'Gaya Jetset Komisioner KPU Berujung Laporan Dugaan Korupsi ke KPK'
Komisioner KPU menikmati apartemen, rumah dinas, mobil mewah, hingga private jet selama pelaksanaan Pemilu 2024. Gaya jetset ini dinilai tak layak hingga berujung laporan dugaan korupsi ke KPK.
***
Sebuah ruangan di dekat sudut lantai dua gedung Graha Dirgantara, Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, tampak sepi. Tak tampak aktivitas di sana meski terhitung hari kerja, Kamis (15/5). Ruangan berdinding kaca di situ terlihat gelap dari luar meski peralatan kantor di dalamnya terlihat masih tertata rapi.
Lorong menuju ruangan tersebut pun remang. Hanya ada sebuah lampu yang menerangi bagian depan kantor dan menampakkan plang di atas dinding kaca depan yang bertuliskan Alfa5 Aviation.
Ruangan petak itu merupakan kantor PT Alfalima Cakrawala Indonesia. Alfalima adalah perusahaan yang bergerak di bidang penyewaan pesawat jet. Ia mendapatkan dua kontrak penyewaan jet untuk pimpinan Komisi Pemilihan Umum yang kini dipersoalkan ke KPK.
Ketika kumparan mengunjungi lokasi Kamis itu, salah satu petugas keamanan menyatakan bahwa kantor tersebut sudah empat bulan tidak membayar sewa. Ia bilang, “Perusahaannya bangkrut sejak bulan Maret.”
“Barang-barang enggak boleh diambil oleh pemiliknya [gedung] sampai semua utang sewa dibayar,” timpal petugas keamanan tersebut.
Berdasarkan penelusuran pada sistem Aplikasi Monitoring dan Evaluasi Lokal (AMEL) Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) KPU, Alfalima mendapatkan dua paket pengadaan jasa jet pribadi dari KPU.
Dua dokumen kontrak masing-masing bertanggal 6 Januari 2024 dengan nilai kontrak sekitar Rp 40,19 miliar, dan kontrak tertanggal 8 Februari 2024 dengan nilai Rp 25,3 miliar. Dua kontrak ini disinyalir untuk fasilitas Komisioner KPU rentan Januari–Februari 2024.
Jika ditotal, nilai kontrak tersebut mencapai Rp 65 miliar lebih.
Kontrak ini kemudian menuai sorotan dan dianggap janggal. Sebab bila ditelusuri melalui Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) tertulis bahwa pagu anggaran untuk pengadaan paket berkode 53276949 tersebut hanya 46,19 miliar. Artinya, ada selisih sekitar Rp 19 miliar dari pagu dan realisasi kontrak.
Dugaan Mark Up dan Penyalahgunaan Private Jet
Atas kejanggalan selisih tersebut, Transportasi Internasional Indonesia (TII) bersama Themis Indonesia dan Trend Asia melaporkan KPU ke Komisi Pemberantasan Korupsi atas dugaan korupsi pengadaan dan penggunaan pesawat jet. TI menyebut ada dugaan penggelembungan anggaran dan penyalahgunaan fasilitas negara.
Selain mark up, TII juga mencurigai ada praktik suap alias kickback karena kontrak pengadaan dilakukan dengan cara tertutup. Alfalima yang dipilih KPU tergolong baru, dibentuk tahun 2022. KPU tidak hanya memilih sekali, tapi dua kali. Padahal TII menilai Alfalima tidak punya reputasi sebagai penyedia, bahkan perusahaan Alfalima tak bisa diakses di situs e-katalog yang menjadi aplikasi belanja daring pemerintah.
Kejanggalan yang ditemukan TII dkk dalam kontrak tersebut adalah pengumuman paket pengadaan, sesuai dalam dokumen laman SIRUP, dilakukan pada 1 November 2024. Sementara pelaksanaan sewa jet pribadi sudah sejak Januari dan Februari 2024.
