Pertanyakan Penerapan Pasal 2 UU Tipikor, Eks Wakapolri Oegroseno Nilai Vonis Tom Lembong Aneh: Bersih-Bersih Jelang 2029?

- Selasa, 22 Juli 2025 | 14:40 WIB
Pertanyakan Penerapan Pasal 2 UU Tipikor, Eks Wakapolri Oegroseno Nilai Vonis Tom Lembong Aneh: Bersih-Bersih Jelang 2029?




GELORA.ME - Mantan Wakapolri Komjen (Purn) Oegroseno menyoroti putusan hakim terhadap mantan Menteri Perdagangan Thomas Lembong yang divonis 4 tahun 6 bulan penjara dalam kasus korupsi izin impor gula.


Oegroseno mempertanyakan penerapan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap Lembong. 


Sebab menurutnya, pelanggaran yang dilakukan Tom Lembong seharusnya diselesaikan secara administratif, bukan pidana.


"Dalam pertimbangan hakim kemarin saya melihat semuanya yang dilanggar oleh Pak Tom ini adalah melanggar peraturan Menteri Perdagangan," ujar Oegroseno dalam tayangan podcast bersama Akbar Faisal, Selasa (22/7/2025).


"Peraturan perdagangan di situ tidak melakukan rapat, koordinasi dan sebagainya. Nah, apakah melanggar peraturan Menteri Perdagangan ini bukan diselesaikan secara administrasi ya," katanya menambahkan.


Mengutip dari pertimbangan hakim, Oegroseno menyebutkan kalau Tom Lembong tidak terbukti telah memperkaya diri sendiri maupun orang lain juga korporasi.


Sehingga dia meyakini kalau penerapan pasal 2 maupun pasal 3 UU 31 tahun 1999 tentang pemeberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tidak tepat diberlakukan terhadap Tom Lembong.


"Itu sangat aneh kalau diterapkan kepada Pak Tom Lemong," ujarnya.


Oegroseno mempertanyakan dasar penerapan Pasal 2 dalam vonis terhadap Lembong.


Ia menilai seharusnya, bila ada unsur penyalahgunaan wewenang jabatan, pasal yang lebih tepat digunakan harusnya Pasal 3 UU Tipikor, di mana hukuman minimalnya lebih rendah daripada pasal 2.


Sebagai catatan, Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor mengatur pidana minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, sedangkan Pasal 3 memiliki ancaman minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun.


"Pak Tom waktu itu menjabat sebagai menteri. Seharusnya kalau dikaitkan dengan tempus delicti berarti pasal 3 harus dilakukan penyalahgunaan wewenang jabatan. Kenapa dikenakan pasal 2? Itu yang menjadi tanda tanya bagi saya," ujarnya.


[FULL VIDEO]



Yakin Ada Kriminalisasi, Saut Situmorang Ungkap Kalimat Tom Lembong di KPK: Jahat Benar Orang Itu!


Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Periode 2015-2019, Saut Situmorang, meyakini adanya kriminalisasi dalam kasus dugaan korupsi pada importasi gula kristal mentah yang menjerat mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong.


Pasalnya, dia menjelaskan ada menteri-menteri setelah Tom Lembong melakukan kebijakan yang sama, tetapi hanya Tom yang terjerat perkara ini.


“Ada lima menteri melakukan hal yang sama, dengan catatan Indonesia tidak pernah kelebihan gula, dengan catatan kalau harga tidak turun, anda juga dihukum, kan salah satu omongannya, hakim tuh bilang setelah diimpor harga tidak turun, nah anda dihukum karena harga tidak turun, itu menjadi aneh,” kata Saut dalam siniar bersama Akbar Faizal, dikutip pada Selasa (22/7/2025).


"Ada lima orang yang melakukan hal yang sama, cuma satu yang dikenakan," katanya menambahkan.


Untuk itu, Saut meyakini bahwa kasus ini merupakan upaya kriminalisasi terhadap Tom Lembong karena sikap politiknya pada Pilpres 2024. 


Sebab, Tom Lembong diketahui menjadi Co-Captain Tim Pemenangan Nasional (Timnas) Anies Baswedan dalam Pilpres 2024 lalu.


“Naif juga kalau kita bilang ini tidak, yang kita sebut sebagai adanya persoalan-persoalan residu dalam pilpres yang kemarin, naif banget kalau kita katakan tidak ada,” ujar Saut.


Dia lantas mengungkapkan cerita mengenai kunjungan Tom Lembong ke KPK saat Saut masih menjabat sebagai pimpinan KPK. 


Saat itu, Tom meminta bantuan KPK untuk bisa tetap menjaga integritasnya.


“Saya kalau dari perspektif personal mungkin ini, karena memang beberapa saat sebelum beliau diberhentikan, Thomas Lembong ada datang ke KPK yang bicara tentang bagaimana dia harus minta bantuan untuk menjaga integritasnya, yang akhirnya keluar kalimat dia waktu itu yang saya ingat persis: ‘jahat benar orang itu, Pak Saut’,” ungkap Saut.


“Jadi, memang persoalannya kembali lagi, ini bahasa simple mengkriminalisasi kebijakan itu, kita sudah tidak ada ragu di situ,” tandas dia.


Sumber: Suara

Komentar