“Dengan ketentuan ini, negara bisa dengan mudah memutus akses terhadap informasi yang dianggap berbahaya,” menurut Koalisi. Dikutip CNN Indonesia.
“Ini diperkuat pemberian kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) memutus sementara akun media sosial, rekening, uang elektronik, dan aset digital dalam Pasal 43 ayat 5 huruf L.”
Koalisi, yang merupakan gabungan sejumlah LSM, termasuk Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), SAFEnet, LBH Jakarta, ELSAM, hingga Remotivi, ini menyebut Pemerintah tidak belajar dari kasus pemutusan akses internet di Papua pada 2019 yang akhirnya dinyatakan melanggar hukum oleh Mahkamah Agung.
“Jika disahkan, revisi kedua UU ITE ini justru akan menjadi landasan hukum bagi kesewenang-wenangan negara alih-alih melindungi hak asasi manusia,” menurut Koalisi.
Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria mengatakan isu keluhan dijerat UU ITE tidak akan terjadi lagi usai revisi kedua ini.
“Di aturan itu hak-hak itu kelihatannya dilindungi. Jadi nanti selama bisa dibuktikan dan itu untuk kepentingan publik yang luas, dia terbebaskan dari jeratan itu,” kata dia, di Jakarta, Selasa (5/12).
“Kita harapkan penggunaannya lebih tepat,” imbuh Nezar.
Sebelum ada UU ITE terbaru, aturan pemblokiran akun media sosial memang memungkinkan dengan jalan Pemerintah mengajukan permintaan penutupan akun.
Namun, platform terkait, atau PSE, masih bisa menimbang kesesuaiannya dengan aturan internal atau standar komunitas masing-masing. (*)
Sumber: tvberita
Artikel Terkait
Irak vs Indonesia: Kekalahan 0-1 Gagalkan Mimpi Garuda ke Piala Dunia 2026
TNI Gugur Diserang OPM Saat Anjangsana, Begini Kronologi Lengkapnya
Solidaritas Palestina Menggema: Ratusan Bendera Berkibar di Patung Kuda, Kecam Kekerasan Israel
DPR Soroti IMB: Kementerian PU Akan Bangun Ponpes Al Khoziny Sidoarjo Pakai APBN