Secara runutan waktu, pengumuman sewa jet terjadi setelah pesawatnya dipakai. “Kami ada kekhawatiran terjadinya kickback,” kata peneliti TII Agus Sarwono kepada kumparan, Rabu (14/5).
“Juga ditemukan indikasi mark up karena nilai kontraknya melebihi dari jumlah pagu yang telah ditetapkan,” tambah Agus.
Kejanggalan lain yang diduga penyalahgunaan fasilitas yakni pesawat jet pribadi tersebut termasuk dalam satuan paket bernama “Belanja Sewa Dukungan Kendaraan Distribusi Logistik”. Sementara belakangan terungkap bahwa jet itu digunakan komisioner untuk monitoring. Jadi, judulnya “distribusi logistik” tapi penggunaannya untuk monitoring.
“Kalau memang untuk distribusi, kan harusnya pakai kargo,” kata Agus.
TII menganggap tindakan komisioner menggunakan jet untuk monitoring tidak lazim. Padahal, lanjut Agus, bila sekadar monitoring, KPU pusat bisa mempercayakan KPU provinsi. Bila terpaksa turun lapangan, komisioner KPU bisa menggunakan penerbangan komersial.
Pesawat komersial akan menghemat biaya. Dalam hitungan TII, bila KPU terbang ke 35 provinsi menggunakan pesawat biasa hanya akan menghabiskan anggaran sekitar Rp 2,2 miliar, pulang-pergi untuk 13 orang. Hitungan ini berdasarkan satuan biaya tiket pesawat perjalanan dinas dalam negeri dan luar negeri yang tertuang pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49 tahun 2023 tentang Standar Biaya Masukkan Tahun 2024 dengan estimasi harga tertinggi di kelas bisnis.
Biaya Rp 2,2 miliar di atas tidak termasuk akomodasi hotel dan transportasi darat di daerah. Tapi setidaknya, secara angka, nilainya jauh lebih hemat dari penyewaan jet pribadi yang mencapai Rp 65 miliar.
“Artinya terjadi selisih yang cukup besar, [bisa hemat] Rp 63 miliar,” kata Agus.
Selain biaya lebih mahal, TII menyebut penggunaan pesawat jet oleh KPU untuk perjalanan dinas melanggar Peraturan Menteri Keuangan 113/PMK.05/2012 jo PMK No.119 Tahun 2023 tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap.
Aturan ini menyebutkan, perjalanan dinas bagi pimpinan lembaga negara dan eselon I yang menggunakan pesawat udara hanya boleh menggunakan kelas bisnis untuk dalam negeri. Sementara luar negeri maksimal first class atau eksekutif. Adapun pejabat eselon II ke bawah menggunakan kelas yang lebih rendah.
“Penggunaan private jet untuk perjalanan dinas bertentangan dengan peraturan Menteri Keuangan tersebut,” tegas TII.
Fakta lain yang ditemukan TII dan Trend Asia adalah ternyata 60% dari 40 daerah tujuan private jet KPU bukan termasuk daerah 3T: tertinggal, terluar, terdalam. Mayoritas rute yang ditempuh adalah daerah yang punya akses penerbangan komersial. Padahal dalam rapat bersama Komisi II DPR RI akhir 2024 lalu, KPU menjelaskan bahwa penggunaan jet pribadi untuk wilayah yang sulit dijangkau.
Kejanggalan berikutnya, penggunaan jet terjadi pada rentan waktu di mana distribusi logistik sudah rampung, yakni hingga Maret 2024.
Dari penelusuran TII di LPSE KPU, ternyata ada kontrak lain pada 8 Maret 2024 senilai Rp 2,10 miliar. Tapi dalam LPSE tidak tercantum nama perusahaan penyedia. Hanya tertulis nama paket: “Pengadaan Sewa Jasa Penerbangan Charter Dalam Rangka Persiapan Monitoring Pemungutan Suara Ulang Di Kuala Lumpur”.
