GELORA.ME - Wacana Siti Hardijanti Rukmana atau akrab dipanggil Mbak Tutut Soeharto memimpin Partai Golkar kian ramai diperbincangkan publik.
Unggahan di media sosial memicu gelombang dukungan dari warganet yang menilai putri sulung Presiden ke-2 RI Soeharto itu layak menggantikan Bahlil Lahadalia sebagai ketua umum Golkar.
Tak sedikit netizen yang mengaitkan nostalgia Orde Baru dengan dorongan agar Tutut kembali memegang kendali partai berlambang beringin tersebut.
Dikutip dari akun Instagram RMOL, Rabu 20 Agustus 2025, ratusan komentar memenuhi unggahan terkait wacana Tutut Soeharto memimpin Golkar.
Sebagian besar warganet terang-terangan mendukung. Komentar mereka didominasi kalimat singkat seperti “setuju,” “mantap,” hingga “Bahlil cepet diganti.”
Menariknya, ada pula netizen yang secara eksplisit menulis “setuju kembalikan orde baru,” seolah menandakan kerinduan terhadap era kepemimpinan Soeharto yang identik dengan Golkar.
Hingga berita ini diturunkan, unggahan tersebut sudah mendapat lebih dari 250 tanda suka dan terus dibanjiri komentar yang menyoroti nama Tutut.
Bagi sebagian pendukungnya, rekam jejak Tutut dianggap cukup kuat.
Ia pernah duduk di Fraksi Golkar MPR periode 1992–1998 sebagai Ketua Koordinator Bidang Pemberdayaan Wanita DPP Partai Golkar.
Karier politiknya berlanjut saat Soeharto menunjuknya menjadi Menteri Sosial pada Maret 1998 di Kabinet Pembangunan VII.
Saat itu, Tutut meluncurkan program makan gratis bagi korban PHK akibat krisis moneter, serta mendorong program Takesra/Kukesra untuk menopang kesejahteraan jangka panjang.
Selain itu, setelah meninggalnya Ibu Tien Soeharto pada 1996, Tutut sempat mengambil peran sebagai pendamping resmi Presiden dalam berbagai acara kenegaraan, sehingga dikenal publik sebagai figur yang kerap tampil di panggung nasional.
Pengamat politik menilai derasnya dukungan warganet ini menunjukkan adanya kerinduan sebagian kelompok terhadap figur lama yang dianggap mampu membawa stabilitas politik.
“Fenomena ini lebih pada simbol nostalgia politik. Publik mudah terhubung dengan nama besar Soeharto, sehingga Tutut otomatis mendapat dorongan,” kata seorang pengamat politik dalam keterangan tertulis.
Namun, di sisi lain, tak sedikit pula yang mempertanyakan relevansi wacana ini dengan kebutuhan regenerasi politik Golkar.
Sebagian menilai partai yang lahir pada 1964 itu semestinya lebih fokus pada kaderisasi ketimbang menengok ke belakang.
Meski begitu, arus dukungan di media sosial tak bisa dianggap remeh.
Jika terus bergulir, wacana Tutut memimpin Golkar berpotensi menjadi isu politik besar menjelang agenda Musyawarah Nasional partai tersebut.
Gelombang dukungan publik di media sosial memperlihatkan bahwa nama besar Soeharto masih punya daya magnet di tengah masyarakat.
Apakah nostalgia Orde Baru akan benar-benar membawa Tutut ke kursi pimpinan Golkar masih menjadi tanda tanya besar.
Namun satu hal yang jelas, dinamika ini kembali menegaskan bahwa politik Indonesia kerap kali bersinggungan dengan romantisme masa lalu, terutama saat publik merasa butuh figur kuat di tengah ketidakpastian politik.
Sumber: HukamaNews
Artikel Terkait
Amien Rais Beri Peringatan: Bahaya Jika Gibran Jadi Presiden, Indonesia Akan Hancur!
LENGKAP! Penjelasan Bareskrim Soal Hasil Tes DNA RK-Anak Lisa Mariana Tak Cocok
KPK Jangan Jadikan OTT Alat Politik
Roy Suryo Sebut Jokowi Pengecut Soal Laporan Ijazah Palsu