Proses Hukum Kasus Gus Yaqut Diduga Dipolitisasi, Mantan Penyidik KPK: Ini Tidak Lazim!

- Rabu, 03 September 2025 | 21:30 WIB
Proses Hukum Kasus Gus Yaqut Diduga Dipolitisasi, Mantan Penyidik KPK: Ini Tidak Lazim!




GELORA.ME - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang menyelidiki dugaan korupsi dalam penentuan kuota haji tambahan tahun 2024 yang melibatkan mantan Menteri Agama Gus Yaqut Cholil Qoumas


Kasus ini bermula dari pembagian kuota tambahan sebanyak 20.000 yang diberikan Pemerintah Arab Saudi


Kementerian Agama membagi kuota ini menjadi 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus, oleh KPK dinilai bertentangan dengan UU No. 8 Tahun 2019 yang mengatur kuota haji khusus hanya 8% dan haji reguler 92%.


Sementara, pihak Gus Yaqut menilai bahwa untuk kuota tambahan mengikuti Pasal 9 UU No 8 yang memberi ruang diskresi bagi Menteri.


KPK memperkirakan kerugian negara mencapai Rp 1 triliun akibat pembagian kuota yang tidak sesuai aturan ini. 


Selain itu, kebijakan ini menyebabkan ribuan jemaah haji reguler menurut KPK harus menunggu lebih lama untuk berangkat ke Tanah Suci.


Kritik Mantan Penyidik KPK: Proses Hukum Dinilai Tidak Sesuai SOP


Dalam podcast "Integritas Novel Baswedan" baru-baru ini, dua mantan penyidik KPK, Yudhi Purnomo dan Novel Baswedan, mengkritik proses penyidikan kasus ini. Mereka menyoroti beberapa kejanggalan yang dinilai tidak lazim:


1. Pencegahan Ke Luar Negeri untuk Saksi


KPK telah mencegah tiga orang, termasuk Yaqut Cholil Qoumas, untuk bepergian ke luar negeri. Ketiganya berstatus saksi, bukan tersangka. Yudhi Purnomo menegaskan:


"Belum ada proses penyidikan, namun belum ada tersangka, tapi tiga orang dicekal. Padahal mereka semua statusnya adalah saksi. Bukankah ini merupakan kebijakan yang menurut saya itu nggak pernah terjadi di masanya [Bang Novel Baswedan menjadi penyidik KPK]?" kata Yudhi Purnomo


2. Penyidikan Tanpa Tersangka


KPK telah menaikkan kasus ini ke tahap penyidikan, tetapi belum menetapkan tersangka. 


Novel Baswedan mengkritik keras: "Kawan satu ini sepertinya punya misi menggunakan KPK untuk kepentingan politik, sehingga dipaksakan lembaga penegak hukum menjadi alat politik. 


Padahal di masa saya, KPK mensyaratkan proses penyelidikan naik tingkat ke penyidikan, dan itu harus terpenuhi dua alat bukti, " kata Novel Baswedan.


Yudhi Purnomo menambahkan bahwa bukti harus mengarah pada pelaku tertentu: "Pertanyaannya adalah: dua alat bukti yang dipakai kemarin untuk siapa? Itu merujuk pada perbuatan siapa? Ini untuk menunjukkan perbuatan yang seharusnya mengikat KPK."


3. Pemaksaan Proses Hukum


Novel Baswedan menegaskan bahwa KPK seharusnya tidak boleh dipaksa mengubah SOP: "SOP diubah dipaksakan. 


Padahal KPK adalah satu-satunya institusi yang mensyaratkan untuk naik dari penyelidikan ke penyidikan, yaitu harus terpenuhinya dua alat bukti.


Ia juga mempertanyakan dasar pengambilan keputusan: "Semua itu seharusnya mengikat KPK. Setiap naik ke penyidikan, harus menyebut ketika mendapatkan alat bukti. Khususnya ketika menetapkan status kasus, angka 100% lain. Kenapa tidak?"


KPK tercatat telah memeriksa sejumlah saksi dalam kasus ini, termasuk: Gus Yaqut Cholil Qoumas (mantan Menag) diperiksa sebanyak dua kali pada 7 Agustus dan 1 September 2025. Ishfah Abidal Aziz (stafsus mantan Menag) diperiksa untuk melengkapi keterangan. 


Ketua Umum Kesthuri, Asrul Aziz Taba, dan sejumlah pihak dari travel haji seperti pemilik Maktour, dan HIMPUH.


KPK juga sedang berkoordinasi dengan BPK untuk menghitung kerugian negara secara lebih akurat. 


Namun, mantan penyidik KPK mempertanyakan transparansi proses ini. Yudhi Purnomo mengingatkan:


"Saya khawatir, sangat rawan, Bang, bagi KPK untuk ada persepsi bahwa lembaga ini sudah naik ke penyidikan namun belum ada tersangka. Yang ada tiga orang dicekal, tapi statusnya saksi, bukan tersangka," ulang Yudhi Purnomo.


Sementara itu, juru bicara Gus Yaqut, Anna Hasbie, menegaskan bahwa kliennya akan terus mematuhi semua proses hukum yang sedang dan telah berjalan.


"Kami telah memberikan semua keterangan yang diminta untuk mendukung proses hukum yang dilakukan KPK," katanya di Jakarta, Selasa (2/9/2025).


Kritik dari mantan penyidik KPK ini menyoroti beberapa titik rawan: Pencegahan bagi saksi dinilai sebagai langkah yang tidak proporsional dan berpotensi melanggar hak hukum. 


Absennya penetapan tersangka meski telah masuk tahap penyidikan dianggap sebagai penyimpangan prosedur yang serius.


Koordinasi dengan BPK untuk menghitung kerugian negara belum menghasilkan angka yang pasti, memunculkan pertanyaan tentang dasar penentuan kerugian Rp 1 triliun.


Karena itu, Novel Baswedan secara tegas menduga adanya motivasi politik: "Kawan-kawan itu sepertinya punya misi menggunakan KPK untuk kepentingan politik."


Proses hukum terhadap Gus Yaqut Cholil Qoumas terus berlanjut meski kritik dari para mantan penyidik KPK yang menyoroti potensi politisasi dan penyimpangan SOP makin membangun kesadaran publik. 


KPK diharapkan dapat bekerja secara transparan dan independen untuk menjaga kredibilitas lembaga.


Sementara itu, Gus Yaqut dan tim hukumnya terus berkooperatif dengan pemeriksaan, meski mengkritik beberapa langkah yang dianggap tidak lazim.


Sumber: SuaraMerdeka

Komentar