Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menuai kritik keras dari berbagai lapisan masyarakat pasca-melakukan pemblokiran massal terhadap rekening-rekening pasif (dormant) milik nasabah yang tidak melakukan transaksi lebih dari tiga bulan.
Kebijakan ini disebut-sebut dilakukan untuk melindungi masyarakat dari penyalahgunaan rekening, termasuk dalam praktik judi daring.
Namun, pakar hukum tata negara sekaligus mantan Menko Polhukam, Prof Mahfud MD, mengecam langkah tersebut dan menyebutnya sebagai bentuk penyalahgunaan kewenangan yang serius.
"Menurut saya PPATK sudah melakukan pelanggaran kewenangan yang serius yang bisa digugat itu ke pengadilan. Karena memblokir rekening orang itu tidak boleh dengan ukuran yang sifatnya ukuran umum. Ukuran umum itu apa? Barang siapa rekeningnya tidak bergerak tiga bulan akan dibekukan, itu jahat. Terlalu jahat itu," ujarnya, Jumat (1/8/2025).
Mahfud menegaskan pemblokiran rekening hanya bisa dilakukan oleh pihak-pihak yang berwenang, yaitu Bank Indonesia, Menteri Keuangan, atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Dalam kondisi tertentu, PPATK memang memiliki kewenangan serupa, namun hal itu harus berdasarkan adanya dugaan tindak pidana yang jelas.
"PPATK juga boleh, tapi atas izin, instruksi-instruksi itu kalau ada dugaan. Kalau ada dugaan tindak pidana di dalam rekening itu. Lah ini? Pokoknya setiap rekening yang tiga bulan tidak bergerak itu diblokir," ucapnya yang mengaku heran dengan kebijakan tersebut.
Menurut Mahfud, keputusan PPATK tersebut bukan hanya gegabah, melainkan diduga kuat dilakukan atas tekanan atau perintah dari kekuatan tertentu.
Dia menegaskan pemblokiran rekening seharusnya dilakukan secara selektif dan berdasarkan bukti awal yang cukup, bukan berdasarkan asumsi atau kategori umum seperti 'tidak aktif selama tiga bulan'.
Dia kemudian mencontohkan praktik pemblokiran rekening dalam kasus dugaan tindak pidana yang pernah ditanganinya dahulu. Di mana proses pemblokiran dilakukan dengan tetap mempertimbangkan hak dasar warga negara.
"Kalau ada dugaan pidana baru orang diblokir, itupun ada batasnya, diblokir lima hari lalu diperpanjang, itu pun setiap hari dicairkan kayak dulu kita saya memblokir rekeningnya Al-Zaitun. Itu setiap hari 10 persen boleh diambil agar orang tidak mati. Lah ini langsung ditutup," ungkapnya.
Dia juga mengingatkan agar PPATK tidak menyalahgunakan posisinya dengan dalih perlindungan publik, karena justru dapat menimbulkan keresahan publik.
"Gimana melindungi rakyat tapi memblokir rekening orang ditutup. Kalau ada dugaan, misalnya rekening tertentu ini mencurigakan, ya blokir dulu. Lalu diselidiki, gitu," ungkapnya.
Dalam kesempatan ini, Mahfud menyampaikan dia sendiri sempat mengecek rekening-rekening miliknya ke bank setelah mendengar kabar pemblokiran massal ini.
Meski memiliki banyak rekening karena pekerjaannya yang beragam, Mahfud memastikan bahwa semua rekeningnya masih dalam kendali dan tidak terdampak pemblokiran.
"Punya saya ndak ada yang kena. Karena ya saya punya beberapa rekening tetapi semuanya masih terkendali ya," ucapnya.
Sebelumnya, PPATK menemukan rekening tidak aktif (dorman) lebih dari 140 ribu rekening yang tidak aktif selama lebih dari 10 tahun dengan nilai mencapai Rp 428.612.372.321 tanpa ada pembaruan data nasabah.
“Ini membuka celah besar untuk praktik pencucian uang dan kejahatan lainnya, yang akan merugikan kepentingan masyarakat atau bahkan perekonomian Indonesia secara umum,” kata Koordinator Kelompok Substansi Humas PPATK M Natsir Kongah ketika dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (30/7/2025).
Seiring maraknya penyalahgunaan rekening dorman dan setelah upaya pengkinian data nasabah, PPATK pada 15 Mei 2025 menghentikan sementara transaksi pada rekening yang dikategorikan dorman, berdasarkan data perbankan per Februari 2025.
Langkah itu, menurut dia, bertujuan untuk melindungi rekening nasabah agar hak dan dananya tetap aman dan 100 persen utuh, sekaligus mendorong bank dan pemilik rekening melakukan verifikasi ulang untuk mencegah penyalahgunaan rekening dalam tindak kejahatan.
PPATK telah meminta perbankan untuk segera melakukan verifikasi data nasabah serta memastikan reaktivasi rekening ketika diyakini keberadaan nasabah serta kepemilikan rekening dari nasabah bersangkutan.
