LBH Muhammadiyah Desak Pemerintah Cabut Seluruh Izin Tambang Pasir Laut

- Sabtu, 28 Juni 2025 | 05:10 WIB
LBH Muhammadiyah Desak Pemerintah Cabut Seluruh Izin Tambang Pasir Laut


Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik (LBH AP) PP Muhammadiyah mengapresiasi putusan Mahkamah Agung (MA) No. 5/P/HUM/2025 yang membatalkan PP No. 26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut terkait dibukanya kran ekspor pasir laut oleh rezim Jokowi, setelah 20 tahun ditutup oleh Pemerintahan sebelum era  Jokowi. 

Melalui putusan tersebut, MA melarang Pemerintah melakukan ekspor pasir laut.

Dalam pertimbangannya Majelis Hakim menilai, kebijakan komersialisasi pemanfaatan hasil sedimentasi berupa  pasir laut tersebut dapat dipandang sebagai pengabaian atas tugas dan tanggung jawab  pemerintah dalam perlindungan dan pelestarian lingkungan pesisir dan laut. Pasal 56 UU  Kelautan tidak mengatur mengenai penambangan pasir laut untuk kemudian dijual.

Menurut MA, penambangan pasir laut justru bertolak belakang dengan maksud Pasal 56 UU Kelautan.

Pertimbangan tersebut dinilai rasional dan berhati nurani. Diharapkan menjadi semangat baru untuk mempertegas kembali independensi kekuasaan kehakiman dari campur tangan penguasa dan pengusaha, sehingga MA kembali menjadi harapan rakyat Indonesia.

"Kami menyampaikan apresiasi dan penghormatan sebesar-besarnya kepada Mahkamah Agung atas terbitnya putusan Nomor 5 P/HUM/2025, yang menyatakan bahwa Pasal 10 ayat (2), (3), dan (4) Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut bertentangan dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ujar Ketua LBH AP PP Muhammadiyah, Taufiq Nugroho, kepada media, Jumat 27 Juni 2025.

Taufiq menilai putusan tersebut merupakan tonggak penting dalam sejarah peradilan lingkungan Indonesia. Karena menegaskan bahwa kebijakan pengelolaan laut, termasuk penambangan pasir laut, tidak boleh dilakukan atas nama ekonomi semata, melainkan harus tunduk pada prinsip kehati-hatian (precautionary principle) dan perlindungan ekosistem pesisir yang rentan.

MA dalam putusannya mempertimbangkan aspek legal standing dari pemohon uji materiil, seorang warga negara yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang sehat sebagaimana dijamin dalam Pasal 28H UUD 1945 dan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 

Disebutkan, MA mengakui bahwa warga negara berhak mengajukan keberatan atas peraturan yang mengancam keberlanjutan lingkungan dan ruang hidup publik.

Karena itu, putusan ini juga memperlihatkan pentingnya transparansi, akuntabilitas, dan penataan kebijakan lingkungan berbasis ilmu pengetahuan. 

MA justru menyoroti bahwa regulasi pemerintah mengaburkan perbedaan antara sedimentasi laut (lumpur) dan pasir laut, serta membuka celah legalisasi penambangan pasir laut skala besar yang berorientasi ekspor, bertentangan dengan semangat pelestarian.

Atas dasar itu, LBH AP PP Muhammadiyah mendesak pemerintah segera mencabut seluruh izin tambang laut dan izin turunan dari PP 26/2023 yang telah dibatalkan MA. 

Kemudian menghentikan total eksploitasi pasir laut, khususnya di wilayah pulau-pulau kecil dan pesisir adat. Menegakkan UU Pesisir dan pulau-pulau kecil dengan komitmen terhadap pelestarian sumber daya laut. Dan menghitung ulang strategi pengelolaan ZEE dengan memastikan bahwa seluruh pulau-pulau kecil tetap utuh secara fisik, ekologis, dan hukum.

"Harapan kami, MA dapat melakukan kontrol secara objektif, dengan pertimbangan hukum  yang rasional-cerdas berhati nurani dan predictable dengan logika hukum mainstream terkait produk-produk hukum yang diterbitkan Pemerintah (Pusat-Daerah). Karena problem ini sungguh sangat kompleks bukan hanya di Pusat, namun juga di daerah, seringkali menjadi instrumen legal untuk melanggengkan kepentingan pragmatis, saat yang sama merugikan kepentingan rakyat dan Negara," papar Taufiq.

Sementara itu, Sekretaris LBH AP PP Muhammadiyah, Ikhwam Fahrojih, mendesak agar ke depan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah UU dapat dilakukan melalui persidangan yang terbuka sehingga menumbuhkan partisipasi publik yang lebih kuat dan luas. Sekaligus memperkecil potensi penyalahgunaan  wewenang dalam menerbitkan produk hukum. 

Dengan putusan MA ini, LBH AP PP Muhammadiyah menyatakan menolak pengelolaan laut yang berorientasi pada kepentingan korporasi dan mengancam kehidupan nelayan tradisional serta ekosistem laut. 

"Pengelolaan laut harus berorientasi pada kepentingan rakyat dan lingkungan," ucapnya.

Dia juga mendesak pemerintah untuk menghentikan penambangan pasir laut yang dapat merusak ekosistem laut dan mengancam kehidupan nelayan tradisional. Pemerintah harus memprioritaskan perlindungan lingkungan dan kehidupan masyarakat pesisir.

"Kami akan ikut mengawal implementasi putusan MA ini dan memastikan bahwa pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan yang serupa yang dapat mengancam lingkungan dan kehidupan masyarakat pesisir," tandasnya. 

Sumber: rmol
Foto: Ilustrasi tambang pasir laut/Net

Komentar