Dendam Jokowi Dihadang Prabowo

- Minggu, 03 Agustus 2025 | 06:35 WIB
Dendam Jokowi Dihadang Prabowo


KETIKA Nelson Mandela jadi Presiden Afrika Selatan, seorang wartawan bertanya: "Kenapa anda tidak penjarakan orang-orang yang dulu telah memenjarakan anda?". Nelson menjawab: "27 tahun saya menderita di penjara. Saya tidak ingin menambah penderitaan saya dengan memenjarakan mereka (dendam)".

Kasus Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto dinilai publik sebagai bentuk balas dendam Joko Widodo alias Jokowi. Tom Lembong adalah eks Menteri Perdagangan dan orang yang menyiapkan teks pidato Presiden Jokowi. Di Pilpres 2024, Tom Lembong balik arah dan mendukung Anies Baswedan. Anies adalah "musuh" dan tokoh yang paling "dikuyo-kuyo" dimasa kekuasaan Jokowi. 

Sementara Hasto adalah Sekjen PDIP yang paling bersemangat menyerang Jokowi. Bahkan menyiapkan sejumlah dokumen dan video terkait dosa Jokowi. Meski sampai sekarang tak pernah dia bisa buktikan.

Dalam persidangan terakhir, Tom Lembong divonis 4,5 tahun penjara. Vonis ini membuat marah hampir seluruh masyarakat Indonesia. Sebab, Tom Lembong tak terbukti menerima uang dan tak ada mens rea (niat jahat). 

Tidak terima uang dan tak ada niat jahat, tapi divonis bersalah dan dijatuhi hukuman 4,5 tahun penjara. Vonis ini melukai perasaan, mengguncang nalar dan menodai rasionalitas publik. Publik marah. Vonis ini semakin menguatkan dugaan adanya faktor non hukum yang ikut menentukan keputusan.

Soal intervensi hukum di Indonesia, ini sudah hal biasa. Yang nggak biasa itu kalau ada aparat hukum jujur dan elite anti korupsi. Ini baru barang langka.

Presiden Prabowo Subianto membaca situasi ini. Dengan sabar dan tekun mengikuti proses persidangan Tom Lembong. Ketika Tom Lembong divonis, tak lama kemudian Presiden Prabowo memberikan abolisi. Menghapus semua keputusan hakim terkait vonis terhadap Tom Lembong. 

Di waktu yang sama, Presiden Prabowo juga memberikan amnesti kepada Hasto Kristiyanto. Amnesti itu pengampunan. Ya, semacam pengampunan dosa. Supaya tidak terlihat vulgar, amnesti untuk Hasto dikeluarkan berbarengan dengan 1.116 terpidana 

Silahkan para ahli hukum berdebat soal substansi dari dua kasus yang diberi abolisi dan amnesti ini. Saya hanya ingin menyoroti dari sisi politik.

Pemberian abolisi dan amnesti oleh Prabowo merupakan langkah politik yang cukup cerdas dan taktis. Saat publik sedang masif memberikan empatinya kepada Tom Lembong, Presiden Prabowo hadir. Gelombang empati akhirnya juga mengalir ke Prabowo. Abolisi seperti mata air yang muncul di saat rakyat sedang kehausan atas keadilan hukum. Prabowo hadir di saat yang paling tepat.

Di saat yang bersamaan, Prabowo juga memberikan amnesti kepada Hasto. Ini langkah politik lainnya. Urusannya bukan kepada publik, karena publik tidak ada hubungannya dengan kasus Hasto. Tom Lembong dan Hasto adalah dua kasus yang berbeda.

Jika kasus Tom Lembong berkaitan dengan empati dan simpati publik, sedangkan kasus Hasto berkaitan dengan kebutuhan Prabowo terhadap dukungan dari PDIP.

Informasi yang beredar ke publik: PDIP siap bergabung dengan Prabowo dengan dua syarat. Salah satunya: Hasto dibebaskan. Benarkah?

Yang pasti, dengan pemberian abolisi kepada Tom Lembong dan amnesti kepada Hasto, Prabowo mendapat tiga keuntungan sekaligus. 

Pertama, Prabowo mendapatkan simpati publik. Publik mengapresiasi langkah Prabowo yang berpihak dengan amat cerdas kepada Tom Lembong. Kali ini, simpati publik tidak lagi dimonopoli oleh Tom Lembong. Tom Lembong harus berbagi dengan Prabowo. 

Kedua, amnesti kepada Hasto menjadi ruang baru bagi rekonsiliasi Prabowo dengan Megawati. 

Ketiga, abolisi dan amnesti menjadi pukulan telak Prabowo kepada Jokowi. Ini pukulan yang kesekian kali yang dimainkan Prabowo secara softly, sistemik dan konsisten.

Abolisi kepada Tom Lrmbong dan terutama amnesti kepada Hasto akan membuka konstalasi baru dalam land scape perpolitikan Indonesia kedepan. Prabowo akan melangkah semakin kuat karena dukungan PDIP, seiring dengan melemahnya pengaruh Jokowi.

Apakah dukungan PDIP kepada Parbowo, jika ini benar-benar terjadi, akan membuat Indonesia lebih stabil? Apakah bergabungnya PDIP ke koalisi Prabowo akan membuat demokrasi kita lebih hidup? Pertanyaan ketiga, dan ini paling substansial: Apakah merapatnya PDIP ke Prabowo akan membuat Indonesia lebih baik?

Tiga pertanyaan ini seiring berjalannya waktu akan terjawab. Butuh beberapa tahun kedepan untuk kita mendapatkan jawabannya.

Era balas dendam boleh jadi lambat laun akan menghilang. Apakah era baru akan memberi jaminan?

Kita tunggu.

Oleh: Tony Rosyid
Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
______________________________________
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan GELORA.ME terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi GELORA.ME akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

Komentar