Komarudin menyebut, Prabowo adalah orang yang tahu terima kasih. Ia menyindir ada pihak yang tidak tahu terima kasih meski sudah dibantu dan dibesarkan sejak kecil.
“Dari Pak Prabowo, dia tunjukkan bahwa saya itu orang yang tahu berterima kasih. Bukan seperti yang lain, yang makan di piring, berak di piring. Kira-kira begitu dia mau sampaikan,” ucap dia.
Hanya saja, siapa sosok yang dimaksud makan dan berak di piring, Komarudin enggan menyebut secara rinci.
Namun Komar menyebut, Megawati pernah membantu Prabowo untuk kembali ke Tanah Air Indonesia ketika dirinya ‘terlantar’ di negara lain.
“Yang tersirat di situ. Karena bagaimanapun saat dulu reformasi dia keluar negeri, Ibu (Mega) juga berjasa untuk kembalikan dia (Prabowo) ke Indonesia,” ucap dia.
Sementara terkait pujian Prabowo terhadap Jokowi yang turut hadir dalam HUT Gerindra, Komarudin mengatakan, harus dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda.
“Begini. Kau jangan terlalu semangat dulu. Kalau saya lihat itu dari dua sisi. Ada tersurat dan tersirat. Tersiratnya begini. Pak Prabowo mau kasih tahu kepada Pak Jokowi. Saya ini orang tahu berterima kasih loh kepada orang yang berbuat baik kepada saya,” ujar Anggota Komisi II DPR RI tersebut.
“Saya bukan tipe orang yang melupakan kebaikan orang lain. Itu pesannya. Sebenarnya itu yang harus dilihat. Jadi jangan lihat di permukaan yang tersurat,” tutur dia.
Prabowo Subianto mengaku tak suka jika ada pihak yang menjelek-jelekkan Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri.
Menurutnya, Megawati merupakan sosok yang berjasa bagi negeri.
Prabowo mengatakan semua presiden punya bagiannya masing-masing dalam membangun Indonesia. Dia hanya meneruskan fondasi yang sudah dibentuk.
"Berarti kita Insyaallah akan berhasil membawa kebaikan kepada negara dan Rakyat Indonesia. Jadi apa yang saya lakukan sekarang ini karena letak fondasi dasar dibuat oleh presiden-presiden terdahulu. Semuanya punya bagian," kata dia di acara HUT ke-17 Gerindra di Sentul International Convention Center (SICC) Bogor pada Sabtu (15/2).
"Ibarat kita bangun rumah Bung Karno letakkan, Pak Harto membangun, dan seterusnya. Pak habibie, Gus Dur, Ibu Mega," sambungnya.
Saat menyinggung Megawati inilah, Prabowo membelanya. Dia mengaku tidak suka apabila ada yang menjelek-jelekkan sosok Ketum PDIP itu.
'Jangan Biarkan Publik Mengira Jokowi Masih Presiden, Lalu Prabowo Itu Apa?'
Dalam dinamika politik Indonesia pasca-Pemilu 2024, ada satu fenomena menarik yang tengah berkembang dalam persepsi publik: seolah-olah pemerintahan masih berada di bawah kendali penuh Joko Widodo (Jokowi), padahal mandat kepemimpinan sudah seharusnya beralih kepada Prabowo Subianto sebagai Presiden terpilih dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden.
Jika tidak diantisipasi, persepsi ini bisa berkembang menjadi opini umum yang menciptakan kebingungan politik dan merusak legitimasi kepemimpinan baru.
Salah satu kasus yang mencerminkan problematika ini adalah kebijakan pemagaran laut yang menimbulkan polemik besar.
Prabowo, yang kini telah menjabat sebagai Presiden, telah memerintahkan agar pagar tersebut dicabut.
Namun, yang menjadi perhatian publik bukan hanya soal pencabutan kebijakan itu, melainkan bagaimana peran Jokowi dalam keputusan awal pemasangan pagar tersebut.
Situasi ini menegaskan bahwa meskipun secara resmi bukan lagi Presiden, bayang-bayang Jokowi masih sangat kuat dalam berbagai kebijakan pemerintahan.
Ketika kebijakan ini menuai protes luas, para menteri yang seharusnya bertanggung jawab mulai cuci tangan, menghindari tanggung jawab, dan saling melempar beban.
Akhirnya, sorotan kembali tertuju pada Jokowi sebagai sosok yang berada di balik banyak keputusan kontroversial.
Bahkan orang yang paling awam dalam politik pun bisa melihat dengan jelas bagaimana pengaruh Jokowi masih mendominasi jalannya pemerintahan.
Fenomena ini berbahaya jika dibiarkan terus berkembang. Jika opini publik semakin mengarah pada anggapan bahwa Jokowi masih menjadi Presiden de facto, maka posisi Prabowo sebagai pemimpin yang sah akan menjadi semakin lemah di mata rakyat.
Kredibilitasnya sebagai kepala negara bisa tergerus jika ia tidak segera mengambil langkah tegas untuk menunjukkan bahwa ia benar-benar pemegang kendali penuh atas pemerintahan.
Maka, tantangan terbesar bagi Prabowo saat ini bukan hanya sekadar menjalankan roda pemerintahan, tetapi juga membangun persepsi publik bahwa ia adalah pengambil keputusan utama, bukan sekadar figur simbolis yang berada di bawah bayang-bayang pendahulunya.
Jika tidak, maka situasi ini bisa menjadi bom waktu yang meledak di kemudian hari, menggerus kepercayaan rakyat dan memperumit stabilitas politik nasional. ***
Artikel Terkait
Kejagung Malah Memohon ke Pengacara Silvester, Bukannya Buronkan: Apa Motif di Baliknya?
Menkeu Purbaya Dibilang Ceplas-ceplos, Benarkah Misbakhun Takut?
Jokowi-Prabowo Bertemu, Ini 5 Fakta di Balik Pertemuan yang Bikin Penasaran!
Hotman Paris Dibantah! JPU Tegaskan Ada Kerugian Negara dalam Korupsi Laptop Chromebook