Bayangkan Negara Sebesar Indonesia Dipimpin Wakil Presiden Yang Cuma Lulusan SMP, Apa Kata Dunia?

- Senin, 22 September 2025 | 18:00 WIB
Bayangkan Negara Sebesar Indonesia Dipimpin Wakil Presiden Yang Cuma Lulusan SMP, Apa Kata Dunia?




GELORA.ME - Bayangin, negara sebesar Indonesia dipimpin wakil presiden yang cuma lulusan SMP.


Gibran Rakabuming Raka lagi digugat karena rekam jejak pendidikannya dianggap tidak sesuai syarat.


Di data KPU, Gibran tercatat sekolah di Orchid Park Secondary School Singapura 2 tahun, lalu lanjut ke UTS insearch Sydney


Masalahnya, UTS Insearch ini bukan sekolah formal, melainkan hanya sebuah kursus selama 6 bulan sebagai jalur masuk ke University of Technology Sydney


Lembaga ini bahkan sudah ditutup dan tidak lagi ada sekarang.


Dengan begitu, pendidikan Gibran dianggap tidak memenuhi syarat sebagai lulusan SMA atau sederajat.


Padahal syarat menjadi wakil presiden jelas harus punya ijazah SMA resmi.


Artinya jika benar seperti itu, Gibran sama sekali tidak memiliki ijazah SMA yang sah.


👇👇


[VIDEO]




Roy Suryo 'Sentil' Keras Gibran: Orang Waras Pasti Ragukan Ijazahnya, Desak Mundur dari Kursi Wapres!




Kontroversi seputar ijazah Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kembali memanas setelah pakar telematika Roy Suryo melontarkan pernyataan tajam yang mendesak putra sulung Presiden Jokowi itu untuk mundur dari jabatannya. 


Menurut Roy, keabsahan ijazah Gibran sangat patut dipertanyakan oleh siapa pun yang berpikir jernih.


"Setiap orang yang masih berpikir waras pasti akan meragukan keabsahan ijazah Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka," tegas Roy Suryo dalam sebuah talkshow di televisi swasta bertema "Serangan Ijazah Jokowi-Gibran & Reshuffle Kabinet, Prabowo-Jokowi Retak?" belum lama ini.


Keraguan ini, menurut Roy, berakar pada data janggal yang sempat terpampang di situs resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU). 


Dalam data tersebut, riwayat pendidikan Gibran menunjukkan seolah-olah ia menempuh pendidikan setara SMA sebanyak dua kali, sebuah anomali yang menurutnya tidak wajar.


"Masak SMA dua kali. Kalau perguruan tinggi dua kali wajar, gelarnya beda," kata Roy.


Roy Suryo merinci bahwa Gibran pernah bersekolah di Orchid Park Secondary School di Singapura selama dua tahun, yang setara dengan tingkat SMA.


Selain itu, Gibran juga tercatat menempuh pendidikan di UTS Insearch Sydney, Australia, selama enam bulan, yang di Indonesia disetarakan dengan lulusan SMK. 


Atas dasar temuan inilah, Roy Suryo menyuarakan tuntutan tegas.


"Seorang Wapres yang ijazahnya bermasalah harusnya mundur," kata Roy.


Di sisi lain, pertarungan hukum terkait isu ini terus bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat


Sidang gugatan perdata yang dilayangkan oleh advokat Subhan Palal terhadap Gibran kini telah resmi berlanjut ke tahap mediasi setelah kelengkapan dokumen dari kedua belah pihak diverifikasi oleh majelis hakim.


“Maka sebelum sidang dilanjutkan perlu dilakukan mediasi,” kata Ketua Majelis Hakim, Budi Prayitno, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada Senin (22/9/2025).


Proses mediasi ini akan berlangsung selama 30 hari di bawah pengawasan hakim mediator Sunoto SH, MH. 


Apabila tercapai kesepakatan damai, maka perkara tidak akan dilanjutkan ke sidang pembuktian. “Sidang selanjutnya kami akan buka setelah mendapat laporan dari hakim mediator,” tambah Hakim Budi.


Namun, jalannya persidangan sempat diwarnai interupsi dari pihak penggugat. 


Subhan Palal mengajukan keberatan karena menuding KPU selaku tergugat dua telah mengubah data riwayat pendidikan Gibran setelah gugatan didaftarkan.


“Baik jadi kami mengajukan keberatan karena tergugat dua mengubah bukti. Jadi gini, saat kami melakukan gugatan, itu riwayat pendidikan akhir saudara tergugat 1 itu adalah ‘pendidikan terakhir’, saat ini diubah menjadi S1 oleh tergugat 2,” kata Subhan.


Gugatan ini sendiri tidak main-main. Subhan menuntut agar jabatan Gibran sebagai Wakil Presiden dinyatakan tidak sah karena dinilai telah melakukan perbuatan melawan hukum. 


Selain itu, ia juga menuntut ganti rugi materiel dengan nilai fantastis mencapai Rp125 triliun.


“Untuk disetorkan kepada negara. Saya berharap kerugian itu dibagi. Kepada semua warga negara. Kalau dilihat dari situ person per person. Warga negara. Cuma kebagian Rp5 ribu kira-kira,” jelasnya mengenai nilai tuntutan tersebut.


Sumber: Suara

Komentar