Serudukan Banteng Itu (Sepertinya) akan Disegerakan

- Sabtu, 04 November 2023 | 20:00 WIB
Serudukan Banteng Itu (Sepertinya) akan Disegerakan

Oleh: Ady Amar*


ADA yang berharap gigi banteng itu masih utuh dan setajam tanduknya, sehingga bisa berfungsi "menggigit" lawannya. Meski kodrat gigi banteng lebih untuk mengunyah makanan. Berharap berlebih agar gigi banteng juga bisa berfungsi mengggigit lawannya.


Itu harapan yang tidak salah, meski kurang tepat. Itu lebih pada harapan agar perlawanan bisa segera dimulai. Setidaknya itu perasaan mengganjal dari komunitas penyayang banteng pada umumnya.


Banteng memang lebih mengandalkan tanduknya saat bertarung, ketimbang giginya. Maka ungkapan, banteng tak lagi bertanduk, itu bermakna banteng sudah selesai dengan kodratnya dengan tak lagi mengandalkan tanduknya.


Seperti pasrah dengan kondisi yang menimpanya saat ini. Meskipun sebenarnya ia masih mampu melawan dengan sekali tanduk musuh akan roboh menggelepar. Entah mengapa kemampuan menanduknya saat ini tak digunakan. Pertimbangan teknis strategis agaknya yang membuat sementara itu tak dilakukan.


Tapi mau tidak mau banteng mesti hadir melawan. Memangnya siapa yang mesti dilawan, itu tak lain dari anak kandungnya sendiri, tapi merasa tak lagi sebagai entitas banteng.


Tanda-tanda perlawanan dari banteng itu memang tampak. Meski lebih sebagai signal. Jika itu tak diindahkan, maka jalan satu-satunya memberi perlawanan mesti diambil.


Kesabaran banteng ada batasnya, dan pada saatnya akan direspons balik. Perlawanan banteng diprediksi akan terjadi, dan itu tidak lama lagi. Banteng ingin menyudahi permainan anak kandung yang menjelma jadi musuh terang-terangan. Tak sedikit lalu yang menyebut anak kandung itu sebagai pengkhianat, meski itu debatable.


Penyebutan banteng, itu bermakna harfiah untuk menyebut PDIP, yang memakai banteng sebagai simbol partainya. Memang tidak terang-terangan atas nama institusi partai, tapi lewat beberapa elite partai, yang menyebut adanya pengkhianatan.


Dan, itu dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), seorang yang dikenal dan dibesarkan PDIP.


Perjalanan Jokowi dari Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta, dan lalu menjadi Presiden, itu lewat PDIP. Karenanya, meski menjabat sebagai presiden, ia tetaplah sebagai petugas partai. Maknanya itu lebih pada seseorang yang ditugaskan angon banteng, dimana pun ia bertugas.


Ini sudah jadi kesepakatan, dan menjadi aneh jika kesepakatan sebagai petugas partai di akhir masa jabatannya sebagai presiden, itu justru dipertentangkan. Seakan kecamuk dramatisasi dalam diri dimainkan, seolah perlawanan antara presiden versus petugas partai, itu terjadi.


Alasan itu setidaknya yang menjadikan diri melawan-menolak, bahwa ia bukan petugas partai, ia presiden.


Karenanya, dalam soal estafet kepemimpinan nasional, Jokowi menunjukkan sikap perlawanan terang-terangan, sebuah upaya melepaskan diri sebagai petugas partai. Jokowi punya pilihan sendiri, siapa yang akan menggantikannya kelak. Pilihan yang berbeda dengan pilihan PDIP.


Halaman:

Komentar