OLEH: PAUL EMES
DALAM sejarah militer Indonesia, kenaikan pangkat dan jabatan adalah sesuatu yang setidaknya dalam buku aturan harusnya melewati mekanisme ketat berbasis prestasi, pengalaman, dan kecakapan tempur.
Tapi, tentu saja, aturan hanyalah dekorasi jika yang berbicara adalah kedekatan dengan lingkaran kekuasaan.
Mayor Teddy, seorang perwira yang lebih dikenal sebagai ajudan seorang calon presiden, tiba-tiba meroket bak roket uji coba. Pangkatnya melesat menjadi Letnan Kolonel dalam waktu yang membuat banyak perwira lain yang bertahun-tahun berkeringat di medan tempur hanya bisa mengelus dada.
Dan sebagai klimaks dari drama pangkat ekspres ini, ia kini duduk di kursi Sekretaris Kabinet, sebuah jabatan sipil setingkat menteri yang, dalam dunia normal, seharusnya tak bisa ditempati seorang prajurit aktif.
Tapi ini bukan dunia normal. Ini adalah dunia di mana aturan dibuat untuk dilanggar, asal yang melanggar adalah penguasa dan orang dalam.
Bayangkan perasaan para prajurit yang menghabiskan hidupnya di medan pertempuran, bertaruh nyawa di hutan-hutan Papua atau pegunungan perbatasan, hanya untuk melihat seorang ajudan melompat lebih cepat dari bayangan mereka. Bukan karena kepahlawanan, bukan karena kemenangan di garis depan, tapi karena kedekatan dengan penguasa.
 
                         
                                 
                                             
                                             
                                             
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                
Artikel Terkait
KPK Selidiki Dugaan Markup Proyek Kereta Cepat Whoosh: Fakta Terbaru!
Shell dan TotalEnergies Catat Penurunan Laba, Ini Penyebab dan Proyeksi Harga Minyak
Hujan Es Tangerang 2025: Penyebab, Dampak, dan Penjelasan BMKG
Bestari Barus Buka Suara Dukung Soeharto Jadi Pahlawan Nasional: Ini Alasan Kontroversialnya