Artinya, total ada 3 kontrak penggunaan private jet yang diteken KPU sepanjang 2024. Alhasil, tulis TII dalam keterangannya, “Ada indikasi private jet digunakan bukan untuk kepentingan pemilu.”
Sekretaris Jenderal KPU Bernad Dermawan Sutrisno menghargai laporan TII ke KPU. Menurutnya, itu adalah hak masyarakat melakukan pengaduan. Namun pihaknya siap mempertanggungjawabkan dan menerangkan ke KPK bila diminta.
Bernad membantah KPU disebut berperilaku hedonis dan menyalahgunakan fasilitas negara, termasuk private jet. Ia menjelaskan, keputusan menggunakan private jet merupakan kesepakatan semua komisioner KPU dan diputuskan dalam rapat pleno. Pertimbangannya adalah masa pengadaan dan produksi logistik Pemilu 2024 sangat singkat, sehingga mereka perlu turun langsung memastikan logistik terpenuhi ke seluruh Indonesia, termasuk daerah yang punya potensi dan dinamika yang kompleks: daerah terluar dan wilayah dengan daftar pemilih tetap (DPT) yang tinggi.
Ia menyebut, KPU saat itu dihantui kesiapan logistik yang harus sampai di TPS pada hari-H. Sebagai pelaksana, mereka punya ketakutan gagal seperti Pemilu 2019. Padahal pemilu lima tahun sebelumnya itu punya waktu pengadaan, produksi, dan distribusi alat kelengkapan pemilu lebih panjang, yakni 263. Sementara Pemilu 2024 hanya diberi waktu 75 hari.
Sehingga komisioner menganggap monitoring logistik tak cukup hanya dilakukan KPU provinsi. KPU pusat perlu turun tangan, sidak, dan memastikan logistik terpenuhi dan sampai ke daerah-daerah.
Karena waktu sidak juga terbatas, maka KPU memutuskan menggunakan pesawat jet. Agar bisa menjangkau lebih banyak tempat. Efisiensi waktu.
“Makanya di akhir Januari, Februari, kita memastikan bahwa kita harus cek langsung. Sidak istilahnya. Jadi kita sidak, ya menggunakan pesawat jet tadi. Kenapa menggunakan pesawat jet? Karena memang dari sisi tempat itu memang, waktu,” jelas Bernad kepada kumparan, Kamis (15/5).
KPU saat itu, lanjut Bernad, diburu waktu. Mobilitas harus terukur dan efektif. Ia mencontohkan saat tim KPU ke Papua. Mereka menyidak 4 sampai 5 provinsi dalam sehari. Bila tak menggunakan jet, waktu mereka akan terbuang di perjalanan. Perjalanan biasa ke Papua bisa menghabiskan waktu 1–2 hari. Itu pun hanya di satu daerah.
Bernad mengatakan, situasi sekarang dan dulu saat mereka bekerja pada masa puncak Pemilu 2024 berbeda jauh.
“Kalau kondisi normal sekarang, saya juga mungkin [berpikir] ketika ada putusan pleno, ‘Harus pesawat jet,’ ya ngapain? Saya nggak mau juga. Itu kalau dalam situasi normal sekarang,” ujar Bernad.
Pemilihan dan keputusan penggunaan jet, tegasnya, berdasarkan kebutuhan dan efektivitas waktu.
“Kecuali hari ini kita sewa yang enggak ada tahapan [Pemilu], enggak ada situasi itu, [lalu - red] sewa pesawat jet, mungkin bisa dibilang hidup mewah, bermewah-mewah. Pada saat itu ya pilihannya enggak ada pilihan [selain sewa jet],” tambah Bernad.
KPU mendefinisikan sidak merupakan bagian dari dukungan distribusi logistik. Dari itu, KPU menggunakan pagu distribusi logistik untuk menyewa jet, yang kemudian digunakan monitoring. Memastikan logistik sampai tiba tepat waktu.
“Logistik itu kan bukan hanya persoalan ngirim barangnya,” kata Deputi Bidang Dukungan Teknis KPU, Eberta Kawima, menimpali penjelasan Bernad.
