Karier politik Takaichi dimulai pada 1993 ketika terpilih sebagai anggota parlemen untuk pertama kalinya. Bergabung dengan Partai Demokrat Liberal (LDP), namanya semakin mencuat saat menjabat sebagai Menteri Urusan Dalam Negeri dan Komunikasi di era pemerintahan Shinzo Abe (2014-2017 dan 2019-2020). Pengalamannya semakin matang dengan dipercaya sebagai Menteri Keamanan Ekonomi di kabinet Fumio Kishida pada 2022–2024.
Sosok Konservatif dengan Julukan "Margaret Thatcher Jepang"
Meski menjadi pemimpin perempuan pertama, Takaichi bukanlah simbol feminisme liberal. Dia justru dikenal sebagai nasionalis konservatif yang dekat dengan almarhum mantan PM Shinzo Abe. Posisinya yang tegas mendukung revisi Konstitusi Jepang, termasuk Pasal 9 yang melarang perang, serta penentangannya terhadap legalisasi pernikahan sesama jenis, membuatnya sering dijuluki sebagai "Margaret Thatcher versi Jepang" oleh media dalam dan luar negeri.
Tantangan Kepemimpinan Takaichi ke Depan
Sebagai perdana menteri, Takaichi menghadapi tantangan berat. Jepang masih bergulat dengan perekonomian yang stagnan, populasi yang menua, serta ancaman geopolitik dari negara tetangga seperti China dan Korea Utara. Di dalam negeri, dia juga harus menyeimbangkan antara ideologi konservatifnya dan tuntutan modernisasi dari generasi muda.
Keberhasilannya menembus puncak kekuasaan di negeri yang terkenal patriarkal ini menjadi momen bersejarah yang membuka pintu bagi generasi baru perempuan Jepang untuk bermimpi menembus batas-batas politik yang sebelumnya tertutup rapat.
Sumber: Profil Sanae Takaichi, PM Perempuan Pertama Jepang Mantan Drummer Band Heavy Metal
Artikel Terkait
Gara-gara Menagih Utang, Pasangan Penjual Sayur Malah Digiring ke Penjara
Shin Tae-yong Buka Suara: Ini Dia Isi Tawaran Kontrak Baru dari PSSI
Gibran vs Prabowo: Tingkat Kepuasan Publik Tertinggal Jauh, Ini Faktanya!
Diduga Ada Transaksi Gelap di Balik Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Ini Kata Pengamat!