Saya berpendapat kevakuman pengaturan konstitusi seperti itu tidak dapat diisi dengan undang-undang atau Perpu, walaupun dengan alasan terjadinya kegentingan yang memaksa.
Sebab, pengaturan lebih lanjut mengenai pemilihan Presiden yang diserahkan oleh UUD 45 kepada undang-undang hanyalah mengenai "tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden" saja, bukan mengatur substansi bagaimana jika terjadi dalam kenyataan, pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendaftar dan memenuhi syarat ternyata hanya satu pasangan saja.
Karena kevakuman pengaturan dalam hal hanya ada satu pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden adalah materi pengaturan konstitusi, bukan pengaturan undang-undang, maka cara mengatasi kevakuman itu hanya ada tiga kemungkinan: pertama amandemen konstitusi.
Kedua, MPR mengeluarkan Ketetapan yang berisi pengaturan lebih lanjut terhadap substansi pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Ketetapan MPR adalah "grundgesetz" yang berisi aturan dasar penyelenggaraan negara yang berada di bawah undang-undang dasar tetapi di atas undang-undang.
Jalan ketiga adalah menciptakan konvensi ketatanegaraan. Jalan ketiga ini agak sulit ditempuh karena jika ini dilakukan dalam Pilpres 2024, konvensi itu masih dalam bentuk coba-coba yang belum tentu akan diterima sebagai konvensi ketatanegaraan dalam praktek penyelenggaraan negara selanjutnya.
Masalah mendasar yang kita hadapi sekarang ini mengapa begitu sulit memunculkan pasangan calon Presiden, sehingga terpaku hanya pada adanya tiga pasangan yang potensial muncul menjadi capres dan cawapres (katakanlah pasangan Ganjar, Prabowo dan Anies Baswedan seperti sekarang ini), hal itu disebabkan oleh adanya "presidential threshold" atau "ambang batas" pencalonan Presiden oleh parpol yang harus mencapai minimal 20 persen kursi DPR itu.
Kalau sekiranya nanti sampai awal Oktober, ternyata hanya ada 1 (satu), pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden dan hal itu dianggap menimbulkan kegentingan yang memaksa, maka Presiden dapat mengatasinya dengan menerbitkan Perpu.
Tetapi bukan Perpu yang mengatur bagaimana melaksanakan Pilpres yang hanya ada 1 pasangan calon seperti yang tidak boleh dilakukan sebagaimana telah saya uraikan di atas, melainkan menerbitkan Perpu yang membatalkan presidential threshold 20 persen itu menjadi 0 persen.
Langkah Presiden menerbitkan Perpu menghapuskan presidential threshold itu akan merupakan langkah revolusioner untuk menegakkan supremasi konstitusi, karena UUD 45 tegas menyatakan bahwa yang berhak mencalonkan pasangan Presiden dan Wakil Presiden itu adalah partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu. Pencalonan itu dilakukan sebelum pelaksanaan pemilihan umum (Pasal 6A ayat 2 UUD 45).
UUD 45 tidak sepatah-katapun mengatur atau memerintahkan undang-undang membuat "presidential threshold". Keberadaan "presidential threshold" hanyalah permainan politik pat gulipat oligarki politik untuk mempertahankan kekuasaan dan memberangus demokrasi.
Mahkamah Konstitusi selama ini tidak pernah mau membatalkan keberadaan "presidential threshold" dengan alasan hal tersebut adalah "open legal policy" pembentuk undang-undang yang tidak dapat diintervensi oleh MK.
Dengan dihapuskannya presidential threshold, saya berkeyakinan, dalam waktu 1 minggu akan muncul beberapa pasangan calon Presiden yang dicalonkan baik oleh 1 partai maupun gabungan di antara 17 partai peserta Pemilu 2024 yang sudah disahkan oleh KPU.
KPU tentu dapat memperpanjang waktu pencalonan Presiden dan Wakil Presiden untuk memberi kesempatan kepada partai politik peserta Pemilu 2024 untuk mendaftarkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden mereka.
Dengan menerbitkan Perpu seperti di atas, saya yakin Presiden Jokowi akan menutup masa jabatan Presidennya pada bulan Oktober 2024 nanti dengan "khusnul khatimah".
Beliau berani mengambil tindakan revolusioner membatalkan presidential threshold yang selama ini menjadi hantu bagi demokrasi di tanah air.
*) Gurubesar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia; Mantan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia
 
                         
                                 
                                             
                                             
                                             
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                
Artikel Terkait
Mahfud MD Pertanyakan Jaminan Indonesia ke China untuk Proyek Kereta Cepat Whoosh: Analisis Kontroversi & Risiko Utang
Hubungan Sipil-Militer Indonesia: Kunci Menuju Negara Berdaulat dan Kesejahteraan Rakyat
Truk Anjlok di Kosambi Tangerang Pagi Ini, Lalu Lintas Macet Parah
7 Tokoh Jawa Tengah Calon Pahlawan Nasional 2025, Siapa Saja?