Sidak dianggap termasuk dukungan ketersedian logistik sampai ke daerah. Bagi KPU, sidak memberi efek ke KPU daerah agar mempercepat logistik. “Efek psikologis,” tambah Bernad.
Mengenai anggaran sewa pesawat jet, KPU membantah adanya indikasi mark up. Kepala Biro Logistik KPU, Novy Hasbhy Munnawar, mengatakan, nilai kontrak yang disampaikan TII merupakan data terbalik. Tidak ada selisih angka antara pagu anggaran dan realisasi.
Novy menyatakan pagu yang benar Rp 65 miliar, kemudian yang dibayarkan ke penyedia pesawat Rp 46 miliar. Bahkan mulanya, lanjut Novy, pagunya sekitar Rp 90 miliar, tapi ada perubahan demi efisiensi untuk pendanaan logistik lainnya.
“Itu sebenarnya terbalik,” kata Bernad menimpali.
“Rp 65 [miliar] pagunya, dibayarnya 46 [miliar rupiah]. Jadi itu [laporan TII] kebalik,” tegas Eberta.
KPU juga mengklaim transparan dalam membuka kontrak kerja. Mereka menyebut telah melakukan survei dua jasa penyedia jet lainnya sebelum akhirnya memilih Alfalima. Alfalima dipilih karena negosiasi hanya membayar per jam terbang disepakati pihak penyedia. Penyewaan dihitung per pemakaian, bukan booking time Januari sampai Februari.
KPU bahkan mengklaim sudah berkomunikasi dengan LKPP sebelum pengadaan. “Kenapa kemudian SIRUP-nya [baru diumumkan] November 2024 karena ada revisi DIPA [Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran],” terang Novy.
Versi KPU, ada dua jet yang disediakan Alfalima dan siap terbang saat dibutuhkan. Yang menggunakan bukan hanya komisioner tapi juga tim kesekjenan. “Pake semuanya. Enggak satu komisioner aja,” kata Bernad.
KPU tidak membenarkan bahwa total ada tiga kontrak penyewaan private jet. Termasuk pada Maret 2024.
“Awal Maret masih ada. [PSU] Malaysia, Kuala Lumpur. Itu kan bersama dengan kita rekap nasional di sini. PPLN Malaysia itu kan ditersangkakan. Makanya dilakukan pemungutan suara ulang, rekomendasi Panwas, Bawaslu, itu tujuh-tujuhnya posisi kosong, diambil alih oleh KPU RI,” jelas Bernad.
Sekjen KPU menegaskan keputusan penggunaan pesawat jet berdasarkan kebutuhan mendesak. Berdasarkan kesepakatan rapat pleno dan dilakukan secara hati-hati dan transparan.
“Bukan berarti bahwa selama periode itu seluruh perjalanan kita menggunakan jet, enggak. Hanya di waktu-waktu tertentu aja yang logistik. Kalau yang biasanya ya, pakai reguler,” imbuhnya.
Penjelasan Bernad senada dengan yang disampaikan Hasyim Asy'ari, Ketua KPU yang saat itu memimpin Pemilu 2024 hingga kemudian terkena vonis etik. Kata Hasyim, alasan menyewa jet karena waktu kampanye sangat singkat.
Mereka menganggap pesawat jet adalah jawaban dan langkah strategis mendukung distribusi logistik. Katanya, saat itu, tidak semua daerah bisa dijangkau penerbangan komersial. Bila ada, jadwal penerbangnya tidak setiap hari.
“Private jet itu dalam rangka untuk membedakan dengan pesawat komersil,” kata Hasyim kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (16/5).
KPU sebenarnya sudah menjelaskan alasan penggunaan private jet. Termasuk saat rapat dengar pendapat dengan DPR pada September 2024. Tapi alasan yang diberikan dianggap mengada-ada.
Monitoring menggunakan jet pribadi tidak lazim. Baru terjadi di zaman Hasyim Asy'ari.
