Berdasarkan hasil perhitungan ICW, seseorang yang memiliki dua perusahaan tersebut menguasai pasar sekitar 33 persen dari layanan umum dari total jamaah haji sekitar 203 ribu orang.
Lalu terkait dengan pengadaan catering, ICW menemukan tiga persoalan. Pertama, makanan yang diberikan kepada jamaah haji tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 28/2019 terkait dengan angka kecukupan energi.
"Mengapa kami bisa bilang bahwa dari proses perencanaannya sudah bermasalah? Sebab dalam Permenkes tersebut idealnya secara umum individu itu memerlukan atau membutuhkan kalori sekitar 2.100. Tapi berdasarkan hasil penghitungan kami, rata-rata makanan yang diberikan oleh Kementerian Agama melalui penyedia kepada jemaah haji, itu berkisar 1.715 sampai 1.765. Artinya apa? Artinya dari proses perencanaan, konsumsi yang diberikan itu tidak sesuai dengan kebutuhan gizi yang diberikan kepada jemaah haji. Itu persoalan pertama," jelas Wana.
Selanjutnya kata Wana, ICW juga menemukan adanya dugaan pungutuan dari salah satu terlapor yang merupakan pegawai negeri terhadap penyedia makanan.
"Pemberian konsumsi atau harga konsumsi yang dialokasikan oleh pemerintah, itu totalnya 40 Real atau sekitar kalau dikalkulasi 1 Real itu sekitar Rp4.000, maka satu konsumsi pagi, siang, malam itu sekitar Rp200.000. Lalu kemudian dari setiap makanan itu terdapat dugaan pungutan sebesar 0,8 sar atau 0,8 Real," terang Wana.
"Sehingga berdasarkan hasil penghitungan kami, ketika adanya pungutan, dugaan pungutan yang dilakukan oleh pegawai negeri, maka terlapor yang kami laporkan kepada KPK itu mendapatkan keuntungan sekitar Rp50 miliar," sambung dia.
ICW juga menemukan adanya pengurangan spesifikasi makanan yang diterima jamaah haji.
“Berdasarkan hasil penghitungan kami, ada dugaan pengurangan spesifikasi makanan itu sekitar 4 Real. Yang mana jika dikalkulasi ke rupiah, maka potensi kerugian negara terhadap pengurangan spesifikasi konsumsi itu sekitar Rp255 miliar," bebernya.
Temuan itu, lanjut dia, juga sama dengan temuan dari Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR yang menemukan adanya pengurangan spesifikasi kontrak atau spesifikasi konsumsi dari kontrak yang telah ditetapkan.
Sumber: RMOL
Artikel Terkait
Polemik Utang Kereta Cepat Whoosh: Puan Maharani Tegaskan DPR dan Pemerintah Akan Bahas Tuntas
Nasib Gubernur Riau Abdul Wahid Usai OTT KPK 2025: Uang Rp1 Miliar Disita
Luhut Disebut Dewa Penyelesai Proyek Kereta Cepat Whoosh, Ini Faktanya
OTT KPK Gubernur Riau Abdul Wahid: Fakta, Respons UAS, dan Kronologi Terbaru