Ekonom Kritik Pidato RABN 2026 Prabowo: Ambisi atau Ilusi

- Sabtu, 16 Agustus 2025 | 23:25 WIB
Ekonom Kritik Pidato RABN 2026 Prabowo: Ambisi atau Ilusi


GELORA.ME - 
Pidato Kenegaraan dan Nota Keuangan 2026 Presiden RI Prabowo Subianto pada Jumat 15 Agustus 2025 menjadi sorotan publik. 

Dalam pidatonya, Prabowo menegaskan komitmennya untuk membawa APBN menuju kondisi tanpa defisit, bahkan menargetkan bisa tercapai pada 2027 atau 2028.

RAPBN 2026 sendiri menetapkan belanja negara sebesar Rp3.786,5 triliun dengan target pendapatan Rp3.147,7 triliun. Defisit dirancang Rp 638,8 triliun atau 2,48 persen dari PDB.

“Kami akan terus melaksanakan efisiensi sehingga defisit ini ditekan sekecil mungkin,” ujar Prabowo di Kompleks Parlemen, Senayan.

Menanggapi pidato tersebut, Ekonom UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menilai pernyataan Presiden Prabowo berangkat dari Pasal 33 UUD 1945 yang menekankan peran negara dalam cabang produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak.

Namun, ia mengingatkan bahwa tantangan sebenarnya bukan sekadar ambisi tanpa defisit, melainkan konsolidasi arah pemerintahan yang jelas

“Masalahnya sederhana: bagaimana menenun narasi kedaulatan dan keadilan sosial menjadi RAPBN 2026 yang disiplin, terukur, dan realistis,” kata Achmad dalam keterangan tertulis kepada disway.id.

Menurutnya, RAPBN 2026 harus memastikan adanya multi-year costing yang transparan, penguatan logistik, standar gizi, keamanan pangan, serta buffer cadangan jika terjadi gejolak harga atau gangguan iklim

Ambisi Harus Dibedakan dari Ilusi


Achmad menegaskan bahwa pidato Nota Keuangan harus bisa memberi arah yang jelas

“Jalur itu yang membedakan ambisi dari ilusi. Taruhan besar menuntut disiplin lebih besar, tata kelola investasi yang bebas rente, penegakan hukum yang menutup kebocoran, serta keberanian merevisi regulasi agar pasar bekerja untuk rakyat, bukan melawan rakyat,” tegasnya.

Ia menambahkan, bila empat hal itu dijalankan konsisten, maka tahun kedua pemerintahan Prabowo bisa menjadi titik balik penting.

“Kurangi slogan, perbanyak outcome. Pada akhirnya, rakyatlah yang paling berhak merasakan kesejahteraan,” tutup Achmad.

Sumber: disway

Komentar