Komisioner KPU 2012-2017, Hadar Nafis Gumay, menyebut tidak ada alasan apapun yang membenarkan menggunakan pesawat pribadi. Apalagi bila hanya karena waktu kampanye yang singkat.
Baginya, waktu pendek tetap bisa dimaksimalkan bila ada perencanaan yang baik. Sayangnya, lanjut Hadar, komisioner saat itu hanya mau enaknya. “Jadi [waktu] tidak bisa dijadikan itu alasan,” jelas Hadar, Jumat.
Waktu pendek seharusnya tak menjadi alasan menggunakan monitoring, keliling Indonesia, menggunakan jet. KPU sedianya lebih kreatif dan kerja efektif. Terlebih sekarang teknologi telekomunikasi sudah berkembang dan bisa memfasilitasi.
Hadar menceritakan pengalamannya monitoring logistik dengan mengandalkan struktur KPU di daerah. Ada tim yang disebar khusus memastikan logistik tiba dan terpenuhi. Kalaupun harus sidak, menggunakan penerbangan regular.
Karena apapun alasannya, pejabat negara tidak boleh menggunakan private jet, sekalipun dia komisioner. Seperti tertuang dalam peraturan Menteri Keuangan. Hadar menduga, penyewaan pesawat jet hanya untuk bermewah-mewahan dan memanfaatkan anggaran besar.
Hadar menduga penggunaan jet oleh KPU periode ini dilakukan sembunyi-sembunyi. Ia bahkan mendapatkan info dari KPU-KPU daerah bahwa mereka tak dibolehkan memfoto rombongan KPU bila ada jetnya. “Ada pernah kejadian foto disuruh hapus foto-fotonya,” ungkapnya.
“Mungkin juga ada di antara mereka yang [merasa] keren naik private jet, mungkin ada begitu juga hati mereka,” tambah Hadar.
Hadar menyebut penggunaan private jet tak pantas bagi komisioner KPU. Dan tak dibolehkan hukum, apapun alasannya.
“Silakan keluarkan semua catatan alasan mereka, tapi kalau menurut saya nonsense semua,” imbuhnya.
Jet KPU Pernah Digunakan Hasyim ke Bali
Trend Asia, organisasi masyarakat sipil yang bergerak sebagai akselerator transformasi energi dan pembangunan berkelanjutan di Asia, menelusuri penerbangan dan tujuan jet yang ditumpangi KPU. Mereka menganalisis agenda pemantauan distribusi logistik KPU melalui situs terbuka, meliputi akun media sosial resmi KPU dan pemberitaan resmi, dalam rentan waktu Januari-Juni 2024.
Kegiatan yang diunggah KPU tersebut lalu dicocokkan dengan penerbangan business jet melalui situs Flightradar24 dan ADS-Exchange. Kegiatan KPU di setiap daerah dalam rentan waktu tersebut teridentifikasi selalu diikuti 3 jenis pesawat jet: yakni jet bernomor ekor VP-CLL dengan tipe pesawat Embraer Legacy 650; kedua, jet dengan nomor ekor PK-RJA tipe Embraer Legacy 650, dan ketiga pesawat PK-MHP dengan tipe pesawat Bombardier Challenger 850. Dua dari tiga jet ini teregistrasi Indonesia.
Ketiga jet ini melayani KPU sebanyak 59 trip dengan flight time periode Januari-Maret 2024 mencapai 4025 menit atau sekitar 67 jam. Identifikasi Trend Asia menunjukkan pesawat jet VP-CLL paling sering menerbangkan KPU, mencapai 47 penerbangan dengan durasi 3112 menit.
Jet-jet tersebut mengantar komisioner KPU dan jajarannya ke 40 daerah. Dengan rincian ke daerah terluar sebanyak 12 daerah, meliputi: Banggai, Bau Bau, Belitung, Buru, Enggano, Kepulauan Selayar, Kepulauan Talaud, Morotai, Muna Barat, Nunukan, Sangihe, Tanjung Selor, Ternate, Wakatobi.
