"Saya terima SK tanggal 7 Agustus 2023, sampai hari ini belum terima gaji. Mungkin pemerintah masih Urus, kerana terlalu banyak peserta," ungkap Lukas.
Untuk bertahan hidup, Lukas pun melakukan pekerjaan sampingan dengan bekerja sebagai buruh perkebunan. Tak hanya itu, ia pun mengaku ikut berjualan hewan, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Tak hanya soal gaji yang belum ia terima selama 10 tahun ini mengabdi di SMP Wini, NTT. Bahkan, dalam menjalankan kegiatan belajar mengajar saja, Lukas pun harus memutar otak untuk membuat alat praga.
Biasanya, ia hanya memanfaatkan telepon genggam miliknya untuk praktik listening bahasa Inggris, yang ia sambungkan dengan pengeras suara dari telpon selulernya.
Tak hanya itu, keterbatasan alat praga yang dimiliki SMP Negeri Wini, NTT, terkadang Lukas dan guru lainya meminjam proyektor dari sekolah lain yang jaraknya tak jauh dari tempat Lukas mengajar. Ia mengaku terpaksa memutar cara untuk menghadirkan alat peraga karena belum memiliki laboratorium bahasa.
Sebaliknya, setiap guru harus membeli buku referensi tambahan dari Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Saat ini, ia hanya bisa menunggu haknya diberikan pemerintah berupa gaji yang selama ini tak diterimanya.
Harapan terbesar Lukas saat ini, Pemerintah Indonesia diminta lebih memperhatikan tenaga pengajar di seluruh pelosok tanah air yang keadaanya jauh dari kata sejahtera, apalagi di daerah perbatasan, banyak guru honorer yang bernasib sama seperti Lukas
Sumber: tvOne
Artikel Terkait
Anggaran K/L Dikembalikan Rp 4,5 Triliun, Menkeu Purbaya Ungkap Penyebab Penyerapan Lambat
Insiden Penyerangan WNA China ke Anggota TNI di Tambang Emas Ketapang: Kronologi & Fakta Terbaru
Kritik Rencana Sawit Papua Prabowo: Swasembada Energi vs Ancaman Deforestasi
Perampokan Rumah Mewah Cilegon: Kronologi Pembunuhan Anak Politisi Maman Suherman