Eks Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yudi Purnomo Harahap, mendorong lembaga antirasuah mengusut tuntas aliran dana praktik korupsi berupa pemerasan dalam pengurusan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) periode 2019–2025 yang nilainya mencapai Rp81 miliar.
"Pengusutan aliran uang para penerima kasus pemerasan terkait dana dari korupsi sertifikasi K3 harus menjadi prioritas KPK. Agar bisa didapatkan gambaran bagaimana sistemiknya korupsi yang terjadi yang bertahan dari 2019 sampai saat ini atau sekitar 6 tahun," kata Yudi dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Jakarta, Minggu (24/8/2025).
Menurut Yudi, praktik pemerasan tersebut terus tumbuh subur selama enam tahun karena didiamkan oleh pejabat Kemnaker.
Ia mencontohkan, eks Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer Gerungan (IEG) atau Noel, seolah tutup mata atas praktik pemerasan dan bahkan meminta uang kepada Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personil K3 periode 2022–2025, Irvian Bobby Mahendro (IBM) yang dijuluki “Sultan” Kemnaker. Noel disebut menerima Rp3 miliar untuk renovasi rumah serta satu unit motor Ducati biru hitam.
Sementara itu, Irvian dituding sebagai aktor intelektual pemerasan K3 karena mengantongi uang paling besar hingga Rp69 miliar.
"Bahkan yang menarik, orang-orang yang menjadi aktor intelektual korupsi ini sudah menjadi tersangka malah dipanggil sultan. Padahal kita tahu ya sesama ASN, pejabat dengan ASN, ASN dengan pejabat sudah paham uangnya berapa. Sehingga ketika dia mempunyai uang yang gak wajar dan pasti tahu bahwa itu adalah uang korupsi justru malah terlibat. Bahkan mendapatkan bagian sebagai uang tutup mulut," ujar Yudi.
Karena itu, kata Yudi, kasus ini harus diusut hingga tuntas, termasuk dugaan aliran dana ke pejabat setingkat menteri. Praktik pemerasan ini diduga berlangsung sejak era Menaker Ida Fauziah (2019–2024) hingga berlanjut di masa Menaker Yassierli (2024–sekarang).
"Tidak peduli misalnya ternyata adalah Menteri ataupun ya Menteri pada masa sebelumnya ataupun pada saat ini ya. Jadi semua harus diusut tuntas. Yang penting adalah adanya pembuktian," tegasnya.
Yudi menambahkan, apabila ditemukan bukti kuat bahwa Menaker Ida maupun Yassierli menerima aliran dana, maka keduanya harus ditetapkan sebagai tersangka, menyusul Noel.
"Dan mereka yang mempunyai keterlibatan besar dan menerima aliran dana harus jadi tersangka," ucapnya.
Sebelumnya, KPK menegaskan akan terus menelusuri dugaan aliran dana pemerasan dalam pengurusan sertifikasi K3 di Kemnaker periode 2019–2025. Penelusuran ini bahkan menyasar hingga level menteri.
"Terkait dengan pengetahuan para pejabat lainnya, tentunya kita sedang mendalami," ujar Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (22/8/2025).
Asep menjelaskan, penyidik juga menelusuri pola serupa pada dugaan pemerasan pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) periode 2019–2024. Aliran dana disebut ditampung oleh staf khusus menteri sebelum sampai ke pejabat tinggi.
"Termasuk juga ini aliran dananya ke stafsus dan lainnya, itu sedang kita dalami seperti apa gitu, ya," kata Asep.
Dalam kasus ini, KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Rabu (20/8/2025) dan mengamankan 14 orang, termasuk Noel dan Irvian. Penyidik menyita barang bukti berupa uang tunai, 22 kendaraan (15 mobil dan 7 motor), serta uang tunai sekitar Rp170 juta dan USD 2.201.
KPK kemudian menetapkan 11 orang sebagai tersangka, termasuk Noel dan Irvian, pada Jumat (22/8/2025). Mereka ditahan selama 20 hari pertama terhitung 22 Agustus hingga 10 September 2025 di Rutan KPK Gedung Merah Putih.
Dari konstruksi perkara, KPK menemukan praktik pemerasan dalam pengurusan sertifikasi K3 di Kemnaker dengan nilai mencapai Rp81 miliar. Padahal, biaya resmi sertifikasi hanya Rp275 ribu sesuai tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Namun, buruh diminta membayar hingga Rp6 juta dengan modus memperlambat proses jika tidak ada pembayaran tambahan.
Aliran dana tersebut juga diduga masuk ke Noel, yang disebut menerima Rp3 miliar pada Desember 2024 serta motor Ducati Scrambler biru hitam bodong.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 12 huruf (e) dan/atau Pasal 12B UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sumber: inilah
Foto: Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo Harahap. (Foto: Antara/Benardy Ferdiansyah)
Artikel Terkait
Rocky Gerung Murka ke Sri Mulyani: Kalau Dia di Prancis sudah Lama Dipenggal Kepalanya
Massa Demo 25 Agustus Mulai Padati DPR, Polisi Pasang Barikade Beton
Waketum Partai Garuda Tegaskan Pemerintah Bukan Penyedia Lapangan Kerja, Bagaimana Dengan Janji Anak Jokowi?
Massa Demo 25 Agustus Mulai Padati Gedung DPR, Polisi Pasang Barikade Beton