Tujuan daerah tertinggal sebanyak dua daerah, yakni Jayawijaya, Sorong.
Sementara daerah tujuan yang bukan 3T sebanyak 24 daerah. Meliputi Bali, Banjarmasin, Banyuwangi, Batulicin, Jakarta Selatan, Jayapura, Kuala Lumpur, Labuan Bajo, Lombok, Malang, Manado, Manokwari, Medan, Merauke, Padang Lawas Utara, Palembang, Sintang, Surabaya, Tabalong, Tana Toraja, Bima, Timika, Ternate, Mukomuko.
Penelusuran Trend Asia tersebut menemukan fakta bahwa 60% dari 40 daerah tujuan monitoring KPU menggunakan jet adalah yang tak masuk kategori 3T. Di mana tujuan awal penyewaan jet adalah untuk menjangkau daerah terluar secara cepat dan efektif.
“Ada 60 persen trip yang dianggap istilahnya mubazir (karena tidak ke 3T),” kata Manajer Riset Trend Asia, Zakki Amali, Rabu (14/5).
“Ini jumlah trip itu 59 trip adalah trip yang berhasil atau mampu kita lacak atau terlacak. Trip itu misalnya Jakarta-bali itu 1 trip, Bali-Jakarta itu 2 trip,” tambahnya.
Trip Jakarta-Bali saat itu diduga digunakan Hasyim Asy'ari. Zakki mengatakan, situs Flightradar24 menunjukkan pesawat register PK-RJA berada di Bandara Denpasar, Bali pada 11 Januari 2024. Bukti lain, melalui pemberitaan, Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari waktu itu tercatat berangkat ke Bali pada 10 Januari 2024 dan kembali ke Jakarta pada 11 Januari 2024.
“Kecocokan ini menunjukkan pesawat jet ini membawa rombongan KPU RI yang dipimpin oleh Hasyim,” ungkap Zakki.
Bernad tak membantah bahwa pesawat jet pribadi yang disewa KPU pernah trip ke Bali. Ia juga mengamini bahwa tujuan mereka dengan jet juga pernah ke beberapa kota besar. Tapi, kata dia, itu dalam satu rangkaian trip ke daerah-daerah terluar.
“Kalau dibilang di luar 3T [daerah terluar, terdalam, tertinggal], awalnya memang kita berpikir ini harus 3T [...] Tapi, ketika proses berjalan, itu misalnya, kayak dari Buru, kita itu mampir di Surabaya, langsung ngecek,” ungkap Bernad.
Kota besar seperti Surabaya dan Malang dianggap perlu dilakukan monitoring karena DPT besar. Sehingga potensi gejolaknya juga tinggi.
“Jadi kita pulangnya mampir itu, mampir aja. Kita tujuannya memang 3T, tapi ketika sampai di tempat 3T tadi, ada kabar misalkan ya Surabaya itu gimana..,” kata Eberta menimpali.
KPU juga membeberkan rute trip dengan sewaan jet tersebut. Namun jumlahnya lebih sedikit dari yang terdeteksi Trend Asia. Berikut rincian rute jet versi KPU:
Jakarta - Pulau Morotai (Maluku Utara) - Ternate (Maluku Utara) - Kepulauan Sangihe (Sulawesi Utara) - Kepulauan Talaud (Sulawesi Utara) - Manado (Sulawesi Utara) - Jakarta.
Jakarta - Malang (Jatim) - Banyuwangi (Jatim) - Manggarai Barat (Nusa Tenggara Timur) - Pulau Buru (Maluku) - Surabaya (Jatim) - Jakarta.
Jakarta - Nunukan (Kalimantan Utara) - Bulungan (Kalimantan Utara) - Berau (Kalimantan Timur) - Jakarta.
