GELORA.ME - Sejumlah tokoh nasional menghadiri deklarasi bertajuk 'Tolak Kriminalisasi Akademisi dan Aktivis, Lawan Kezaliman Rezim Jokowi' yang digelar di Gedung Joang '45, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, 23 Juli 2025.
Deklarasi dihadiri oleh sejumlah nama tenar seperti mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo, mantan Ketua KPK Abraham Samad, budayawan Erros Djarot, Wakil Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) Rizal Fadhillah, hingga aktivis Said Didu, Kurnia Tri Royani, dan Tifauziah Tyassuma.
Roy Suryo mengatakan peningkatan status perkara dari penyelidikan ke penyidikan oleh Polda Metro Jaya tidak masuk akal.
Ia menyoroti ketidakhadiran bukti autentik dari pihak pelapor, yaitu Presiden Jokowi, yang disebut hanya menunjukkan fotokopi ijazah saat membuat laporan ke polisi.
"Jokowi belum pernah menunjukkan ijazah aslinya ke penyidik. Ini menunjukkan bahwa hukum belum berlaku sama rata. Indonesia belum menerapkan equality before the law," katanya dalam acara.
Ia juga menekankan bahwa Jokowi belum diperiksa oleh penyidik meski status kasus sudah dinaikkan ke penyidikan.
Hal itu menurutnya membuat proses hukum menjadi cacat dan sarat kepentingan.
"Mari kita satukan kekuatan untuk melawan ketidakadilan ini," ujarnya.
Sementara itu, Abraham Samad mengajak kalangan aktivis dan akademisi agar tidak gentar dalam melanjutkan investigasi terhadap keaslian ijazah Jokowi.
Ia bahkan menyebut penerbitan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) oleh Polda Metro Jaya sebagai bentuk upaya membungkam pihak-pihak yang kritis.
"SPDP itu adalah sinyal untuk menghentikan investigasi terhadap Pak Jokowi. Tapi saya pastikan, saya akan terus bersuara, siapa pun yang bermain di belakang kasus ini, akan saya lawan sampai titik darah penghabisan," tuturnya.
Sementara permintaan gelar perkara khusus yang diminta pihak Roy Suryo ditanggapi pihak Jokowi.
Kuasa Hukum Joko Widodo, Rivai Kusumanegara mengatakan permintaan tersebut terlalu dini dilakukan, mengingat proses penyidikan baru saja dimulai.
"Menurut saya, ini terlalu dini karena penyidikan baru saja dimulai. Gelar perkara itu pada umumnya dilakukan untuk mengevaluasi jalannya penyidikan, dan biasanya diajukan saat penyidikan memasuki tahap akhir," katanya kepada awak media, Selasa 22 Juli 2025.
Diungkapkannya, bahwa pihaknya menghargai langkah yang dilakukan oleh penasihat hukum pihak pelapor.
Namun, ia menduga upaya tersebut hanya untuk mengulur jalannya proses hukum yang sedang berlangsung.
"Walaupun kami menghargai langkah penasihat hukum, tapi kami menduga ini hanya untuk mengulur proses penyidikan saja. Permintaan gelar perkara di awal proses seperti ini memang tidak lazim," ungkapnya.
Ditekankannya, bahwa pernyataan tersebut bersifat dugaan.
"Kami menduganya demikian, karena memang tidak biasanya permintaan gelar perkara dilakukan di awal proses penyidikan," ujarnya.
Sampai saat ini, proses penyidikan kasus tersebut masih terus berjalan di bawah penanganan aparat penegak hukum.
Pihak kuasa hukum Presiden Jokowi berharap proses hukum dapat berjalan sebagaimana mestinya tanpa intervensi atau manuver yang dapat memperlambat penyelesaian perkara.
Sumber: disway
Artikel Terkait
KPK Pastikan Ada Keterkaitan Bobby dengan Pemeriksaan Saksi Korupsi Jalan di Sumut
Bukan di Ruang Penyidik, Jokowi Diperiksa di Tempat seperti Lounge, Sambil Ngobrol Santai
Polisi Baru Sita Ijazah Jokowi, Penggugat: Ini Terbalik, Sudah Dinyatakan Asli Baru Dilakukan Penyitaan
Usai Prabowo Menghadap Jokowi, Pengamat: Kasus Ijazah Dibantu Penyelesaian, Pemakzulan Gibran akan Landai