“Alih-alih menghancurkan sisa bangunan dan merencanakan alih fungsi, pemerintah seharusnya mendukung upaya mememorialisasi situs Rumah Geudong yang telah diinisiasi para penyintas dan kelompok masyarakat sipil sejak tahun 2017 lalu sebagai bagian dari pengingat dan pembelajaran untuk menjaga prinsip non recurrence, prinsip ketidakberulangan,” terangnya.
Menurut Taufik, pemerintah daerah telah mengubur memori kolektif terhadap peristiwa yang terjadi di tempat itu dengan manuver menghilangkan bukti pelanggaran ham yang berat. Ia berharap kejadian ini tak terulang di masa depan.
“Saya berharap kekeliruan menghancurkan tempat kejadian perkara ini tidak terulang dalam kasus-kasus lainnya yang masuk daftar penyelesaian penggaran HAM berat di masa lalu. Bangsa ini harus menjadi bangsa yang besar yang mau mengakui kesalahannya di masa lalu, mengungkapkan kebenaran yang terjadi sepahit apa pun itu, mengingatnya sebagai pelajaran berharga agar tidak terulang lagi di masa mendatang,” papar Taufik.
Sementara itu, Penjabat Bupati Pidie, Wahyudi Adisiswanto, mengatakan perobohan Rumoh Geudong merupakan keinginan warga setempat yang ingin menyudahi trauma akibat peristiwa berdarah tersebut.
“Selanjutnya, kami akan membangun masjid yang dapat digunakan para jamaah salat sekaligus mendoakan sesuatu yang baik kepada para korban HAM di Rumoh Geudong ini,” kata dia seperti dikutip dari pidiekab.go.id.
Sumber: suara
Artikel Terkait
Ahmed El Ahmed: Pahlawan Muslim Bondi Selamatkan Korban, Galang Dana Tembus Rp16 Miliar
Prabowo Tegaskan Indonesia Mampu Tangani Bencana Sumatra Tanpa Bantuan Asing
Paket Internet XL 2024: Panduan Lengkap Pilih Kuota Terbaik Sesuai Kebutuhan
Resbob Ditangkap di Semarang: Kronologi Lengkap & Pasal UU ITE yang Dijeratkan