Jakarta - Timika (Papua Tengah) - Wamena (Papua Pegunungan) - Merauke (Papua Selatan) - Jayapura (Papua)-Manokwari (Papua Barat) - Sorong (Papua Barat Daya) - Jakarta.
Jakarta - Padang Lawas Utara (Sumatera Utara) - Medan (Sumatera Utara) - Banjarmasin (Kalimantan Selatan) - Tabalong (Kalimantan Selatan) - Tanah Bumbu (Kalimantan Selatan) - Banjarmasin (Kalimantan Selatan) - Jakarta
Selayar (Sulawesi Selatan) dan Badung (Bali).
“Sebenarnya kalau di KAK-nya [Kerangka Acuan Kerja] masuk banyak daerah 3T, tapi juga kerawanan bencana, kerawanan sosial termasuk, yang dinamikanya tinggi. Ini kan banyak ya, daerah bukan 3T tapi dinamikanya tinggi,” jelas Novy.
Ia mencontohkan saat tim KPU ke Bali untuk memonitor logistik karena banjir. Terjadi bencana alam.
“Banjir waktu itu. Memang itu, kalau satu itu memang Bali,” imbuh Bernad.
Tagih Pertanggungjawaban Keuangan KPU
Polemik jet pribadi KPU sebenarnya sudah disentil Komisi II pada rapat dengar pendapat September 2024. Ahmad Doli Kurnia Tandjung yang menjabat Ketua Komisi II saat bahkan menegur kehidupan dan fasilitas mewah yang digunakan KPU.
Bukan hanya private jet, Doli juga mendapatkan informasi penggunaan helikopter, mobil dinas lebih dari satu, hingga rumah dinas beserta apartemen. Jadi komisioner KPU disebut punya rumah dinas dan apartemen.
Dari informasi yang diperoleh, apartemen tersebut digunakan orang dekat komisioner. Hasyim ditanya mengenai peruntukan apartemen tersebut tapi responnya tak menjawab dugaan publik. Ia hanya menjawab, “saya enggak tahu,” kata dia.
Bernad membenarkan adanya apartemen untuk fasilitas komisioner agar lebih dekat dengan kantor KPU. Ia juga mengakui komisioner mendapatkan fasilitas mobil dinas lebih dari dua, termasuk mobil MVP premium, Toyota Alphard.
“Awalnya Palisade kita sewa, kemudian pertengahan tahun ditambah Alphard. Tapi sekarang cuma Alphard, Palisade itu kan enggak,” jelas Bernad.
Adapun apartemen disewa selama dua tahun, selama tahapan Pemilu, untuk semua komisioner. Apartemen yang disewa berada di bilangan Kuningan. Jaraknya tak sampai berkilo-kilometer dari kantor KPU.
“Selama tahapan, memang, karena apartemen, kita mobilitas cepat dari Kuningan sini ke sini. Tapi kalau sekarang sudah enggak [sewa], kan udah selesai tahapan,” tambah Bernad.
Fasilitas-fasilitas mewah itu menyadarkan Doli dkk di Komisi II, bahwa KPU memiliki anggaran besar dan diduga digunakan mewah-mewahan. Bukan hanya berupa fasilitas komisioner, Doli mendapatkan informasi KPU mengadakan agenda-agenda seremonial di Bali dan Yogyakarta pasca pemilu.
“Itu kan costly. Padahal pemilunya sudah selesai [...] Dan acaranya di hotel-hotel mewah dan mahal,” kata Doli, Rabu (14/5).
“Berarti kan duitnya berlebih,” timpalnya.
Doli sebagai pimpinan Komisi II mengaku kecewa mendapatkan kenyataan penggunaan anggaran Pemilu oleh KPU saat itu. Tapi karena sudah terjadi, pihaknya hanya bisa menegur dan meminta mempertanggungjawabkan laporan penggunaan anggarannya.
“Karena memang sudah kejadian, ya kami cuma bisa mengingatkan saja, menegur, mengingatkan bahwa itu tidak pantas, tidak layak,” ungkap Doli.
