GELORA.ME - Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong divonis hukuman penjara 4,5 tahun.
Hakim menyatakan Tom bersalah dalam kasus korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan RI.
Hakim menyebut tindakan Tom terkait dengan impor gula juga bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, meski dalam fakta persidangan, tidak ada unsur memperkaya diri sendiri.
Hal yang memberatkan dalam Kasus Tom Lembong, hakim menilai mantan timses Anies Baswedan di Pilpres 2024 itu dianggap lebih mengedepankan ekonomi kapitalis dalam kebijakannya.
"Terdakwa pada saat menjadi Menteri Perdagangan kebijakan menjaga ketersediaan gula nasional dan stabilitas harga gula nasional lebih mengedepankan ekonomi kapitalis, dibandingkan sistem demokrasi ekonomi dan sistem Pancasila berdasarkan kesejahteraan umum dan keadilan sosial," beber hakim.
Majelis hakim juga menilai perbuatan Tom Lembong menerbitkan 21 persetujuan impor (PI) gula kristal mentah untuk perusahaan gula swasta dan melibatkan koperasi dalam operasi pasar memenuhi unsur pasal yang didakwakan jaksa.
Deretan kritik Tom Lembong
Tom Lembong selama ini dikenal cukup vokal dalam mengkritik pemerintah selama era Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Ia sendiri pernah masuk lingkaran pemerintahan Jokowi.
Pada 2015, Jokowi mengangkat Tom Lembong sebagai Menteri Perdagangan.
Kemudian Jokowi mempercayai Tom Lembong sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada 2016-2019.
Namun Thomas Lembong tak lagi bergabung dengan pemerintahan pada periode kedua Jokowi.
Pada 2021, ia berlabuh menyeberang gerbong perubahan dengan bergabung bersama Anies Baswedan.
Hubungan persahabatan yang sangat dekat dengan Anies, menjadi salah satu alasan Tom Lembong masuk ke Tim Nasional Anies-Muhaimin (Timnas Amin) di Pilpres 2024.
Saat itu, Tom Lembong menjabat sebagai co-captain Timnas Amin.
Kritik IKN
Saat menjabat sebagai timses Amin, Tom Lembong menyinggung soal pembuatan undang-undang IKN yang menurutnya terkesan sangat cepat dan tidak melibatkan masyarakat.
Hal ini disampaikan Tom Lembong saat diskusi CSIS mengenai industri dan hilirisasi, di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, 6 Desember 2023.
Tom juga menanggapi pernyataan Menteri Bahlil Lahadalia soal adanya calon presiden yang menolak IKN membuat calon investor menjadi ragu.
Menurutnya, para calon investor sudah ragu sejak awal sebelum adanya calon presiden menolak pembangunan IKN.
Kritik Tom Lembong kemudian ditanggapi Bahlil Lahadalia yang saat itu masih menjabat Menteri Investasi.
Bahlil dan Thomas Lembong belakangan saling beradu argumen.
Bahlil menilai, anggapan investor ragu untuk menanamkan modalnya di proyek IKN sejak pertama kali muncul keliru.
Apalagi, Bahlil bilang, Thomas menjabat sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sebelum proyek IKN muncul.
"Yang hari ini jadi menteri BKPM kan saya bukan Tom, jadi dia pikirannya keliru," kata dia, ditemui di Balai Kartini, Jakarta, pada 17 Desember 2023.
Lebih lanjut Bahlil mengklaim sejumlah investor luar negeri bahkan sudah menyampaikan komitmennya untuk berinvestasi di IKN.
Namun demikian, ia tidak bisa merinci jumlah atau nama perusahaan luar negeri yang akan masuk ke megaproyek tersebut.
"Kalau negaranya dari Uni Emirat Arab, China, Korea masuk," ujarnya.
Menurutnya, belum terealisasikannya investasi asing di proyek IKN disebabkan oleh langkah pemerintah yang memfokuskan investor dalam negeri pada tahap pertama pembangunan ibu kota baru.
Tujuannya agar proyek-proyek infrastruktur dasar yang dinilai "premium" bisa dikuasai pengusaha lokal.
"(Investor asing) bukan enggak ada yang masuk. Sudah ada yang masuk. Tapi saya diperintah presiden untuk di kluster A untuk memprioritaskan pengusaha dalam negeri," ucap Bahlil.
Kritik Hilirisasi Nikel
Masih saat menjabat timses Amin, Tom Lembong menganggap hilirisasi nikel di Indonesia terlalu dipaksakan.
Hal ini membuat hilirisasi nikel jadi mengesampingkan aspek lingkungan hidup, keselamatan pekerja, hingga rasionalitas pasar.
"Kalau lihat tren harga nikel itu sempat melonjak waktu kita tutup keran ekspor, merugikan nasabah kita, mungkin menguntungkan kita. Tapi setelah hilirisasi ini sudah jalan dan kita membanjiri dunia dengan nikel, harganya anjlok," kata dia dalam program GASPOL Kompas.com pada 10 Februari 2024.
Ia menambahkan, hal ini hanya memberikan keuntungan sementara terhadap ekonomi Indonesia.
Thomas Lembong menuturkan, pola bekerja seperti ini merugikan semua pihak.
Pola ini juga dikenal dengan boom and bust yang berarti setelah harga naik, perlahan akan turun menuju kolaps.
"Jadi yang lebih rasional itu, tidak ugal-ugalan, lebih konsisten, jadi peningkatan proyeksinya itu pelan-pelan dan betahap," imbuh dia.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI sendiri menyebut, eksploitasi nikel yang dilakukan saat ini dapat membuat total cadangan nikel habis dalam 15 hingga 20 tahun ke depan.
Untuk itu, ketika penambangan nikel dilakukan dengan lebih perlahan termasuk pemrosesan dan penjualan, harapannya cadangan nikel Indonesia dapat bertahan 30 hingga 50 tahun ke depan.
"Jadi ini kaya, keruk, lempar ke pasar dunia, sebentar lagi sudah habis. Nanti 20 tahun lagi kita butuh nikel kita harus keliling dunia ngemis-ngemis, balikin dong impornya," terang dia.
Sumber: Kompas
Artikel Terkait
DUH! Gara-Gara Satu Surat Belum Terbit, Proyek IKN Terancam Mangkrak?
BOCORAN Kondisi Sofian Effendi Setelah Tarik Ucapan Soal Ijazah Palsu Jokowi Versi Rismon Sianipar
Roy Suryo Tuding Ada Operasi Geng Solo di Balik Tarik Pernyataan Eks Rektor UGM Soal Ijazah Jokowi
Adi Prayitno Sebut PSI Bakal Pasang Badan untuk Jokowi, Mirip Prediksi Rocky Gerung