Dalam orasi "Oke, Ganti Baru", di hadapan seratusan tokoh-tokoh pada 21 Juni lalu di Jakarta, sebagaimana dimuat Refly Harun Channel, Gatot menyerang elite-elite penguasa telah menyingkirkan rakyat dan suara rakyat demi kepentingan elite itu sendiri. Para elite yang berkuasa hanya memperkaya diri dan berpikir bagaimana anak dan cucunya bisa hidup terus dalam kekuasan.
Meskipun tidak menyinggung nama Jokowi dalam pidatonya, Gatot mengatakan upaya pelanjutanan kekuasaan oleh rezim, untuk Prabowo ataupun Ganjar, dapat dipersepsikan dimaksudkan ada kekuasaan Jokowi di dalamnya.
Gatot mencela penyingkiran Anies Baswedan atau upaya kekuasaan hanya mendukung Prabowo atau Ganjar saja, sebagai kejahatan demokrasi. Jika hanya wakil kekuasaan sekarang yang boleh berkompetisi, bagaimana nasib kekuasaan ke depan? Bagaimana mereka berkuasa tanpa legitimasi suara rakyat oposisi, yang jumlahnya bisa di atas 50% saat ini?
Gatot kemudian mengimbau tentara tidak diam saja. Sebab, tentara adalah anak kandung rakyat secara historis. Jika rakyat disingkirkan, menurut Gatot, saatnya tentara menunjukkan baktinya melindungi rakyat.
Kita telah melihat Gatot dan SBY secara terbuka menunjukkan keberpihakannya pada demokrasi. Demokrasi maksudnya di sini adalah sejatinya demokrasi, bukan pseudo demokrasi atau kepura-puraan. Meskipun keduanya tumbuh dalam lingkungan militer dan mencapai puncak kepemimpinan sebagai militer, keberpihakan mereka atas demokrasi akan menjadi contoh baik bagi bangsa kita ke depan.
Contoh apa? Contoh untuk tidak menuhankan kekuasaan. Contoh untuk tidak menyandera kekuasaan seperti kerajaan. Contoh untuk memberi kesempatan bagi rakyat memilih pemimpin secara bebas dan adil.
Tentu saja tugas menjadikan demokrasi itu sesuai aslinya, dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat bisa terwujud, memerlukan kerja keras. Plutokrasi, yang disinggung dalam artikel SBY, telah berlangsung pesat saat ini.
Orang-orang kaya menguasai semua kekuasaan. Hal ini harus kita tertibkan. Gatot Nurmantyo mendorong agar cendekiawan, ulama dan militer mengambil alih lagi pengelolaan kekuasaan. Itu harus dikejar terus.
Penutup
Jenderal (Purn) SBY dan Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo adalah tokoh militer yang getol memperjuangkan tegaknya demokrasi di Indonesia. Demokrasi itu bukan pseudo demokrasi, melainkan demokrasi sejati.
Plutokrasi harus ditumbangkan. Cendekiawan, ulama, dan tentara harus bersatu mengelola negara, agar cita-cita proklamasi berkelanjutan.
Namun, nasib masa depan bangsa ini merupakan komitmen bersama dan pengorbanan. Kita harus bersama mendukung tegaknya demokrasi itu. Kita harus selamatkan suara oposisi yang berkisar atau lebih dari 50% saat ini.
Kita harus pastikan capres-cawapres jangan hanya versi atau keinginan Jokowi saja. Anies Baswedan tidak boleh dijegal. Parpol pendukung Anies tidak boleh dibegal. Demokrasi harus diselamatkan.
*(Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle)
 
                         
                                 
                                             
                                             
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                
Artikel Terkait
Utang Whoosh Rp116 Triliun vs 12 Juta Penumpang: Ini Kata Luhut
Pohon Tumbang di Darmawangsa Jaksel Tewaskan 1 Orang, Ini Kronologi Lengkapnya
Komet 3I/ATLAS Bukan Pesawat Alien, Ini 5 Fakta dan Penjelasan NASA
Onadio Leonardo Ditangkap Polisi Terkait Narkoba, Viral di Medsos!