Kuburan Demokrasi Dibuat di UII: Mahasiswa Geram, Tuntut Pembebasan Paul dan Aktivis Lain

- Selasa, 07 Oktober 2025 | 06:25 WIB
Kuburan Demokrasi Dibuat di UII: Mahasiswa Geram, Tuntut Pembebasan Paul dan Aktivis Lain


Mahasiswa dan sivitas Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar aksi bertajuk Aksi Solidaritas UII Rapatkan Barisan: Bebaskan Paul, Bebaskan Semua Korban Tangkap Paksa dan Kriminalisasi, Senin (6/10/2025) sore.

Massa aksi tersebut digelar di Selasar Gedung Auditorium Prof. Dr. K.H. Abdul Kahar Mudzakkir, Kampus Terpadu UII, Sleman.

Dalam aksi itu, massa membuat instalasi menyerupai kuburan sebagai simbol matinya demokrasi di Indonesia. Sejumlah banner pun telah dipasang di sekitar lokasi.

Banner dan spanduk itu berisi seruan pembebasan Paul dan aktivis lain serta menolak praktik kriminalisasi terhadap masyarakat sipil.

Poster besar bertulis 'Bebaskan Paul! Bebaskan Semua Tahanan Politik! Hentikan Perburuan Aktivis!', lalu 'Presisi atau Represi?', serta 'Dituduh Provokator Hukum Jadi Alat Penekan Kami Tuntut Bebaskan'.

Guru Besar Komunikasi UII, Masduki, menilai kasus yang menimpa Paul bukan hanya persoalan individu.

Melainkan simbol kemunduran kebebasan berekspresi di Indonesia.

Ia menyebut Paul mewakili suara generasi muda yang berani bersikap kritis terhadap kekuasaan.

"Paul adalah wakil dari anak muda yang kritis, menyuarakan ekspresinya, apapun bentuknya, untuk menjaga kewarasan demokrasi," kata Masduki.

Ditegaskan Masduki, bahwa aksi solidaritas ini juga menjadi tanda bahwa demokrasi Indonesia tengah mengalami kemunduran serius.

Indikatornya, kata dia, terlihat dari semakin banyaknya masyarakat sipil yang dikriminalisasi saat menyampaikan pendapat.

"Kita sedang menandai demokrasi mengalami kematian, kemunduran," tegasnya.

Kepala Pusat Studi Agama dan Demokrasi UII itu menyebut aksi ini bukan sekadar peringatan simbolik, melainkan bentuk perlawanan terhadap tindakan represif aparat.

Ia mengajak publik untuk bersuara lebih keras menolak segala bentuk intimidasi terhadap aktivis dan pembela kebebasan sipil.

Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Keagamaan, dan Alumni UII, Rohidin, menegaskan bahwa gerakan solidaritas ini adalah upaya untuk membangkitkan nurani publik agar hukum dan keadilan ditegakkan secara benar.

"Kita ingin menghidupkan hati nurani, ingin mengingatkan kepada negara agar hukum ditegakkan sebaik-baiknya, keadilan ditegakkan seadil-adilnya," ucap Rohidin.

Rohidin menyesalkan kondisi hukum Indonesia yang kian memprihatinkan, di mana sejumlah aktivis yang memperjuangkan kebenaran justru ditangkap dan diinterogasi tanpa pendampingan hukum yang layak.

Dalam orasinya, Rohidin turut menyinggung sosok Muhammad Fakhrurrozi alias Paul, mahasiswa UII angkatan 2016-2017, yang dikenal sebagai aktivis dengan daya kritis dan nalar sehat.

Ia menyebut Paul sebagai mahasiswa yang berani berpikir tajam tanpa tendensi, dan justru menjadi korban pembungkaman.

"Paul adalah seorang aktivis yang luar biasa, daya kritisnya melampaui teman-teman, daya baca sangat luar biasa. Paul memiliki akal sehat dan tidak mungkin memicu orang berbuat jahat. Kalau dia menggerakkan orang untuk bersuara, itu hak konstitusional. Justru yang membungkam itu yang jahat," ujarnya.

Rohidin menegaskan bahwa menyuarakan demokrasi, keadilan, dan kebenaran merupakan hak konstitusional setiap warga negara.

Sebaliknya, tindakan melarang atau membungkam ekspresi publik adalah bentuk kejahatan terhadap demokrasi.

"Oleh sebab itu saya memohon kepada para penegak hukum di level manapun, bebaskan Paul, tegakkan proses hukum, tegakkan keadilan, bebaskan tahanan politik, hentikan perburuan aktivis," seru Rohidin.

Sumber: suara
Foto: Aksi solidaritas UII bertajuk 'Rapatkan Barisan: Bebaskan Paul, Bebaskan Semua Korban Tangkap Paksa dan Kriminalisasi' di Selasar Gedung Auditorium Prof. Dr. K.H. Abdul Kahar Mudzakkir, Kampus Terpadu UII, Sleman, Senin (6/10/2025) sore. [Hiskia/Suarajogja]

Komentar