OLEH: ADY AMAR*
Membegal jadi cara rezim untuk menghentikan laju demokrasi. Merasa digdaya mampu menaklukkan segalanya. Membegal punya makna luas--merampas, merusak dan seterusnya--dengan konotasi melakukan upaya paksa sesukanya.
Merasa tak ada kekuatan yang mampu menghentikan. Menghentikan apa saja yang dimaui-inginkan. Segala cara dilakukan sesukanya, seolah itu kepatutan untuk kepentingan diri dan kelompoknya.
Rezim Jokowi tampak terjebak pada pilihan membegal Anies Baswedan, dan partai politik yang mengusungnya. Seolah itu langkah politik yang dimungkinkan. Hal itu tampak dilakukan pembantu setianya, yang mustahil tak diketahuinya. Kesan pembiaran itu amat terasa. Pertanda restu pun ia berikan. Adalah Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko yang terang-terangan membegal Partai Demokrat. Kasusnya masih bergulir lewat Pengajuan Kembali (PK) di MA.
Moeldoko tak memiliki KTA Demokrat, karena ia tak pernah jadi anggotanya. Cara membegal dipakai untuk bisa jadi ketua umumnya. Tidaklah mungkin nalar mampu menafsir langkahnya itu. Absurd.
Setelah itu membegal Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa, yang juga menjabat Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, dipelorot sebagai Ketua Umum cukup lewat Mukernas, September 2022, bukan lewat Muktamar, forum tertingginya. Digantikan Plt Ketua Umum Muhamad Mardiono, yang dikenal sebagai "orang dekat" Presiden Jokowi. Tidak jelas karena apa Suharso Monoarfa itu diganti, tapi yang jelas agar PPP tidak ikut-ikutan mendukung pencapresan Anies Baswedan. Agaknya langkah Suharso itu terendus, dan karenanya dihentikan.
 
                         
                                 
                                             
                                             
                                             
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                
Artikel Terkait
KPK Selidiki Dugaan Markup Proyek Kereta Cepat Whoosh: Fakta Terbaru!
Shell dan TotalEnergies Catat Penurunan Laba, Ini Penyebab dan Proyeksi Harga Minyak
Hujan Es Tangerang 2025: Penyebab, Dampak, dan Penjelasan BMKG
Bestari Barus Buka Suara Dukung Soeharto Jadi Pahlawan Nasional: Ini Alasan Kontroversialnya