“Pak Prabowo, Pak Zulhas dan Pak Anies semua kawan baik di luar politik. Saya sampai hari ini belum berpolitik… Tidak terpikirkan di kepala saya tentang cawapres,” kata Susi melalui pesan tertulis saat dihubungi BBC News Indonesia.
“Kunjungan-kunjungan beliau waktunya berdekatan… Kadi membuat banyak asumsi-asumsi di masyarakat. Semua bergosip, hoax-hoax ditebarkan baik yang suka maupun tidak suka,” tambah Susi.
Di balik itu, Susi juga menyoroti mengenai sistem ambang batas pencalonan presiden, “Sistem politik di kita dengan threshold dan beragam kepentingan elit sangat tidak memungkinkan untk siapapun yang tidak diinginkan mereka… partai dan elite,” tambah Susi.
Seberapa besar peluang Susi mendampingi Anies?
Direktur Eksekutif Parameter Politik Adi Prayitno mengatakan, kemunculan nama Susi menunjukkan bahwa hingga kini Anies belum menemukan sosok bakal cawapres yang tepat untuk menjadi pendampingnya untuk bertarung di pemilu 2024.
Lalu, seberapa besar peluang Susi mendampingi Anies?
Adi mengatakan jika dilihat dari sisi kapasitas, kompetensi dan latar belakang, Susi cukup memadai.
“Tapi kalau bicara angka statistik, Susi tidak jauh lebih baik dari AHY baik dari segi popularitas dan elektabilitas. Susi tidak muncul secara signifikan, jauh kalah dari AHY yang sudah di atas rata-rata.”
“Jadi kalau Anies tidak terlampau ingin AHY jadi pendampingnya, tentu jawabannya bukan Susi karena dia masih jauh di bawah AHY,” kata Adi.
Berdasarkan hasil survei Indikator Politik Indonesia Juni lalu, elektabilitas atau tingkat keterpilihan Susi sebesar 1%, jauh di bawah AHY (11,6%).
Kemudian, menurut Lembaga Survei Indonesia, nilai Susi adalah 0,9%, tetap masih jauh di bawah AHY yang memiliki skor 19,5%. Begitu juga dalam survei Indonesia Political Opinion di mana elektabilitas Susi sebesar 1,7%, di bawah AHY sebesar 10,9%.
Faktor lain kata pengamat politik dari Universitas Al Azhar Ujang Komarudin yang membuat Susi sulit mendampingi Anies adalah potensi hilangnya dukungan Demokrat.
“Ada tidak partai politik pendukung Susi di Koalisi Perubahan? Kalau Susi mau jadi cawapres tentu dia harus berkompromi dan melobi tiga partai itu. Tapi yang jelas kemungkinan besar jika Susi dijadikan cawapres, Demokrat akan lari, tidak mau mereka,” kata Ujang.
‘Anies butuh pendamping, bukan ban serep’
Di balik kemunculan beberapa nama-nama tersebut, Direktur Eksekutif Indostrategic, Ahmad Khoirul Umam, menegaskan bahwa, Anies Baswedan perlu mencari pendamping yang tidak bisa diposisikan semata-mata sebagai ‘ban serep’.
Menurutnya, bakal cawapres itu harus mampu memberikan kontribusi elektoral di tengah elektabilitas Anies yang menurut beberapa survei masih di bawah pesaingnya, Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto.
“Elektabilitas Anies sendiri tidak sekuat capres yang lain. Artinya dia tidak bisa menyandarkan pada elektabilitasnya sendiri. Tapi harus betul-betul mendapat dukungan back up dari cawapres.”
“Sehingga cawapres Anies tidak bisa semata-mata diposisikan seperti ban serep, tapi betul-betul harus tampil kompetitif memberikan dukungan dan kontribusi electoral yang memadai,” kata Khoirul.
Hasil survei Saiful Munjani Research & Consultant (SMRC) menunjukkan suara dukungan untuk Anies sempat mencapai 28,1% pada Desember 2022, seimbang dengan Prabowo.
Tapi begitu memasuki 2023, suara Anies terus tergerus hingga menjadi 19,7% pada awal Mei lalu.
Hasil survei Indikator Politik juga menunjukkan suara Anies sempat mencapai 28,4% pada Oktober 2022, di bawah Ganjar dan di atas Prabowo.
Namun pada Mei 2023, elektabilitas Anies merosot menjadi 21,8%. Sedangkan Prabowo melesat hingga 34,8%, sedikit melampaui Ganjar yang mendapatkan 34,4%.
Selain kekuatan elektabilitas, kriteria lain yang harus dimiliki bacawapres, kata Khairul adalah seseorang yang merepresentasikan corak politik nasionalis di Indonesia, “karena Anies sudah terstreotipe representasi dari kelompok Islam, kekuatan politik Islam.”
Adi Prayitno dari Parameter Politik menambahkan, “Wakil Anies itu harus kuat di Jawa Timur dan Jawa Tengah karena Anies lemah di dua provinsi ini. Kedua, yang bisa mengonsolidasi kekuatan politik NU. Anies sangat lemah di NU.”
Berdasarkan data KPU, tiga daftar pemilih tetap (DPT) di Indonesia berada di Provinsi Jawa Barat sebesar 35.714.901 pemilih, Provinsi Jawa Tengah 28.289.413 pemilih, dan Provinsi Jawa Timur 31.402.838 pemilih,
Sumber: bbc
Artikel Terkait
Profesor Ikrar Bongkar Bahaya Legacy Jokowi: Syarat Wapres Tak Lulus SMP Ancam Masa Depan Indonesia!
Ijazah Jokowi & Gibran Diklaim Palsu, Iwan Fals Beri Sindiran Pedas!
Mengapa Disertasi Dekan Fisipol UGM Tak Satu Pun Sebut Jokowi sebagai Alumni? Ini Fakta di Baliknya
Prabowo Kesal Terus Digelendotin Jokowi, Benarkah Hubungan Mereka Retak?