GELORA.ME - Manuver politik yang diduga dirancang dari lingkaran dalam Istana memunculkan spekulasi adanya rencana Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar, dengan target utama menggulingkan Bahlil Lahadalia dari posisi ketua umum.
Menurut pengamat politik dari Citra Institute, Efriza, skenario ini bisa dilihat sebagai sinyal ketidaksenangan elite Istana terhadap pengaruh Jokowi yang terlalu dominan di pemerintahan baru Prabowo Subianto.
“Bahlil masih dianggap sebagai loyalis Jokowi yang kuat. Maka sangat mungkin Istana sedang menyiapkan skenario untuk merapikan ulang peta kekuasaan, termasuk melalui Munaslub,” ujar Efriza, Senin 4 Agustus 2025.
Efriza menggarisbawahi bahwa meskipun Prabowo telah menjadi presiden, aura dan pengaruh Jokowi masih terasa kuat di kabinet, termasuk lewat orang-orang dekatnya seperti Bahlil.
"Presiden Prabowo tentu ingin membangun pemerintahan yang berdaulat dan solid, tanpa dibayangi pengaruh presiden sebelumnya. Ini mungkin alasan mengapa muncul gagasan untuk mengganti pimpinan partai yang dianggap terlalu condong pada Jokowi,” jelasnya.
Menurut Efriza, upaya menggoyang posisi Bahlil lewat Munaslub merupakan strategi untuk menyusun ulang loyalitas politik, menguatkan pengaruh Prabowo, dan membersihkan sisa-sisa ‘warisan Jokowi’ dalam tubuh kekuasaan.
“Golkar adalah partai penting dalam koalisi. Tetapi jika dikendalikan oleh figur yang lebih setia kepada Jokowi daripada Prabowo, maka itu bisa menjadi hambatan dalam konsolidasi kekuasaan yang kini tengah dijalankan Istana,” jelasnya.
Nama Nusron Wahid, tokoh yang dinilai lebih netral dan bisa bersinergi dengan agenda Prabowo, disebut-sebut sebagai kandidat kuat pengganti Bahlil jika Munaslub benar-benar digelar.
“Dengan restu Istana, Nusron bisa menjadi pion baru dalam konsolidasi kekuasaan Prabowo. Ini semua bagian dari upaya membangun kontrol penuh terhadap partai pendukung,” kata Efriza.
Efriza menyebut bahwa Istana tengah berupaya keras menegaskan batas dengan era pemerintahan sebelumnya, dan manuver politik seperti Munaslub Golkar menjadi salah satu instrumen untuk mengikis dominasi figur Jokowi dalam arena kekuasaan saat ini.
“Isu Munaslub bisa jadi langkah awal mengikis kekuatan lama. Prabowo harus membuktikan dirinya bukan sekadar penerus Jokowi, tapi pemimpin yang memegang penuh kendali atas pemerintahannya sendiri,” kata dia.
Golkar Mulai Bersih Bersih Loyalis Jokowi, Bahlil Terancam Lengser!
Ketegangan politik internal Partai Golkar kembali memuncak seiring semakin santernya isu Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub).
Agenda utama Munaslub disebut-sebut adalah upaya mengganti Ketua Umum Bahlil Lahadalia, yang selama ini dikenal dekat dengan Presiden Joko Widodo.
Wacana penggantian Bahlil diprediksi akan mencapai puncaknya pada akhir 2025, bertepatan atau menyusul perombakan kabinet.
Beberapa sumber menyebut langkah ini telah mengantongi lampu hijau dari elite kekuasaan.
Sejumlah tokoh internal disebut tengah mempersiapkan diri sebagai kandidat ketua umum. Nama Menteri ATR/BPN Nusron Wahid kembali muncul ke permukaan.
Namun, rekam jejak Nusron yang pernah berbeda sikap politik dengan partai pada Pilpres 2014, masih menjadi ganjalan bagi sebagian kader.
Kala itu, Golkar secara resmi mengusung pasangan Prabowo-Hatta, sementara Nusron justru terang-terangan mendukung Jokowi-JK dan akhirnya dipecat dari keanggotaan.
Meski sempat direhabilitasi kubu Agung Laksono dan masuk ke pemerintahan Jokowi, citranya sebagai loyalis Jokowi belum sepenuhnya hilang.
Situasi itu membuka peluang besar bagi Meutya Hafid, Menteri Komunikasi dan Digital yang dinilai lebih netral secara politik.
Meutya juga dikenal memiliki hubungan yang cukup erat dengan Presiden Prabowo Subianto, terutama sejak menjabat sebagai Ketua Komisi I DPR yang bermitra langsung dengan Kementerian Pertahanan.
Meutya dianggap punya posisi strategis jika Golkar benar-benar ingin melakukan “pembersihan” loyalis Jokowi.
Selain memiliki rekam jejak profesional sebagai jurnalis dan legislator, Meutya disebut mampu membawa Golkar lebih dekat ke barisan inti pemerintahan Prabowo.
Jika terpilih, Meutya Hafid berpotensi menjadi perempuan pertama yang memimpin Golkar dan membawa semangat baru menjelang Pilpres 2029.
Sumber: Sawitku
Artikel Terkait
Abolisi dan Amnesti Bukan Preseden Buruk Penegakan Hukum
Tak Hanya Gibran, Dua Bos eFishery Juga Ditahan Polisi
Cerita Komjen Purn Dharma Pongrekun Tangani Kasus Ijazah: Secara Fisik Asli, Tapi Prosesnya Palsu!
ICW Laporkan Korupsi Pengurangan Porsi Makanan Haji Rp 255 M, Serahkan 3 Nama Terduga Pelaku