GELORA.ME - Pernyataan anggota DPR RI, Annisa Mahesa, tengah menjadi sorotan publik usai dirinya berkomentar terkait aksi demonstrasi yang belakangan marak dilakukan masyarakat.
Dalam sebuah wawancara yang viral di media sosial, Annisa mempertanyakan efektivitas aksi demo dan menyarankan agar masyarakat lebih memilih jalur diskusi.
Ucapan itu langsung menuai reaksi keras dari warganet yang merasa suara rakyat seakan dikecilkan.
Dalam video yang diunggah oleh akun Instagram @pembasmi.kehaluan.reall, Annisa Mahesa mengatakan bahwa ia tidak menolak kritik kepada pemerintah, namun menurutnya ada cara yang lebih baik ketimbang turun ke jalan.
“Orang demo, untuk apa? Kenapa gak diskusi aja? Kritik ke pemerintah sah-sah aja, selama tujuannya jelas dan keputusan yang diambil baik buat rakyat,” ujarnya.
Meski maksud pernyataannya ingin menekankan pentingnya dialog, kalimat tersebut justru dianggap netizen meremehkan aksi demonstrasi yang selama ini menjadi salah satu sarana konstitusional rakyat dalam menyampaikan pendapat di muka umum.
Tak butuh waktu lama, kolom komentar pun dibanjiri dengan reaksi warganet.
Banyak yang menyayangkan pernyataan Annisa karena dianggap tidak memahami realitas bahwa tidak semua aspirasi rakyat bisa tersampaikan melalui jalur formal.
“Kalau semua bisa diskusi, mungkin rakyat gak turun ke jalan. Faktanya, demo muncul karena aspirasi sering diabaikan,” tulis salah satu netizen.
“Statement seperti ini justru memperlihatkan jauhnya wakil rakyat dari realitas masyarakat,” komentar akun lain.
Bahkan ada warganet yang menilai pernyataan itu mencerminkan rendahnya empati anggota DPR terhadap jeritan masyarakat kecil.
Perlu diketahui, aksi demonstrasi di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Dalam aturan tersebut, setiap warga negara dijamin kebebasannya untuk menyampaikan aspirasi melalui berbagai bentuk, termasuk aksi turun ke jalan, selama dilakukan dengan tertib dan sesuai hukum.
Bagi sebagian aktivis, demo bukan sekadar aksi turun ke jalan, melainkan simbol perlawanan rakyat terhadap kebijakan yang dinilai tidak adil atau merugikan.
Tidak sedikit kebijakan pemerintah yang akhirnya berubah karena adanya tekanan dari aksi massa.
Seorang pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada menilai bahwa komentar Annisa Mahesa tidak sepenuhnya salah, namun kurang bijak dalam penyampaian.
“Dialog memang penting, tapi perlu diingat bahwa jalur komunikasi formal seringkali tertutup atau tidak efektif. Demo adalah bentuk kontrol rakyat terhadap pemerintah. Menganggapnya tidak perlu tentu berpotensi menimbulkan kesan meremehkan suara rakyat,” jelasnya.
Beberapa organisasi masyarakat sipil juga angkat suara. Mereka menegaskan bahwa demonstrasi adalah hak warga yang tidak boleh dipandang remeh.
“Kalau DPR benar-benar mau mendengar, tentu rakyat lebih memilih jalur diskusi. Tetapi kenyataannya, banyak keputusan dibuat tanpa melibatkan publik secara luas. Itulah kenapa demo menjadi pilihan,” kata salah seorang aktivis HAM.
Kontroversi pernyataan Annisa Mahesa ini memperlihatkan masih adanya jurang komunikasi antara wakil rakyat dengan masyarakat.
Di satu sisi, diskusi memang menjadi jalan yang ideal untuk mencari solusi.
Namun di sisi lain, realitas politik Indonesia sering kali menutup ruang dialog, sehingga aksi demonstrasi tetap menjadi sarana penting untuk menyuarakan kepentingan rakyat.
Pernyataan Annisa mungkin lahir dari keinginan untuk meredam ketegangan antara masyarakat dan pemerintah, namun pilihan katanya memantik polemik baru.
Kini, publik menunggu langkah selanjutnya dari Annisa Mahesa: apakah ia akan memberikan klarifikasi lebih lanjut atau tetap pada pandangan bahwa demo sebaiknya diganti dengan diskusi.***
Sumber: jatimnet
Artikel Terkait
Tercatat Punya Persoalan Hukum: Airlangga, Cak Imin dan Budi Arie Layak Ditendang dari Kabinet Merah Putih!
HEBOH! Rencana Demo 3 September Jatim, Tuntut Khofifah Jawab Soal Korupsi dan Pungli
Demonstran di Depan Gedung DPR Kocar-kacir Ditembak Gas Air Mata
Demo 25 Agustus, Terkenang Perintah Tegas Gus Dur Bubarkan DPR