Menurut Marcel Sara dari Badan Pengelola Perbatasan Daerah, lokasi pilar yang menjadi sengketa adalah bekas batas administratif antara Provinsi NTT dan Timor Timur saat masih menjadi bagian dari NKRI.
Setelah kemerdekaan Timor Leste pada 2005, kedua negara menyepakati batas negara berdasarkan garis demarkasi peninggalan masa kolonial Portugis-Belanda.
Kesepakatan inilah yang menjadi dasar pembangunan pilar oleh pihak Timor Leste.
Namun, pembangunan tersebut ditolak oleh warga setempat karena mereka mengklaim lahan tersebut sebagai hak ulayat yang telah dikelola selama bertahun-tahun.
Diperkirakan, sekitar 12,56 hektar lahan milik warga Indonesia berpotensi terdampak jika pilar perbatasan dipindahkan sesuai titik koordinat kesepakatan RI-RDTL.
Kementerian Luar Negeri (Kemlu RI) memberikan pernyataan terkait insiden ini.
Juru bicara Kemlu, Vahd Nabyl Mulachela, mengatakan bahwa Duta Besar RI untuk Timor Leste, Okto Dorinus Manik, telah mengunjungi lokasi untuk meninjau langsung situasi.
Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) secara khusus meminta pemerintah pusat untuk memberikan perhatian serius terhadap sengketa batas wilayah ini.
Mereka berharap insiden penembakan warga tidak terulang kembali di masa depan, menegaskan pentingnya penyelesaian damai dan komprehensif terhadap permasalahan perbatasan yang sensitif.
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Gaza Butuh Rp 881 Triliun untuk Bangkit Kembali, Ini Rincian Dana Rekonstruksinya
Vendor Proyek Chromeboook Kembali Serahkan Uang ke Kejagung, Ini Nilainya!
Gilang Paksa Hadiri Pemakaman Cindy, Istri yang Tewas Usai Bulan Madu: Apa yang Sebenarnya Terjadi?
VIDEO CALL SEKS JEBAK PENGUSAHA SAWIT, UANG RP 1,6 MILIAR MELAYANG