Menariknya, dua pernyataan ini menggambarkan dua wajah perlawanan sipil. Pertama, wajah doa dari para tokoh agama: penuh welas asih, hati-hati, bahkan memberi restu pada penguasa. Kedua, wajah data dari para tokoh kampus yang penuh catatan tebal, daftar reformasi, dan tuntutan hukum.
Dalam teori ruang publik Habermas (1991), kita bisa bilang bahwa tokoh agama mencoba menjaga “komunikasi moral” agar tidak pecah, sementara guru besar mengajukan “argumen rasional” agar negara tidak ambruk. Keduanya saling memperkuat dengan cara masing-masing.
Humornya ada di sini. Rakyat yang berdemo di jalan berpanas-panasan dan menghadapi gas air mata tentu butuh keduanya: doa agar tidak pingsan, dan data agar tuntutan mereka tidak dicatat polisi sebagai “gangguan kamtibmas” semata.
Pertanyaan reflektifnya kemudian, akankah pemerintah lebih mendengar doa atau data? Kalau mendengar doa, mungkin yang lahir adalah pidato penuh belas kasihan, plus janji-janji reformasi yang entah kapan. Kalau mendengar data, berarti siap ada reshuffle kabinet, revisi UU, bahkan reformasi Polri, hal-hal yang selama ini sering ditunda.
Sejarah Indonesia menunjukkan, suara moral agama pernah jadi pemicu perubahan (ingat peran KH Ahmad Dahlan, Gus Dur, Romo Mangun). Tapi suara akademisi juga pernah mengguncang rezim (ingat Petisi 50, atau gerakan mahasiswa 1998 yang berakar pada analisis kampus).
Kini keduanya hadir bersama, meski dengan gaya berbeda. Satu lembut, satu keras. Satu berdoa, satu memberi PR.
Kita boleh tersenyum membaca kontradiksi ini, tapi jangan lupa bahwa di luar gedung MUI dan ruang rapat para guru besar, ada rakyat yang jadi korban. Mereka yang luka, mereka yang ditangkap, mereka yang berduka.
Mungkin ungkapan terbaik untuk situasi ini adalah kalimat sederhana yakni “Indonesia memang pandai membuat pernyataan sikap, tapi masih gagap membuat kebijakan yang adil.”
Dan untuk pemerintah, doa plus data sudah diberikan. Tinggal pilih apakah mau menjawab dengan gas air mata lagi, atau dengan kebijakan berbelas kasih dan reformasi nyata?
(Penulis adalah Wartawan Senior)
Artikel Terkait
Israel Tentukan Negara Pengirim Pasukan Perdamaian ke Gaza, Indonesia Diisyaratkan Ditolak
Hussein Al Sheikh Ditunjuk sebagai Pengganti Mahmoud Abbas: Ini Aturan Suksesi Baru Palestina
Kementerian PU Gelar Pelatihan Konstruksi untuk Santri, Ini Tujuannya
Gugatan Ijazah SMA Gibran Diperkarakan di PN Jakpus, Tuntutan Ganti Rugi Rp125 Triliun!