GELORA.ME -Kegagalan food estate sebagai proyek strategis nasional di bidang pangan karena pendekatan yang militeristik, mirip tanam paksa di zaman Belanda.
Pendapat ini disampaikan Pakar ekonomi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Dr. Didin S. Damanhuri. “Food Estate era Jokowi ini diserahkan kepada Menteri Pertahanan Prabowo sehingga warna militerisme pertanian terjadi.
Dalam pelaksanaannya bersifat pemaksaan mirip tanam paksa zaman Belanda. Begitupun dalam penyelesaian konflik agraria tidak dengan cara-cara demokratis, tapi cenderung mengedepankan penggunaan aparat atau koersif,” ujarnya, Sabtu (25/11/2023).
Salah satu kelemahan terbesarnya adalah proses yang tidak melibatkan petani. Padahal, ujar Didin, Food Estate merupakan skenario G20 untuk menghadapi krisis pangan dunia dan Indonesia kebagian untuk membangun Food Estate.
Sayangnya, food estate hanya berbasis korporasi dan tak melibatkan petani dalam proses pelaksanaannya. “Hal ini berdampak kepada nasib petani serta lingkungan ekologis yang rusak serta makin memperburuk konflik agraria.
Petani tidak dilibatkan dalam membangun food estate tersebut, padahal mereka itulah menjadi tulang punggung produksi nasional padi dan pangan lainnya termasuk tercapainya swasembada di era Orba (1980-90) maupun sempat dicapai saat era reformasi, meski tidak panjang waktunya,” ujarnya.
Artikel Terkait
Ketua KPU Sewa Private Jet Rp 90 Miliar, Terungkap Perjalanan Mewah ke Bali dan Kalsel
Siapa Paling Diuntungkan dari Kereta Whoosh? Fakta Mengejutkan di Balik Proyek Kereta Cepat Indonesia!
Mahfud MD Sindir KPK Soal Laporan Mark Up Whoosh: Banyak Laporan Diabaikan, Kenapa yang Ini Malah Disuruh Lapor?
Whoosh Rugikan Negara, Benarkah Tanggung Jawab Jokowi Dipertanyakan?