Piye Kabare: Dari Soeharto ke Jokowi, Tantangan Berat Prabowo dan Masa Depan Politik Indonesia

- Selasa, 09 Desember 2025 | 15:25 WIB
Piye Kabare: Dari Soeharto ke Jokowi, Tantangan Berat Prabowo dan Masa Depan Politik Indonesia

Mengurai Makna "Piye Kabare": Nostalgia Soeharto, Dinamika Jokowi, dan Ujian Berat Prabowo

Oleh: Erizal

Slogan "Piye kabare, enak zamanku to?" yang kerap disandingkan dengan foto mantan Presiden Soeharto, telah menjadi simbol nostalgia dan perbandingan antara era Orde Baru dengan masa Reformasi. Banyak yang memandang zaman sekarang dianggap tidak se-stabil dan se-sejahtera era Soeharto, sehingga memunculkan kerinduan akan masa lalu.

Dalam analisis politik, slogan ini kerap diusung oleh pihak-pihak yang ingin mengembalikan pengaruh kekuatan politik era Soeharto. Namun, fakta elektoral membuktikan upaya itu gagal. Partai-partai politik yang mengusung simbol keluarga atau era Soeharto, bahkan yang dipimpin langsung oleh putra-putrinya, tidak pernah meraih suara signifikan dan gagal melenggang ke Senayan.

Pergeseran Simbol: Dari Soeharto ke Jokowi

Menurut pengamatan mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, kecenderungan menggunakan narasi serupa akan muncul kembali di masa kini dan mendatang. Namun, simbol yang diusung bukan lagi Soeharto, melainkan Presiden Jokowi. Pola kampanyenya tentu disesuaikan dengan konteks kekinian.

Perbedaannya mendasar. Jika slogan era Soeharto menargetkan perbandingan zaman (Orde Baru vs. Reformasi), maka narasi dengan simbol Jokowi berpotensi diarahkan untuk membandingkan kepemimpinan orang per orang, dalam hal ini Presiden terpilih Prabowo Subianto. Zaman dianggap relatif sama, yang dibedakan adalah figur pemimpinnya.

Kompleksitas Hubungan Jokowi dan Prabowo

Pernyataan Gatot Nurmantyo ini tentu bisa ditafsirkan sebagai upaya memisahkan atau mengadu domba hubungan Jokowi dan Prabowo yang sering digambarkan sebagai "dwi tunggal". Prabowo sendiri berulang kali menegaskan komitmennya untuk melanjutkan program-program Jokowi.

Halaman:

Komentar