Sebenarnya, tambah Didin, food estate yang mengandalkan korporasi besar dengan bentangan lahan yang sangat luas pernah terjadi di era Susilo Bambang Yudhoyono di Papua, lalu dilanjutkan Era Jokowi di Kalimantan tengah dan Sumatera Utara.
Lahan gambut yang sangat luas hanya ditanami tanaman monokultur dan banyak mengambil tanah-tanah adat atas nama Proyek Strategis Nasional hanya akan memperbesar konflik agraria. Sementara, swasembada pangan tak tercapai.
“Buktinya impor pangan jalan terus," tambah Didin. Kritik pada food estate bukan hanya dari pakar, calon presiden Anies Baswedan menyampaikan tinjauan kritisnya soal food estate.
Bila jadi presiden Anies akan menggulirkan agenda pangan berupa contract farming.
Contract farming berpendekatan desentralisasi dan memberi kepastian untuk seluruh petani. Proyek Food Estate digagas Presiden Jokowi sejak awal periode kedua kepimpinannya.
Proyek itu di bawah kendali Menteri Pertanian Sahrul Yasin Limpo dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan masuk dalam proyek prioritas strategis mengacu pada Perpres Nomor 108 Tahun 2022
Sumber: tvOne
Artikel Terkait
Ketua KPU Sewa Private Jet Rp 90 Miliar, Terungkap Perjalanan Mewah ke Bali dan Kalsel
Siapa Paling Diuntungkan dari Kereta Whoosh? Fakta Mengejutkan di Balik Proyek Kereta Cepat Indonesia!
Mahfud MD Sindir KPK Soal Laporan Mark Up Whoosh: Banyak Laporan Diabaikan, Kenapa yang Ini Malah Disuruh Lapor?
Whoosh Rugikan Negara, Benarkah Tanggung Jawab Jokowi Dipertanyakan?