GELORA.ME - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyatakan konflik agraria demi proyek strategis nasional (PSN) Eco City di Rempang, Batam adalah persoalan yang berulang kerap terjadi di Indonesia.
PBNU menilai itu terjadi karena kebijakan yang diambil bersifat tak partisipatoris.
"Dalam pandangan PBNU, persoalan Rempang-Galang merupakan masalah yang terkait pemanfaatan lahan untuk proyek pembangunan. Persoalan semacam ini terus berulang akibat kebijakan yang tidak partisipatoris, yang tidak melibatkan para pemangku kepentingan dalam proses perencanaan kebijakan hingga pelaksanaannya," demikian pernyataan resmi organisasi itu yang dibacakan Ketua PBNU Ulil Abshar Abdalla dalam konferensi pers di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Jumat (15/9).
"Hal ini kemudian diperparah oleh pola-pola komunikasi yang kurang baik, PBNU meminta dengan sungguh-sungguh kepada pemerintah agar mengutamakan musyawarah (syura') dan menghindarkan pendekatan koersif," demikian kelanjutan pernyataan PBNU itu.
Pendekatan koersif adalah suatu sistem komunikasi yang menggunakan paksaan hingga kekerasan.
Pada kelanjutan pernyataannya, Ulil mengatakan soal pengambilan tanah rakyat oleh negara pun pernah dibahas dalam Komisi Bahtsul Masail Ad-Diniyah Al-Waqi'iyah saat Muktamar ke-34 NU di Lampung.
"PBNU berpandangan bahwa tanah yang sudah dikelola oleh rakyat selama bertahun-tahun, baik melalui proses iqtha' (redistribusi lahan) oleh pemerintah atau ihya' (pengelolaan lahan), maka hukum pengambilalihan tanah tersebut oleh pemerintah adalah haram," katanya.
Hukum haram itu, kata Ulil, jika pengambilalihan oleh pemerintah dilakukan dengan sewenang-wenang. Meskipun demikian, sambungnya, pemerintah tetap memiliki kewenangan untuk mengambil alih tanah rakyat dengan syarat sesuai ketentuan hukum perundang-undangan.
"Dengan tentu harus menghadirkan keadilan bagi rakyat pemilik dan/atau pengelola lahan," katanya.
Dalam konferensi pers yang sama, Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf menegaskan kesentosaan masyarakat harus nomor satu dalam konflik agraria yang terjadi antara warga dan proyek strategis nasional (PSN) Eco City di Rempang, Batam, Kepulauan Riau.
"Investasi itu harus dijadikan peluang, sungguh-sungguh dijadikan peluang untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Khususnya masyarakat yang ada di lingkungan destinasi investasi itu sendiri," kata Yahya.
"Masyarakat tidak boleh menjadi korban. Apapun juga kesentosaan dari masyarakat itu nomor satu, risiko-risiko investasi itu hitungan kemudian," imbuhnya.
Artikel Terkait
Letda Fauzi, Perwira Muda Lulusan AKMIL 2023 asal Pangkep, Gugur Ditembak KKB OPM di Kiwirok
Jokowi Buka Suara: Inilah Alasan Nyata Sering Bertemu Prabowo!
Amanda Manopo Pakai Cincin Nikah dengan 7 Berlian, Ternyata Harganya Bikin Melongo!
dr. Tifa Sebut Ibu Jokowi Bukan Ibu Kandung? Fakta Keluarga yang Bikin Geger!