“Pengkinian data nasabah perlu dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga tidak merugikan nasabah sah serta menjaga perekonomian dan integritas sistem keuangan Indonesia,” kata Natsir
Dia mengatakan penghentian sementara transaksi pada rekening dorman dilakukan bukan tanpa alasan. Dalam analisis lima tahun terakhir, PPATK menemukan maraknya penyalahgunaan rekening dorman tanpa sepengetahuan pemiliknya.
Rekening-rekening tersebut kerap digunakan untuk menampung dana hasil tindak pidana, seperti jual beli rekening, peretasan, penggunaan nominee sebagai rekening penampungan, transaksi narkotika, korupsi, dan kejahatan lainnya, katanya.
Dana dalam rekening dorman juga kerap diambil secara melawan hukum, baik oleh pihak internal bank maupun pihak lain, terutama pada rekening yang tidak pernah diperbarui datanya oleh nasabah.
Di sisi lain, dia mengatakan rekening dorman tetap memiliki kewajiban untuk melakukan pembayaran biaya administrasi kepada bank hingga banyak rekening dorman dananya habis serta ditutup oleh pihak bank.
Ekonom Senior Didik J Rachbini mengkritik keras tindakan pemblokiran rekening dorman yang dilakukan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Menurutnya, PPATK telah keluar jalur dari tugas dan fungsinya, sehingga para pejabatnya dinilai perlu diberi sanksi yang tegas.
Didik mengamati dan berpandangan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, para pejabat publik kerapkali mengeluarkan kebijakan sembarang dan bersifat ngawur. Yang terbaru tak lain yang dilakukan oleh PPATK.
“Kebijakan buruk PPATK yang semau gue memblokir rekening tidak aktif selama 3 bulan dengan alasan untuk mencegah penyalahgunaan untuk kriminal, pencucian uang, dan sebagainya, ini sebenarnya menyalahi tugas dan fungsi PPATK sendiri,” ungkap Didik dalam keterangannya kepada Republika.co.id, Kamis (31/7/2025).
Dijelaskan, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2010, dijelaskan bahwa tugas dan fungsi PPATK memang secara umum untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang, (TPPU) seperti tugas lain dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan internal bank sendiri. Jika ada laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM), PPATK bekerjasama dan melaporkannya ke aparat hukum.
“PPATK bukan aparat hukum yang bisa bertindak sendiri, lalu memblokir secara masif akun-akun yang dianggap terindikasi tersebut,” ujarnya.
Didik menyebut, tugas dan fungsi PPATK bersifat tidak langsung dalam hal penindakan. Yakni memberikan rekomendasi hasil analisis kepada penyidik, jaksa, atau hakim. Aparat hukum yang berwenang-lah yang menentukan apakah rekening nasabah bisa diblokir atau tidak.
“PPATK tidak memiliki kewenangan langsung untuk memblokir rekening nasabah bank,” tegasnya.
Didik menegaskan, PPATK tidak dapat memblokir langsung rekening nasabah seara massal seperti dilakukan sekarang, walaupun dengan sifat sementara. PPATK hanya dapat meminta penyidik (Polri, Kejaksaan, KPK) untuk memblokir rekening jika ditemukan indikasi TPPU atau pendanaan terorisme.
Barulah kemudian aparat hukum, baik penyidik, jaksa, atau hakim yang memerintahkan penyedia jasa keuangan (misalnya bank) untuk memblokir rekening. Jadi, PPATK sifatnya memang hanya dapat merekomendasikan berdasarkan hasil analisis dan tidak mengeksekusi langsung blokir.
“Dalam kasus ini PPATK, sudah keluar jalur dari tugas dan fungsinya. Ini menandakan pemimpinya tidak kompeten menjalankan tugasnya sehingga kebijakan tersebut selain tidak efektif, juga meresahkan publik,” ujar Didik.
Menurutnya, alasan rekening pasif 3 bulan sebagai tempat menadah uang tidak masuk akal sebagai argument kebijakan tersebut. Tidak ada undang-undang dan aturan yang melarang rekening pasif sebagai pelanggaran hukum.
“Pejabat tidak kompeten seperti ini sebaiknya diberi sangsi tegas, baik peringatan atau diberhentikan, karena kelalaian fatal dan menunaikan tugasnya secara tidak profesional. Ini merupakan kelalaian Pemerintah juga memilih pejabat tidak kompeten di bidangnya sehingga Pemerintah juga ikut bertanggung jawab,” tutupnya.
Sumber: republika
Foto: Foto: Wulan Intandari
Prof Mahfud MD
Artikel Terkait
Bebasnya Tom Lembong dan Hasto, Habib Umar Alhamid: Satu PR Bangsa Ini Diselesaikan Prabowo
Prabowo Sedang Melindungi dan Menyelamatkan Jokowi
Kisah Presiden RI Ngamuk ke Presiden AS Usai Kena Prank
Mantan Presiden Kolombia Divonis 12 Tahun Tahanan Rumah karena Manipulasi Saksi