GELORA.ME - Isu penerapan kebijakan Darurat Militer tengah ramai diperbincangkan di tengah meluasnya aksi demonstrasi di berbagai wilayah di Indonesia.
Kekhawatiran ini muncul seiring dengan lonjakan unjuk rasa yang memprotes kebijakan pemerintah.
Hal ini menimbulkan spekulasi bahwa pemerintah dapat mengambil langkah ekstrem dengan memberlakukan Darurat Militer untuk meredam gejolak sosial, yang jika diterapkan akan membatasi kebebasan sipil dan mengalihkan kekuasaan kepada militer.
Darurat militer merupakan opsi terakhir yang bisa ditempuh negara ketika situasi dianggap mengancam keutuhan bangsa, di mana pemerintah sipil tidak mampu lagi menjalankan fungsi keamanan.
Namun penerapan darurat militer akan berdampak luas pada kehidupan masyarakat.
Sejumlah kebebasan sipil dapat dibatasi, mulai dari hak berkumpul, kebebasan berpendapat, hingga pergerakan masyarakat di ruang publik.
Pasalnya, TNI akan mengambil alih sebagian fungsi keamanan yang biasanya dijalankan oleh kepolisian.
Lantas, apakah benar jika aksi demo yang berkelanjutan dan meluas bisa memberlakukan kebijakan darurat militer?
Pemberlakukan Darurat Militer akibat aksi demo
Penerapan darurat militer biasanya dilakukan saat terjadi kondisi-kondisi luar biasa yang tidak bisa diatasi dengan mekanisme hukum atau aparat sipil biasa.
Walaupun aksi demo yang meluas dan berpotensi memicu kerusuhan besar bisa menjadi salah satu pemicu, namun hal tersebut tidak serta merta menjadi satu-satunya alasan utama.
Darurat militer adalah langkah ekstrem yang hanya diambil ketika negara berada di bawah ancaman serius, seperti misalnya:
- Pemberontakan bersenjata atau gerakan separatis yang mengancam keutuhan negara.
- Invasi atau ancaman serangan dari negara lain.
- Kerusuhan sosial yang meluas dan tidak terkendali.
- Gangguan keamanan besar sehingga aparat kepolisian atau sipil tidak mampu menanganinya.
Secara historis, Darurat Militer di Indonesia pernah diterapkan dalam situasi yang jauh lebih genting daripada sekadar unjuk rasa.
Menurut sejarah Indonesia pernah memberlakukan Darurat Militer sebanyak dua kali.
Yaitu pada 1957 saat kondisi politik tidak stabil akibat ancaman pemberontakan daerah (PRRI/Permesta).
Pemberlakukan Darurat Militer itu dilakukan pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.
Lalu pada 2003, pemerintah Indonesia memberlakukan darurat militer, tepatnya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Artikel Terkait
Kesurupan Massal di Pabrik Konveksi Bogor, Diduga Pemicunya Sebatang Pohon Tumbang!
Febrianto Ketakutan Usai Bunuh Anti Puspita Sari, Mengaku Dihantui Arwah Wanita Hamil yang Minta 4 Hal Ini
Cak Imin Ungkap Syok, Ortu Santri Malah Syukur Anaknya Tewas Tertimpa Runtuhan Ponpes: 3 Lagi Kalau Bisa
Anak Menkeu Kritik Pendidikan Pesantren: Sistem Feodal dan Budaya Penghormatan Berlebihan di Ponpes Lirboyo