GELORA.ME - Pada suatu pagi di awal September, sebuah kepala babi berlumuran darah ditemukan di depan pintu Masjid Javel di jantung kota Paris. Di atasnya, sebuah nama tertulis dengan tinta biru, 'Macro'.
Hanya beberapa kilometer (sekitar satu mil) dari Menara Eiffel, masjid ini merupakan tempat ibadah bagi komunitas Muslim yang beragam dengan akar Lebanon, Aljazair, Iran, dan lainnya.
Mereka telah lama hidup berdampingan dengan tetangga di distrik rindang di ibu kota Prancis.
“Ini pertama kalinya hal seperti ini terjadi pada kami,” ujar Najat Benali, pengurus masjid, kepada Aljazirah English.
Jamaah yang hendak shalat Subuh mendapati tindakan penodaan tersebut pada Selasa, 9 September 2025.
Para jamaah menghubungi Benali yang kemudian bergegas ke lokasi.
“Mereka sangat terkejut,” kata Benali. Ketika hal seperti itu terjadi, “tentu saja, kami akan memeriksa lingkungan sekitar.”
Ketika polisi tiba, Benali mengetahui bahwa Masjid Javel bukan satu-satunya yang menjadi sasaran.
Secara total, sembilan kepala babi yang terpenggal telah disebar di depan pintu masjid-masjid di Paris dan sekitarnya, yang sedang diselidiki oleh otoritas Prancis. Hal ini sebagai tindakan campur tangan asing.
"Kita tidak bisa tidak membandingkan tindakan-tindakan sebelumnya yang telah terbukti sebagai tindakan campur tangan asing," kata Laurent Nunez, Kapolres Paris, dalam sebuah konferensi pers.
Menurut kantor kejaksaan Paris, dua orang yang mengendarai mobil berpelat Serbia mendekati seorang petani di wilayah utara Normandia untuk membeli 'sekitar 10' kepala babi pada Senin malam, 8 September.
Rekaman CCTV kemudian menunjukkan mereka tiba di kawasan Oberkampf, Paris.
Setelah meletakkan kepala-kepala babi di depan sembilan masjid, kendaraan tersebut kemudian melintasi perbatasan Prancis dengan Belgia pada Selasa pagi.
"Kepala-kepala babi yang ditinggalkan di depan masjid-masjid di wilayah Paris ditempatkan di sana oleh warga negara asing yang segera meninggalkan negara itu, dengan niat yang jelas untuk menimbulkan keresahan di dalam negeri," tulis Kantor Kejaksaan Umum Paris dalam sebuah pernyataan yang dibagikan kepada Aljazirah.
"Tujuannya adalah untuk meresahkan sesama warga negara, yang pada akhirnya menimbulkan pertanyaan tentang negara tempat kita tinggal, tentang keselamatan mereka, dan kemudian, tentu saja, menciptakan perpecahan antar komunitas," kata jaksa Paris, Laure Beccuau.
👇👇
Pria Berkaus
Di Masjid Islah di Montreuil, pinggiran timur Paris, Haider Rassool membuka rekaman CCTV di ponselnya.
Dalam video tersebut, seorang pria berkaus terlihat meletakkan kepala babi di sebelah kiri pintu masuk masjid sebelum mengambil foto dugaan kejahatannya.
"Awalnya kami sangat khawatir," ujar Rassool kepada Aljazirah.
"Lingkungannya tenang – kami rukun dengan tetangga kami. Ketika kami mengetahui bahwa kami bukan satu-satunya masjid yang menjadi sasaran, bukan berarti kami merasa tenang, tetapi setidaknya kami tahu itu bukan tindakan balas dendam pribadi."
Namun, insiden-insiden ini terjadi di saat kejahatan kebencian terhadap Muslim sedang meningkat di Prancis.
Prancis mencatat 145 tindakan Islamofobia dalam lima bulan pertama tahun 2025.
Angkanya meningkat 75 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Tindakan-tindakan terkini termasuk percobaan pembakaran, ancaman, dan bahkan pembunuhan, seperti pembunuhan Aboubakar Cisse, seorang warga Mali, pada bulan Mei.
Jajak pendapat IFOP terbaru yang diperoleh surat kabar Prancis Liberation menunjukkan bahwa dua dari tiga Muslim Prancis mengaku telah menjadi korban perilaku rasis dalam lima tahun terakhir.
"Sebagai seseorang dengan ayah Muslim, kejadian ini sungguh mengerikan, dan menyakitkan bagi saya pribadi," ujar Saphia Ait Ouarabi, seorang aktivis antirasisme Prancis, kepada Aljazirah.
"Seperti orang lain, saya khawatir. Ini tentang menenangkan adik-adik perempuan atau sepupu-sepupu saya yang bertanya apakah sesuatu mungkin terjadi pada mereka. Ada perempuan muda berjilbab yang saya temui di sekolah yang takut diserang. Sejujurnya, ini sangat sulit."
Rim-Sarah Alouane, seorang sarjana hukum dan peneliti hak asasi manusia di Universitas Toulouse Capitole, mencatat bahwa aktor asing memanfaatkan luka yang sudah ada di masyarakat Prancis.
"Intinya adalah mereka bahkan tidak perlu menciptakan perpecahan atau kekacauan; itu sudah ada di sana," kata Alouane.
"Mereka hanya perlu mengeksploitasinya. Ini mengubah kejahatan kebencian menjadi senjata disrupsi geopolitik.
Sejak akhir 2023, jaksa penuntut telah mengidentifikasi sembilan tindakan campur tangan asing di ibu kota Prancis, seringkali, tetapi tidak selalu, dengan tujuan menghasut kebencian agama.
Pada Mei 2024, Monumen Holocaust Paris dicoret-coret dengan cetakan tangan merah.
Di bulan yang sama, tiga warga Serbia ditangkap di kota Antibes, Prancis selatan, terkait dengan perusakan tiga sinagoge, sebuah restoran, dan Monumen Holocaust.
Kembali di masjid Javel, Benali mengatakan masyarakat tidak bisa diganggu gugat dengan tindakan vandalisme.
Segera setelah kepala babi ditemukan, ia dihubungi oleh para pemimpin agama lain di Paris.
“[Mereka berkata], ‘Dari saat seorang Muslim diserang, rasanya seperti kita semua diserang’ … Mereka ingin mengganggu stabilitas kami dengan mengadu domba kami. Yah, mereka salah."
Sumber: Republika
Artikel Terkait
Sentil Dirjen Pajak, Menkeu Purbaya Ancam Bawa Ahli IT Bereskan Coretax
GEGER! Pandji Pragiwaksono Bongkar Dugaan Rocky Gerung Jadi Jubir Prabowo, Ungkap Bukti Mengejutkan
Jokowi Perintahkan Relawan Dukung Prabowo-Gibran 2 Periode, Politikus Demokrat: Sakit dan tak Tahu Malu
HEBOH Beredar Foto Pertemuan Eks Menag Yaqut, Fuad Maktour dan Pelaku Bisnis Haji Umrah: Bahas Kuota Khusus?