jangan (hanya) Nadiem diperiksa, terus orang besar di baliknya seperti Luhut tidak diperiksa. Terus berhenti di Nadiem Makarim,” sesalnya.
Ia menambahkan, Nadiem seharusnya berani mengungkap siapa saja yang sebenarnya terlibat dalam kasus tersebut.
“Nadiem juga seharusnya jangan mau tenggelam sendiri di penjara. Harus berani mengungkap apa yang sesungguhnya, siapa yang terlibat, siapa saja menikmati uang tersebut,” kata Rismon.
Ia menegaskan, sudah saatnya Indonesia berbenah dalam pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu.
“Bilang aja dan Indonesia harus berbenah siapa saja yang maling uang rakyat, termasuk si Luhut,” pungkasnya.
Sebelumnya, Politikus PDIP, Ferdinand Hutahaean, kembali menyemprot pernyataan Kepala Dewan Ekonomi Nasional, Luhut Binsar Panjaitan.
Seperti diketahui, Luhut meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak terlalu sering melakukan operasi tangkap tangan (OTT).
Dikatakan Ferdinand, ucapan Luhut justru mengindikasikan adanya masalah serius.
Ia menilai pernyataan itu seolah mengakui ada praktik yang tidak bersih dalam pemerintahan.
"Dari pernyataan beliau kan menyatakan bahwa kita nggak sempurna, nggak bersih-bersih amat. Artinya kan ada kotoran, kotoran hukum yang layak ditindak secara hukum,” ujar Ferdinand, Jumat (5/9/2025).
Ferdinand menegaskan, jika memang demikian, KPK harus menelusuri lebih jauh.
"Tinggal KPK menelisik sejauh mana, apakah memang Pak Luhut pernah melakukan pelanggaran pidana dalam pemerintahan yang disebut korupsi atau tidak,” tegasnya.
Kata Ferdinand, pernyataan Luhut yang terkesan tidak senang dengan OTT dapat diartikan sebagai sikap anti pemberantasan korupsi.
“Saya pikir ini hanya sebuah respons terhadap sikap Luhut selalu tidak senang dengan OTT. Bahwa seolah-olah OTT itu mengganggu jalannya pemerintahan,” Ferdinand menuturkan.
Ferdinand juga menekankan bahwa apa yang disampaikan Luhut bisa dianggap sebagai upaya menghalangi proses pemberantasan korupsi.
“Jadi yang disampaikan Luhut itu bagi saya adalah sikap anti pemberantasan korupsi. Jadi kalau bahkan menghalang-halangi pemberantasan korupsi, kan boleh dong dipanggil KPK,” terangnya.
Lebih jauh, ia mengingatkan bahwa tindakan menghalang-halangi pemberantasan korupsi bisa masuk kategori pidana.
“Itu lama-lama kan bisa dikategorikan sebagai obstruction of justice,” tandasnya.
Ia juga menyinggung soal intensitas OTT yang dilakukan KPK, yang menurutnya tidak berlebihan.
“Karena KPK kan baru melakukan OTT juga ya,” imbuhnya.
Ferdinand bahkan menduga Luhut ingin mempengaruhi jalannya penyelidikan.
"Jadi jangan-jangan Luhut dengan pernyataannya sedang ingin menghalangi penyelidikan,” kuncinya.
Sumber: Fajar
Artikel Terkait
Mengejutkan! Keponakan Prabowo Rahayu Saraswati Mundur Dari Anggota DPR, Kenapa?
Rencana Jenderal TNI Laporkan Ferry Irwandi Terganjal Aturan Ini!
INFO! Eks Wamendes Paiman Raharjo Cabut Gugatan ke Roy Suryo dkk Terkait Isu Ijazah Jokowi, Apa Alasannya?
Terungkap! Ini Profesi Yudo Sadewa Anak Menkeu Baru Yang Bikin Heboh Publik