Doli sudah mewanti-wanti KPU agar menyiapkan laporan pertanggungjawaban yang bisa diterima. “Kami minta supaya itu laporannya dibuat yang bagus. Supaya tidak tiga kali kena. Sudah tidak layak, tidak patut, melanggar hukum pula,” imbuh Doli.
Anggota Komisi II DPR 2019-2024, Guspardi Gaus, juga menyampaikan hal serupa. Ia mengaku mendapatkan laporan kejanggalan penggunaan anggaran KPU, dari privat jet hingga penggunaan hotel sebagai kantor. Belum lagi perjalanan ke luar negeri yang dilakukan komisioner KPU yang tujuannya diragukan.
Gaus bahkan menduga KPU memanfaatkan uang bukan hanya untuk kepentingan pelaksanaan Pemilu. “Karena sifatnya sudah berfoya-foya,” katanya.
Adanya kejanggalan dan aroma-aroma glamor komisioner KPU dan jajarannya, sempat terlontar wacana pembentukan Panja untuk mereview penyelenggaraan Pemilu 2024. Tapi wacana itu tak menuai sepakat dalam forum Komisi II. Dengan adanya laporan dugaan korupsi, Gaus berharap KPK tak segan membongkar anggaran Pemilu 2024.
“KPK jangan takut dan harus berani secara tuntas untuk memelototi pemanfaatan anggaran yang dipergunakan oleh KPU periode ini,” ujar Gaus.
TII sendiri sebagai pelapor belum mendapatkan konfirmasi dari KPK terkait pengaduannya. Mereka masih menunggu hasil telaah yang dilakukan KPK.
Sementara KPU percaya diri mampu mempertanggungjawabkan laporan penggunaan anggaran Pemilu 2024 yang mencapai Rp 71,3 triliun dari tahun 2022 sampai 2024. KPU merasa pede karena mereka sudah diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan dinyatakan tak ditemukan kejanggalan.
“Tidak ada temuan, memang ada kesalahan administratif, ya, kita saat itu juga sedang hectic-hectic-nya,” kata Novy.
KPU bahkan mengklaim menghemat anggaran distribusi logistik hingga Rp 380 miliar. Bernad mengatakan, bahwa pengajuan awal anggaran Pemilu 2024 mencapai Rp 70-an triliun, namun yang disetujui Menteri Keuangan sekitar Rp 52 triliun dan terealisasi oleh KPU sekitar Rp 48 triliun.
“Ada anggaran yang kita kembalikan di 2024 sekitar Rp 2,6 triliun sudah termasuk yang penghematan penghematan dari logistik,” jelas Bernad.
Total anggaran yang digelontorkan Kementerian Keuangan untuk Pemilu 2024 mencapai Rp 71,3 triliun, naik 57,3% dibandingkan Pemilu tahun 2019 yang hanya Rp 45,3 triliun. Dan Pemilu 2024 tersebut dicairkan Kemenkeu secara bertahap sejak tahun 2022.
Anggaran Pemilu 2024 tertinggi dari tahun-tahun sebelumnya. Dana berlimpah ini juga yang diduga menjadi faktor komisioner KPU memilih dan menentukan fasilitas mewah, termasuk private jet. Karena banyak dana, KPU disebut menggunakan cara gampang dan glamor dalam melakukan tugas-tugas monitoring.
“Dapat dana banyak, bisa bikin-bikin alasan, merasa punya beking kuat,” tutup Hadar.
Sumber: Kumparan
Artikel Terkait
[EKSKLUSIF] Pernah Teliti Ijazah Jokowi Tahun 2021, Temuan Sosok Insinyur Elektro Ini Bikin Bergidik!
MISTERI Identitas Teman Jokowi Disebut Memiliki Dokumentasi Lengkap Wisuda UGM, Orang Berpengaruh?
Ijazah Yang Tak Pernah Muncul: Drama Legitimasi di Tengah Keraguan Publik
JOKOWI: Negarawan atau Preman Politik?