Bajingan dalam Sejarahnya adalah Profesi yang Mulia, Bagaimana Kok Bisa Jadi Kata Makian?

- Rabu, 02 Agustus 2023 | 00:31 WIB
Bajingan dalam Sejarahnya adalah Profesi yang Mulia, Bagaimana Kok Bisa Jadi Kata Makian?


Desanti Arumingtyas Dyanningrat dalam Perancangan Buku Nilai Sejarah Dan Filosofi Mataram Islam Pada Gerobak Sapi menjelaskan bahwa dalam kultur budaya Jawa kusir gerobak sapi disebut 'bajingan', singkatan dari bagusing jiwo angen-angening pangeran.


"Artinya orang baik yang dicintai Tuhan," tulis Desanti.


"Mulianya, pada saat perjuangan kemerdekaan, bajingan jadi salah satu opsi dalam perang geilya untuk persembunyian para pejuang dibalik rumput dan hasil panen dalam gerobaknya," kata dia.


Lalu, kenapa bajingan sekarang jadi kata makian?


Pergeseran makna bajingan


Merunut pergeseran makna bajingan dari profesi mulia hingga mulai jadi kata makian bisa ditelisik dari tulisan Multatuli.


Dalam bukunya berjudul Max Havelaar terbitan tahun 1860, kata bajingan mulai berkonotasi negatif.


"Nak, jika mereka memberitahumu bahwa aku adalah bajingan yang tidak memiliki keberanian melakukan keadilan, bahwa banyak ibu yang meninggal karena kesalahanku…" tulis Multatuli.


Penggalan tulisan itu mengindikasi penggunaan kata 'bajingan' sebagai bentuk umpatan sejak abad ke-19.


Bajingan sering terlambat


Bajingan yang populer di Jawa pada awal 1900 hingga 1940-an, menjadi kendaraan yang cukup langka di wilayah pelosok Yogyakarta.


Masyarakat kerap turut dalam gerobak yang ditarik sapi atau kerbau untuk keluar menuju kota, baik untuk berdagang, sekolah, hingga bekerja.


Transportasi ini selain langka, juga berjalan dengan lambat, sehingga waktu melintasnya tak tentu.


Kerap kali karena para calon penumpang sambat (mengeluh) setelah lama menunggu.


"Bajingan kok suwe tekone" (Bajingan kok lama datangnya), atau "Bajingan gaweane suwe!" (Bajingan lambat kerjanya/jalannya).


Seringnya keluhan-keluhan tersebut dilontarkan, diduga kata 'bajingan' kemudian mengalami pergeseran makna.


Meski awalnya merupakan nama profesi yang mulia, istilah tersebut kemudian berubah menjadi kata umpatan atau makian karena sering terlambat dan dinilai kerap mengecewakan para calon penumpang.


Setelah berkembangnya teknologi dan alat transportasi di Indonesia, banyak masyarakat yang kemudian beralih pada alat transportasi yang lain.


Hal ini juga menyebabkan semakin langkanya profesi bajingan di wilayah Jawa.


Sumber: kompas

Halaman:

Komentar