Kelakuan Eko Patrio Munculkan Kebencian Rakyat ke DPR

- Jumat, 22 Agustus 2025 | 21:45 WIB
Kelakuan Eko Patrio Munculkan Kebencian Rakyat ke DPR


Anggota DPR Fraksi PAN, Eko Patrio, kembali menuai kontroversi setelah aksinya berjoget di gedung parlemen viral di media sosial. Bukannya meredam kritik, Eko justru mengunggah video parodi balasan yang memicu gelombang kemarahan publik. Pengamat politik Muhammad Huda menilai respons Eko tidak hanya blunder secara personal, tetapi juga memperlebar jurang ketidakpercayaan rakyat terhadap DPR.

Video awal yang beredar memperlihatkan Eko Patrio berjoget usai sidang. Banyak warganet yang menilai aksinya tidak pantas dilakukan di ruang parlemen yang semestinya dijaga kewibawaannya. Reaksi publik makin keras ketika Eko menanggapi kritik dengan unggahan video parodi menggunakan suara populer di media sosial.

Alih-alih dianggap santai atau jenaka, respons itu justru dipersepsikan sebagai bentuk perlawanan terhadap kritik rakyat. Publik menilai sikap tersebut tidak mencerminkan seorang wakil rakyat, melainkan lebih mirip selebritas yang mencari panggung di ruang publik.

Seiring viralnya video, komentar publik membesar menjadi gelombang amarah. Warganet menuding DPR semakin kehilangan martabatnya. Kritik yang semula diarahkan kepada Eko Patrio, akhirnya melebar menjadi sentimen negatif terhadap parlemen secara keseluruhan.

Muhammad Huda mengingatkan, tindakan Eko ini punya konsekuensi politis. “Alih-alih meredakan masalah, balasan seperti itu justru memunculkan kebencian rakyat terhadap DPR. Publik merasa kritiknya tidak dihargai, malah ditertawakan,” katanya, Jumat (22/8/2025)

Kasus Eko Patrio tidak bisa dipandang sekadar sebagai hiburan. Perilaku seorang anggota DPR di dalam ruang parlemen adalah simbol yang mewakili lembaga negara. Saat ruang itu digunakan untuk berjoget, publik merasa simbol kedaulatan rakyat dipermainkan.

Lebih parah lagi, respons parodi dari Eko dipandang kontraproduktif. Kritik yang seharusnya dijawab dengan klarifikasi atau sikap rendah hati justru dibalas dengan candaan. Hal ini menambah jarak emosional antara rakyat dengan wakilnya.

Dalam persepsi publik, satu kesalahan personal dapat melebar menjadi citra buruk bagi seluruh institusi. DPR akhirnya terseret bersama perilaku anggotanya, karena masyarakat cenderung melihat bahwa tindakan Eko mencerminkan budaya politik di parlemen.

Jika kasus semacam ini terus berulang tanpa koreksi, bukan hanya citra personal yang hancur, melainkan legitimasi DPR di mata rakyat juga terkikis. Kepercayaan publik yang sudah rendah bisa semakin runtuh, memperkuat anggapan bahwa DPR hanyalah panggung hiburan, bukan ruang perjuangan aspirasi rakyat.

Kontroversi Eko Patrio bisa dimanfaatkan lawan politik maupun masyarakat sipil untuk menekan DPR. PAN pun ikut terancam terkena dampak elektoral jika tidak segera menegur atau memberi klarifikasi.

Isu etika seperti ini sering kali menjadi amunisi dalam pertarungan politik. Ketika publik sudah kehilangan rasa hormat pada parlemen, setiap kasus kecil berpotensi membesar menjadi krisis kepercayaan yang menyulitkan partai dan lembaga.

Dalam menghadapi kritik publik, wakil rakyat seharusnya mengambil sikap yang merangkul, bukan menantang. Permintaan maaf terbuka dapat meredakan emosi publik, sementara klarifikasi yang jujur bisa mengembalikan kepercayaan.

Selain itu, DPR perlu menegaskan kembali kode etik perilaku anggotanya di ruang publik. Hanya dengan menjaga martabat lembaga, DPR bisa memulihkan kepercayaan rakyat. Tanpa langkah nyata, kasus Eko Patrio akan terus membekas sebagai simbol betapa jauhnya jarak antara rakyat dan wakilnya.

Kontroversi joget Eko Patrio menjadi cermin betapa rapuhnya citra parlemen di mata publik. Perilaku yang tampak sepele bisa menjadi pemicu krisis kepercayaan yang lebih luas. Seperti diingatkan pengamat Muhammad Huda, respons parodi Eko bukan hanya kesalahan pribadi, melainkan pemicu lahirnya kebencian rakyat kepada DPR.

Jika DPR ingin menjaga legitimasi, setiap anggotanya harus sadar bahwa satu sikap tidak bijak bisa membawa konsekuensi bagi keseluruhan lembaga. Demokrasi hanya akan sehat jika rakyat percaya pada wakilnya — dan kepercayaan itu harus dirawat, bukan dipermainkan

Foto: Eko Patrio (IST)

Komentar