Curhat Pilu Diplomat Arya Daru Sebelum Ditemukan Tewas dengan Wajah Terlakban

- Jumat, 11 Juli 2025 | 17:00 WIB
Curhat Pilu Diplomat Arya Daru Sebelum Ditemukan Tewas dengan Wajah Terlakban


GELORA.ME -
Sebelum ditemukan tewas dengan wajah terlakban, diplomat Kementerian Luar Negeri RI Arya Daru Pangayunan ternyata pernah curhat soal tekanan pekerjaan. 

Curhan hati itu pernah ditulis Arya Daru Pangayunan 4 tahun lalu tepatnya di tahun 2021 seperti dimuat TribunMedan pada Kamis (10/7/2025).

Arya Daru menceritakan bagaimana beratnya bekerja di Kementerian Luar Negeri hingga harus berjauhan dengan istri dan keluarga. 

Misalnya saja kata Arya, saat dirinya pertama kali bertugas di KBRI Yangon, Myanmar.

Arya Daru saat itu harus meninggalkan istrinya, Meta Ayu Puspitanti yang sedang hamil anak pertama mereka.

Di Myanmar, Arya Daru mendapat pekerjaan sebagai Local Staff (LS) Fungsi Politik di KBRI Yangon.

Hal itu membuat dirinya harus tinggal di Myanmar dengan mess yang sudah disediakan.

Namun hal yang membuat dirinya galau, yakni sang istri tengah hamil muda.

"Ketika mengabari Pita bahwa saya mengambil pekerjaan sebagai LS di Myanmar, sempat muncul kegalauan. Kebetulan Pita sedang hamil muda, dan dari informasi yang diberikan Pak Totok, fasilitas kesehatan di Myanmar tidak sebaik di Indonesia," tulis Arya Daru.

Dengan berat hati, Arya Daru pun harus meninggalkan sang istri untuk tinggal di rumah mertuanya, di Jogja.

"Karenanya, kami memutuskan untuk hidup terpisah," tulis Arya Daru lagi.

Arya Daru pun akhirnya berangkat ke Yangon pada tanggal 6 Juni 2011.

"Meninggalkan istri saya yang tengah hamil di Jogja bersama mertua saya. Ini merupakan keputusan yang cukup berat, namun harus dijalankan," katanya.

Meski bekerja di luar negeri, namun pekerjaan Arya Daru di sana sangat sederhana.

Bahkan untuk sekelas lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM), pekerjaannya sangat simpel.

"Dalam bekerja, walaupun lulusan S1 dari perguruan tinggi ternama, sebagai LS kita harus menurunkan ekspektasi. Pekerjaan sebagai LS tidaklah glamor.

Kita harus ikhlas jika seringkali diminta melakukan pekerjaan yang menurut kita “ecek-ecek” seperti sekedar fotokopi, mengantarkan dokumen, dan kliping koran," tulisnya.

Namun bekerja di Yangon nyatanya telah mengubah hidup Arya Daru menjadi lebih stabil.

Selama dua setengah tahun hidup sebagai LS di Myanmar, Arya merasa cukup makmur dari segi finansial.

"Saya sangat beruntung dibandingkan LS yang bekerja di Perwakilan RI di negara lain, karena di Myanmar saya tidak harus membayar untuk tempat tinggal karena statusnya milik KBRI. Kita hanya diminta membayar listrik saja sehingga bisa dibilang gaji saya cukup utuh," tulisnya.

Untuk biaya hidup sehari-hari, Arya Daru mengandalkan uang lembur.

Bahkan kehidupannya selama di Yangon juga cukup nyaman dan bisa membeli tahan di kampung halamannya.

"Selama tinggal di Yangon, saya bisa punya mobil, home theater di kamar, telepon genggam yang cukup high-end pada masanya, dan hal-hal lain yang menurut saya cukup istimewa. Bahkan saya bisa menabung untuk membeli tanah di Jogja," tulis dia.

Namun saat dia tinggal di Yangon, istrinya melahirkan anak pertama mereka di Indonesia. Apalagi proses kelahiran anak pertama mereka cukup sulit.

Karena komplikasi kehamilian, dari bulan keenam kehamilannya, Pita harus bedrest di rumah sakit.

"Cukup sedih rasanya tidak dapat menemani Pita yang sedang berjuang mempertahankan hidup seorang malaikat yang ada di perutnya. Pada bulan ke-8, saya mendapat kabar bahwa istri saya masuk ruang operasi untuk melahirkan, tepatnya tanggal 19 Oktober 2011," tulis dia.

Arya Daru pun meminta izin kepada Dubes untuk pulang ke Jogja, namun saat itu izin tidak langsung diberikan.

“Sebelum diijinkan pulang, saya ditugaskan untuk mendokumentasikan kunjungan Bapak Marty sehingga saya baru dapat pulang satu minggu setelah kelahiran anak pertama saya yang diberi nama Althea Alina Pangayunan," tandasnya.

Tiba di Jogja satu minggu kemudian, Arya Daru cukup sedih rasanya karena tidak bisa langsung menggendong Althea yang masih berada di dalam inkubator karena kelahirannya yang prematur.

Kondisi Pita juga masih sangat lemah sehingga saat itu menjadi masa-masa yang cukup berat bagi Arya Daru dan Pita.

"Dengan proses kehamilan dan kelahiran yang cukup berat dan memerlukan perawatan intensif, membawa anak istri ke Myanmar tentu belum menjadi opsi sehingga saya harus kembali mencari nafkah sendiri ke Yangon.

Walaupun harus hidup terpisah, dengan bantuan teknologi, Arya dapat dengan mudah memantau pertumbuhan Althea.

“Pita sering mengirimkan foto-foto melalui Blackberry Messenger dan kami juga sering melakukan video-call via Skype," tulis Arya.

Sumber: wartakota

Komentar