Bongkar! KPK Temukan 400 Biro Perjalanan dan 13 Asosiasi Terseret Kasus Kuota Haji, Siapa Dalangnya?

- Jumat, 19 September 2025 | 17:00 WIB
Bongkar! KPK Temukan 400 Biro Perjalanan dan 13 Asosiasi Terseret Kasus Kuota Haji, Siapa Dalangnya?




GELORA.ME - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengungkap babak baru dalam kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji 2023–2024.


Lembaga antirasuah ini menyebut sedikitnya 13 asosiasi dan 400 biro perjalanan haji ikut terseret dalam praktik jual beli kuota yang merugikan negara hingga lebih dari Rp1 triliun.


Temuan ini menegaskan bahwa kasus haji bukan sekadar permainan oknum individu, melainkan melibatkan jejaring luas yang terorganisir.


Bagi masyarakat, isu ini terasa dekat karena menyangkut ibadah yang sakral sekaligus mahal, sehingga potensi manipulasi kuota menjadi perhatian serius.


KPK menegaskan bahwa proses penyidikan membutuhkan waktu panjang karena harus menelusuri praktik berbeda-beda di setiap travel haji.


Publik diminta bersabar karena penetapan tersangka baru akan dilakukan setelah bukti dinilai kuat dan tidak bisa terbantahkan.


Dari Dua ke 13 Asosiasi: Skandal yang Menggurita


Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyebut awalnya hanya ada dua asosiasi yang diduga terlibat. 


Namun, seiring pendalaman, jumlahnya membengkak menjadi 13 asosiasi.


“Awalnya itu ada dua asosiasi. Sudah bertambah lagi ternyata. Tambah 11, dan ini informasi terus berjalan,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (18/9/2025).


Menurutnya, keterlibatan hampir 400 biro perjalanan membuat penyidikan menjadi rumit.


Setiap biro memiliki pola sendiri dalam menjual kuota haji, sehingga KPK harus memastikan kejelasan kasus secara detail sebelum melangkah lebih jauh.


Kerugian Negara Ditaksir Lebih dari Rp1 Triliun


KPK sebelumnya menyebut hasil penghitungan awal kerugian negara akibat dugaan korupsi kuota haji mencapai Rp1 triliun lebih.


Nilai fantastis ini membuat kasus haji menjadi salah satu skandal keuangan negara terbesar dalam sektor keagamaan.


Selain itu, KPK juga mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, termasuk mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Ia telah diperiksa KPK pada Agustus 2025, seiring penyidikan awal kasus tersebut.


Saat ini, KPK juga bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk memastikan total kerugian negara secara resmi.


Sorotan DPR: Pansus Angket Haji Bongkar Kejanggalan


Tak hanya KPK, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI juga menemukan kejanggalan besar dalam distribusi kuota haji 2024.


Fokus utamanya adalah kebijakan Kementerian Agama yang membagi kuota tambahan 20.000 jamaah dengan komposisi 50:50 untuk haji reguler dan haji khusus.


Pembagian ini dianggap menyalahi aturan. Berdasarkan UU No. 8 Tahun 2019, kuota haji khusus seharusnya hanya 8 persen, sementara haji reguler mendapat 92 persen. 


Dengan kata lain, kebijakan Kemenag dianggap menyimpang dari dasar hukum yang berlaku.


Rasa Kecewa dan Tuntutan Transparansi


Kasus ini memicu reaksi keras masyarakat, terutama calon jamaah haji yang merasakan dampak langsung dari keterbatasan kuota.


Di media sosial, banyak warganet melontarkan kritik soal lemahnya pengawasan negara dalam urusan yang sangat sensitif ini.


Beberapa netizen menilai bahwa skandal ini mencoreng nilai spiritual ibadah haji.


“Kalau ibadah suci saja bisa dijadikan lahan korupsi, bagaimana dengan urusan lain?” tulis salah satu komentar yang viral di X (Twitter).


Di sisi lain, pakar hukum tata negara juga menekankan pentingnya pengawasan lintas lembaga agar kasus ini tidak berhenti pada level biro perjalanan, melainkan mengungkap siapa aktor besar di balik kebijakan kuota.


Skandal kuota haji 2023–2024 berpotensi menjadi preseden besar dalam tata kelola ibadah haji di Indonesia.


Transparansi dan akuntabilitas di sektor keagamaan semakin dituntut setelah muncul bukti dugaan permainan yang merugikan jamaah sekaligus negara.


Jika KPK mampu menuntaskan kasus ini hingga ke akar, hal ini bisa menjadi momentum reformasi besar-besaran dalam penyelenggaraan haji.


Namun, jika penyidikan mandek, publik dikhawatirkan akan semakin kehilangan kepercayaan pada institusi yang mengelola ibadah terbesar umat Islam.


Ke depan, publik berharap KPK tidak hanya menjerat pelaku dari biro perjalanan dan asosiasi, tetapi juga menyingkap peran pejabat tinggi yang berwenang dalam pembagian kuota.


Karena bagi masyarakat, haji bukan sekadar perjalanan spiritual, melainkan juga simbol keadilan dan integritas negara.


Sumber: HukamaNews

Komentar