Dampak Pelemahan Rupiah
Analis pasar uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, memasuki tahun politik, pelemahan nilai tukar rupiah saat ini relatif lebih baik dibandingkan dengan mata uang sejumlah negara lain di kawasan Asia dan global.
Namun, Ibrahimi menyebut pelemahan mata uang rupiah yang terus menerus akan berdampak ke pengeluaran biaya hidup.
"Rupiah yang melemah akan berdampak terhadap kenaikan harga-harga, salah satunya harga komoditas dan akan berpengaruh terhadap menurunnya daya beli. Sehingga konsusmi Masyarakat akan menurun," ujar Ibrahim.
Hal senada juga di sampaikan, Direktur Center of Economi and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira.
Ia menyebut menguatnya mata uang dolar AS membuat barang impor menjadi lebih mahal, khususnya komoditas pangan.
"Contohnya beras, meskipun ada negara yang siap jual ke Indonesia tapi biaya impor berasnya dipengaruhi dolar AS sehingga beras impor harganya naik," kata Bhima.
Selain beras impor, bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri bisa naik karena bahan bakunya masih impor.
Menurut Bhima, pilihan pemerintah apakah alokasi subsidi energinya naik atau diteruskan ke masyarakat membayar BBM lebih tinggi.
"Inflasi menjadi ancaman serius bagi daya beli domestik," ujarnya.
Penyebab Pelemahan Rupiah
Pengamat Pasar Uang, Ariston Tjendra mengungkapkan, pelemahan rupiah terdampak sentimen ekspektasi suku bunga The Fed, yang kini masih berada di level tinggi dan belum akan segera berakhir.
Selain itu, konflik di Timur Tengah antara Israel-Palestina juga menjadi salah satu sentimen yang membuat indeks dolar menguat.
Dengan demikian upaya Bank Indonesia (BI) mengusung nilai rupiah dengan menaikkan suku bunga ternyata belum berhasil.
"Karena sentimen penekan rupiah terhadap dolar AS seperti konflik Israel-Hamas dan kebijakan suku bunga tinggi AS masih ada, potensi pelemahan rupiah masih terbuka," ungkap Ariston kepada Tribunnews, Jumat (20/10/2023).
"Level Rp16.000 tidak jauh dari level penutupan sekarang, Jadi masih mungkin dicapai dengan sentimen saat ini," sambungnya.
Hal senda juga disampaikan, Pengamat Mata Uang Lukman Leong melihat pelemahan rupiah terhadap dolar AS pekan ini dipicu oleh kekhawatiran prospek suku bunga.
Tekanan suku bunga ditambah pernyataan Gubernur The Fed Jerome Powell yang masih bernada Hawkish.
"Kekhawatiran eskalasi perang Israel-Hamas juga terus menekan rupiah," jelas Lukman.
Menurut Lukman, penguatan dolar AS diperkirakan masih berlanjut di pekan depan yang artinya berpotensi menekan rupiah. Investor menantikan data Produk Domestik Bruto (PDB) AS yang diperkirakan tumbuh kuat 4.1 persen.
Data inflasi PCE tahunan dan inflasi core PCE bulanan juga diperkirakan meningkat, masing-masing 0,3% dan 3,3% yang masih jauh dari target inflasi The Fed di bawah 2%.
Lukman memperkirakan USD/IDR bakal bergerak dalam rentang harga Rp 15.700- Rp 16.000 per dolar AS selama pekan depan.
Sumber: tribun
Artikel Terkait
Andre Taulany Resmi Cerai, Netizen Sorong Natasha Rizky: Cocok, Langsung Lamar!
Ekonom Bongkar Sisi Lain Whoosh: Bukan Investasi Sosial, Tapi Ancaman Beban bagi KAI
Dino Patti Djalal: Wacana 2 Periode Gibran Dinilai Prematur, Picu Konflik Koalisi dan Berisiko Rugikan Dirinya Sendiri
Prabowo Bakal Bahas Khusus Utang Kereta Cepat Whoosh: Ini Kata Menko Airlangga