Mahfud MD Bongkar Dugaan Mark Up Proyek Whoosh, KPK Tunggu Laporan Lengkap

- Jumat, 17 Oktober 2025 | 09:25 WIB
Mahfud MD Bongkar Dugaan Mark Up Proyek Whoosh, KPK Tunggu Laporan Lengkap

Mahfud juga memperingatkan ancaman terhadap kedaulatan bangsa jika Indonesia gagal membayar utang proyek ini. Ia mencontohkan kasus Sri Lanka yang harus menyerahkan pelabuhannya kepada China akibat gagal bayar. Di Indonesia, China berpotensi meminta kompensasi berupa penguasaan Laut Natuna Utara untuk membangun pangkalan selama puluhan tahun.

Utang Membengkak dan Beban Berkelanjutan

Mahfud menyoroti besarnya utang proyek Whoosh yang sangat memberatkan. Meski merupakan kerja sama bisnis antar-BUMN (B2B), utangnya terus bertambah. Bunga hutangnya saja mencapai Rp 2 triliun per tahun, sementara pendapatan dari tiket maksimal hanya Rp 1,5 triliun.

"Jadi setiap tahun bertambah kan, bunga berbunga terus, negara nomboki terus," bebernya.

Ia memperkirakan, dengan termin yang ada, Indonesia baru akan melunasi utang Whoosh dalam waktu 70 hingga 80 tahun. Oleh karena itu, selain mencari solusi pembiayaan di luar APBN, Mahfud mendorong penyelesaian secara hukum, khususnya hukum pidana terkait dugaan mark up.

Pernyataan Pemerintah dan Latar Belakang Proyek Whoosh

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sebelumnya menegaskan bahwa beban utang kereta cepat Jakarta-Bandung tidak akan ditanggung APBN. Tanggung jawab pembayaran ada di tangan BPI Danantara, lembaga yang mengelola KCIC bersama sejumlah BUMN strategis.

“Kan KCIC di bawah Danantara ya. Kalau di bawah Danantara kan mereka sudah punya manajemen sendiri, punya dividen sendiri yang rata-rata setahun bisa dapat Rp80 triliun atau lebih. Harusnya mereka manage (utang KCJB) dari situ. Jangan kita lagi,” ujar Purbaya, Jumat (10/10/2025).

Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang mulai dibangun pada 2016 dan diresmikan pada Oktober 2023 merupakan yang pertama di Indonesia dan Asia Tenggara. Total nilai investasinya mencapai 7,27 miliar dollar AS atau sekitar Rp 118,37 triliun, dengan 75% pendanaan berasal dari pinjaman China Development Bank (CDB). Saat ini, pendapatan tiket dinilai belum cukup untuk menutup biaya bunga, cicilan pinjaman, dan biaya operasional, sehingga restrukturisasi menjadi langkah krusial.

Sumber: Monitor Indonesia

Halaman:

Komentar