Perjanjian AS-Kongo 2025: Damai atau Dominasi Kobalt & Mineral Kritis?

- Kamis, 04 Desember 2025 | 16:50 WIB
Perjanjian AS-Kongo 2025: Damai atau Dominasi Kobalt & Mineral Kritis?

Merebut Hulu Rantai Pasokan: Kobalt dan Perlombaan Teknologi Hijau

Motivasi inti AS tidak dapat dipisahkan dari posisi strategis Kongo. Negara ini memegang lebih dari 50% cadangan kobalt dunia, mineral penting untuk baterai kendaraan listrik dan elektronik, serta kekayaan tantalum, lithium, dan tembaga. Dengan mengamankan akses dan pengaruh atas produksi mineral ini melalui perjanjian, AS bertujuan membangun dominasi di hulu rantai pasokan teknologi hijau. Langkah ini merupakan bagian dari persaingan global untuk memimpin transisi energi dan industri masa depan.

Risiko bagi Kedaulatan Kongo: Perdamaian Semu dan Ketergantungan

Bagi pemerintah Kongo pimpinan Presiden Tshisekedi, kerja sama ini membawa risiko signifikan. Meski menjanjikan solusi keamanan dan suntikan investasi, kemitraan dapat mengikis kedaulatan ekonomi nasional. Ketika infrastruktur vital dan sektor pertambangan strategis terikat dengan kepentingan asing, ruang kebijakan domestik menyempit. Selain itu, pendekatan AS yang menyederhanakan konflik kronis menjadi isu "dukungan Rwanda" berpotensi hanya menciptakan "pulau keamanan" di sekitar area pertambangan, tanpa menyelesaikan akar masalah konflik yang kompleks, sehingga berisiko melanggengkan ketergantungan dan ketidakstabilan jangka panjang.

Kesimpulannya, perjanjian Desember 2025 lebih dari sekadar dokumen damai. Ia merupakan manifestasi dari perebutan pengaruh geopolitik dan sumber daya di jantung Afrika, di mana narasi perdamaian digunakan untuk membingkai agenda strategis yang akan menentukan siapa yang mengendalikan mineral-mineral kritis masa depan.

Halaman:

Komentar